Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis neurologi dari Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON) Prof Dr. dr. Mahar Mardjono, Chairunnisa mengatakan hal utama yang perlu dilakukan ketika menemukan dan menolong seseorang yang terkena serangan epilepsi adalah tidak panik.

Apabila panik, kata dia, maka yang akan menolong penderita tersebut justru tidak dapat berpikir. Yang kedua, lanjut dia, memastikan penderita diletakkan di tempat yang aman ketika epilepsi terjadi.

"Yang paling penting adalah jangan pernah memasukkan apapun ke dalam mulut pasien," ujar Chairunnisa dalam gelar wicara Hari Epilepsi Sedunia yang disiarkan RSPON di Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan banyak orang yang memasukkan benda ke dalam mulut penderita, misalnya sapu tangan, baju, sendok, guna mencegah agar lidahnya tidak tertelan atau tergigit. Padahal jika melakukan itu, maka ada risiko penderita dapat tersedak.



Menurutnya, justru saat epilepsi tersebut penderitanya membutuhkan oksigen ke otak, karena ada gangguan pada otaknya saat itu. Sehingga, kata dia, perlu ada jalur untuk bernafas yang lebih baik.

"Jangan memasukkan apapun. Biarkan sampai serangannya atau pasien yang kejang itu selesai," ucapnya. 
Setelah itu, kata dia, perlu diperhatikan situasi saat epilepsi terjadi. Apabila ada makanan atau minuman yang berisiko membuat penderita tersedak, posisi tubuh penderita perlu dimiringkan hingga kejangnya selesai, kemudian meminta pertolongan dan membawa ke rumah sakit terdekat.

Menurutnya, apabila menemukan dan menolong orang yang kejang perlu didokumentasikan, seperti melalui video, agar dokter yang memeriksa dapat mendeteksi gejala epilepsi pada kejadian tersebut, mengingat banyak sekali tanda-tanda epilepsi.

Dalam kesempatan itu ia menjelaskan sejumlah tanda epilepsi. Selama ini,orang sering mengira bahwa orang yang epilepsi sedang kesurupan dan hanya mengetahui mulut berbusa sebagai salah satu tandanya.



Melamun dan nyeri kepala  terutama yang dialami selama bertahun-tahun, kata dia, dapat menjadi tanda-tanda epilepsi. Selain itu juga gerakan-gerakan tertentu yang tidak berhenti-henti.

Bagi penderitanya, lanjut dia, biasanya terdapat sensasi-sensasi tertentu yang disebut sebagai aura, yang terjadi beberapa detik atau menit sebelum epilepsi. Dia menyebut bahwa sensasi tersebut menyerang audio maupun visual penderita tersebut dan kerap menimbulkan fenomena deja vu atau jamais vu.

Deja vu adalah ketika seseorang merasa yang dialami sekarang pernah juga dialami di masa lalu. Sementara itu jamais vu adalah ketika seseorang tidak mengenali hal yang familiar dengan dirinya.

"Atau yang paling sering lagi disebut dengan epigastric discomfort. Jadi pasiennya merasa ada sensasi yang tidak nyaman. Dari mulut, hati, terus naik ke atas, seperti muntah gitu ya. Itu juga merupakan salah satu aura yang paling sering juga bisa jadi bagian dari epilepsi," katanya.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dokter paparkan sejumlah tips bantu orang epilepsi

 

Pewarta : Mecca Yumna Ning Prisie
Editor : Syarif Abdullah
Copyright © ANTARA 2024