Jakarta (ANTARA) - Praktisi Kesehatan dr. Fridolin Seto Pandu mengingatkan masyarakat bahwa pasien demam berdarah dengue (DBD) harus segera ditangani demi mencegah risiko pasien kejang dan mengalami penyakit komplikasi.
"Penyakit DBD harus segera ditangani karena trombosit dapat terus turun," kata dia melalui keterangannya di Jakarta, Selasa.
Jika turunnya hingga di bawah 100.00 per milimeter kubik dapat memicu kebocoran plasma yang bisa mengakibatkan "Dengue Shock Syndrome" (DDS)
Pada kondisi DDS, aliran darah yang seharusnya mengalir ke seluruh jaringan tubuh mengalami penurunan, sehingga dapat membuat tubuh kekurangan oksigen (hipoksia).
Kondisi ini berisiko menyebabkan tubuh kejang dan berujung pada penyakit komplikasi, seperti kerusakan hati, jantung, otak, dan paru-paru hingga terjadinya kematian.
Fridolin lalu mengatakan, apabila ada anggota keluarga yang demam dan tidak kunjung turun, maka sebaiknya segera dibawa fasilitas kesehatan guna mendapatkan pemeriksaan. Sebab demam yang dirasakan pasien bisa jadi karena sudah terjangkit demam berdarah.
Dia menjelaskan bahwa digigit nyamuk memberikan sensasi gatal dan tidak nyaman. Permasalahan nyamuk aedes aegypti bukan sekadar rasa gatal, tetapi dapat membawa virus demam berdarah.
"Pasca digigit nyamuk, biasanya pasien merasa demam tinggi,” kata Head of Department Underwriting Sequis itu.
Selain demam tinggi, gejala khas DBD lainnya, yakni sakit kepala parah, nyeri otot dan sendi serta ruam atau bintik merah pada kulit. Pada beberapa kasus, ada yang sampai mimisan dan terjadi pendarahan pada gusi.
Sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi mengalami musim kemarau pada Mei hingga Agustus 2024. Pada saat musim kemarau, warga diimbau agar mewaspadai ancaman penyakit DBD.
Hal ini karena meski curah hujan berkurang, tetapi nyamuk aedes aegypti, si pembawa virus dengue, masih bisa berkembang biak.
Kurangnya air mengalir selama musim kemarau dapat menciptakan banyak genangan yang sering luput dari perhatian warga. Kaleng, botol dan bak bekas dapat menjadi sarang ideal bagi nyamuk aedes aegypti untuk berkembang biak.
Adapun data kasus DBD khususnya di DKI Jakarta pada Juni ini tercatat sebanyak 622 kasus atau lebih rendah dari kasus pada April dan Mei lalu. Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati mengatakan pada Maret, data kasus DBD sekitar 2.200 kasus, lalu naik menjadi 3.164 kasus pada April dan 3.019 kasus pada Mei.
"Maret kan 2.200-an, April 3.164, Mei sudah mulai turun masih 3.019, Juni sampai hari ini di 622. Mudah-mudahan trennya turun," ujar dia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Praktisi kesehatan ingatkan pasien DBD harus segera ditangani
"Penyakit DBD harus segera ditangani karena trombosit dapat terus turun," kata dia melalui keterangannya di Jakarta, Selasa.
Jika turunnya hingga di bawah 100.00 per milimeter kubik dapat memicu kebocoran plasma yang bisa mengakibatkan "Dengue Shock Syndrome" (DDS)
Pada kondisi DDS, aliran darah yang seharusnya mengalir ke seluruh jaringan tubuh mengalami penurunan, sehingga dapat membuat tubuh kekurangan oksigen (hipoksia).
Kondisi ini berisiko menyebabkan tubuh kejang dan berujung pada penyakit komplikasi, seperti kerusakan hati, jantung, otak, dan paru-paru hingga terjadinya kematian.
Fridolin lalu mengatakan, apabila ada anggota keluarga yang demam dan tidak kunjung turun, maka sebaiknya segera dibawa fasilitas kesehatan guna mendapatkan pemeriksaan. Sebab demam yang dirasakan pasien bisa jadi karena sudah terjangkit demam berdarah.
Dia menjelaskan bahwa digigit nyamuk memberikan sensasi gatal dan tidak nyaman. Permasalahan nyamuk aedes aegypti bukan sekadar rasa gatal, tetapi dapat membawa virus demam berdarah.
"Pasca digigit nyamuk, biasanya pasien merasa demam tinggi,” kata Head of Department Underwriting Sequis itu.
Selain demam tinggi, gejala khas DBD lainnya, yakni sakit kepala parah, nyeri otot dan sendi serta ruam atau bintik merah pada kulit. Pada beberapa kasus, ada yang sampai mimisan dan terjadi pendarahan pada gusi.
Sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi mengalami musim kemarau pada Mei hingga Agustus 2024. Pada saat musim kemarau, warga diimbau agar mewaspadai ancaman penyakit DBD.
Hal ini karena meski curah hujan berkurang, tetapi nyamuk aedes aegypti, si pembawa virus dengue, masih bisa berkembang biak.
Kurangnya air mengalir selama musim kemarau dapat menciptakan banyak genangan yang sering luput dari perhatian warga. Kaleng, botol dan bak bekas dapat menjadi sarang ideal bagi nyamuk aedes aegypti untuk berkembang biak.
Adapun data kasus DBD khususnya di DKI Jakarta pada Juni ini tercatat sebanyak 622 kasus atau lebih rendah dari kasus pada April dan Mei lalu. Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati mengatakan pada Maret, data kasus DBD sekitar 2.200 kasus, lalu naik menjadi 3.164 kasus pada April dan 3.019 kasus pada Mei.
"Maret kan 2.200-an, April 3.164, Mei sudah mulai turun masih 3.019, Juni sampai hari ini di 622. Mudah-mudahan trennya turun," ujar dia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Praktisi kesehatan ingatkan pasien DBD harus segera ditangani