Jakarta (ANTARA) - Psikolog klinis anak dan remaja dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi berpendapat tawuran yang melibatkan anak dan remaja bisa dicegah melalui pendekatan kepada pimpinannya (gorup leader)
"Setiap kelompok remaja pasti ada yang paling dominan atau di-look up oleh teman-temannya. Mereka ini didekati dan disalurkan kelebihannya sehingga dia menemukan hal lain yang positif untuk menyalurkan eksistensi dirinya," kata dia melalui wawancara tertulis, Senin.
Menurut Vera, cara lain guna mencegah tawuran yakni dengan mendekati para alumni sekolah yang masih kerap mempengaruhi adik-adik kelasnya untuk tawuran atas nama tradisi.
Dia meyakini upaya mencegah remaja terlibat tawuran ini melibatkan semua pihak yang berada di sekitar remaja itu sendiri termasuk orangtua dan pihak sekolah.
"Bekerja sama dan serentak. Orangtua tidak bisa sendirian, sekolah pun tidak bisa sendirian," kata dia.
Vera lalu menuturkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Permendikbudristek PPKSP) menyatakan bahwa berbagai berbagai pihak perlu dilibatkan untuk mencegah kekerasan, termasuk kekerasan fisik seperti tawuran atau perkelahian massal.
Aturan itu menyebutkan bahwa upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama seluruh lapisan masyarakat, termasuk para pemangku kepentingan dan warga satuan pendidikan.
Warga satuan pendidikan meliputi peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan lainnya yang terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan di lingkungan satuan pendidikan serta masyarakat yang beraktivitas atau yang bekerja di lingkungan satuan pendidikan.
Sementara itu, orangtua dapat berperan aktif salah satunya dengan cara bergabung menjadi anggota tim pencegahan dan penanganan kekerasan (TPPK), sebagai perwakilan orangtua di sekolah anak masing-masing.
Selain itu, sebagai upaya pencegahan kekerasan di satuan pendidikan, orangtua juga dapat berpartisipasi dengan turut serta mengkampanyekan dan melakukan sosialisasi terhadap pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan baik melalui media sosial maupun kepada orang tua lain serta lingkungan sekitar.
Di dalam keluarga, upaya pencegahan kekerasan dapat dilakukan secara aktif dengan memberikan pengetahuan kepada anak terkait kekerasan, baik untuk mencegah anak menjadi pelaku, yang harus dilakukan saat anak menjadi korban, maupun yang harus dilakukan saat melihat temannya menjadi korban.
"Tapi mungkin perlu riset yang menyeluruh tentang sebab dan bagaimana cara pencegahan yang efektif," demikian kata Vera.
Di Jakarta pada tahun ini, tercatat setidaknya terjadi lebih dari sekali aksi tawuran melibatkan remaja antara lain di Pasar Gembrong, Jatinegara, Jakarta Timur pada Senin (1/1/2024) yang melibatkan puluhan orang, kemudian di tempat pemakaman umum (TPU) Prumpung, Cipinang, Jatinegara, Jakarta Timur pada Senin (5/2/2024).
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Psikolog: Cegah remaja tawuran dengan dekati pimpinannya
"Setiap kelompok remaja pasti ada yang paling dominan atau di-look up oleh teman-temannya. Mereka ini didekati dan disalurkan kelebihannya sehingga dia menemukan hal lain yang positif untuk menyalurkan eksistensi dirinya," kata dia melalui wawancara tertulis, Senin.
Menurut Vera, cara lain guna mencegah tawuran yakni dengan mendekati para alumni sekolah yang masih kerap mempengaruhi adik-adik kelasnya untuk tawuran atas nama tradisi.
Dia meyakini upaya mencegah remaja terlibat tawuran ini melibatkan semua pihak yang berada di sekitar remaja itu sendiri termasuk orangtua dan pihak sekolah.
"Bekerja sama dan serentak. Orangtua tidak bisa sendirian, sekolah pun tidak bisa sendirian," kata dia.
Vera lalu menuturkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Permendikbudristek PPKSP) menyatakan bahwa berbagai berbagai pihak perlu dilibatkan untuk mencegah kekerasan, termasuk kekerasan fisik seperti tawuran atau perkelahian massal.
Aturan itu menyebutkan bahwa upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama seluruh lapisan masyarakat, termasuk para pemangku kepentingan dan warga satuan pendidikan.
Warga satuan pendidikan meliputi peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan lainnya yang terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan di lingkungan satuan pendidikan serta masyarakat yang beraktivitas atau yang bekerja di lingkungan satuan pendidikan.
Sementara itu, orangtua dapat berperan aktif salah satunya dengan cara bergabung menjadi anggota tim pencegahan dan penanganan kekerasan (TPPK), sebagai perwakilan orangtua di sekolah anak masing-masing.
Selain itu, sebagai upaya pencegahan kekerasan di satuan pendidikan, orangtua juga dapat berpartisipasi dengan turut serta mengkampanyekan dan melakukan sosialisasi terhadap pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan baik melalui media sosial maupun kepada orang tua lain serta lingkungan sekitar.
Di dalam keluarga, upaya pencegahan kekerasan dapat dilakukan secara aktif dengan memberikan pengetahuan kepada anak terkait kekerasan, baik untuk mencegah anak menjadi pelaku, yang harus dilakukan saat anak menjadi korban, maupun yang harus dilakukan saat melihat temannya menjadi korban.
"Tapi mungkin perlu riset yang menyeluruh tentang sebab dan bagaimana cara pencegahan yang efektif," demikian kata Vera.
Di Jakarta pada tahun ini, tercatat setidaknya terjadi lebih dari sekali aksi tawuran melibatkan remaja antara lain di Pasar Gembrong, Jatinegara, Jakarta Timur pada Senin (1/1/2024) yang melibatkan puluhan orang, kemudian di tempat pemakaman umum (TPU) Prumpung, Cipinang, Jatinegara, Jakarta Timur pada Senin (5/2/2024).
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Psikolog: Cegah remaja tawuran dengan dekati pimpinannya