Jakarta (ANTARA) -
Setiap pulau di Indonesia yang kaya akan budaya banyak yang menghasilkan kain-kain tradisional dan untuk proses pelestariannya diturunkan dari generasi ke generasi.
Seperti pada kebiasaan masyarakat suku Batak, yang sering menurunkan kain-kain tradisional ke setiap generasinya untuk digunakan dalam berbagai acara adat.
Hal itu diakui pendiri dan CEO Tobatenun Kerri na Basaria, di mana orang-orang suku Batak biasanya memiliki satu lemari penuh berisi kain-kain tradisional yang usianya sudah berpuluh-puluh tahun.
Ia pun memberikan saran dan tips untuk merawat kain tradisional agar tetap tahan lama dan warna tetap awet, terlebih jika kain tersebut menggunakan bahan alam.
"Tenun alam tidak bisa dicuci di mesin cuci, dan hanya dicuci dengan air dingin, biasanya pakai sampo atau sabun bisa," kata Kerri dalam konferensi pers Tobatenun di Jakarta, Senin.
Selain itu, jika ingin menggunakan detergen Kerri juga mengingatkan untuk tidak menggunakan detergen untuk cuci baju biasa, tapi bisa diganti menggunakan detergen berbahan organik.
Sedangkan untuk mengeringkan kain tenun yang memakai pewarnaan alam, sebaiknya tidak langsung terkena sinar matahari karena bisa memudarkan warna aslinya.
"Lebih diangin-angin saja karena pewarrna alam atau tenun kena matahari langsung bisa pudar warnanya," jelas Kerri.
Jika ingin disetrika, gunakan suhu yang sedang atau jangan terlalu panas. Sementara dalam menyimpan kain tenun agar tahan lama juga disarankan di tempat yang kering dan tidak lembab karena kain dengan pewarna alam cenderung menimbulkan bau dan mengundang serangga datang.
Di sisi lain, Kerri mengatakan beberapa tahun belakangan ini, kain tradisional seperti tenun sudah mulai dilirik masyarakat Indonesia yang mengeksplorasi kain wastra, meskipun tidak sepopuler batik dan kain ikat sumba yang "naik daun" lima tahun terakhir ini.
"Tenun naik daun jadi itu yang kita lihat, tren tenun terus naik mungkin orang Indonesia ingin eksplor wastra Indonesia yang lebih luas," katanya.
Pada helatan Jakarta Fashion Week 2024, ia dan Tobatenun melalui tema desain "Masa Rani", ingin memperkenalkan tenun asli Karo, Sumatera Utara agar lebih dikenal masyarakat luas dan memperlihatkan bahwa kain tradisional bisa nyaman digunakan sehari-hari dengan 100 persen katun dan linen.
Seperti pada kebiasaan masyarakat suku Batak, yang sering menurunkan kain-kain tradisional ke setiap generasinya untuk digunakan dalam berbagai acara adat.
Hal itu diakui pendiri dan CEO Tobatenun Kerri na Basaria, di mana orang-orang suku Batak biasanya memiliki satu lemari penuh berisi kain-kain tradisional yang usianya sudah berpuluh-puluh tahun.
Ia pun memberikan saran dan tips untuk merawat kain tradisional agar tetap tahan lama dan warna tetap awet, terlebih jika kain tersebut menggunakan bahan alam.
"Tenun alam tidak bisa dicuci di mesin cuci, dan hanya dicuci dengan air dingin, biasanya pakai sampo atau sabun bisa," kata Kerri dalam konferensi pers Tobatenun di Jakarta, Senin.
Selain itu, jika ingin menggunakan detergen Kerri juga mengingatkan untuk tidak menggunakan detergen untuk cuci baju biasa, tapi bisa diganti menggunakan detergen berbahan organik.
Sedangkan untuk mengeringkan kain tenun yang memakai pewarnaan alam, sebaiknya tidak langsung terkena sinar matahari karena bisa memudarkan warna aslinya.
"Lebih diangin-angin saja karena pewarrna alam atau tenun kena matahari langsung bisa pudar warnanya," jelas Kerri.
Jika ingin disetrika, gunakan suhu yang sedang atau jangan terlalu panas. Sementara dalam menyimpan kain tenun agar tahan lama juga disarankan di tempat yang kering dan tidak lembab karena kain dengan pewarna alam cenderung menimbulkan bau dan mengundang serangga datang.
Di sisi lain, Kerri mengatakan beberapa tahun belakangan ini, kain tradisional seperti tenun sudah mulai dilirik masyarakat Indonesia yang mengeksplorasi kain wastra, meskipun tidak sepopuler batik dan kain ikat sumba yang "naik daun" lima tahun terakhir ini.
"Tenun naik daun jadi itu yang kita lihat, tren tenun terus naik mungkin orang Indonesia ingin eksplor wastra Indonesia yang lebih luas," katanya.
Pada helatan Jakarta Fashion Week 2024, ia dan Tobatenun melalui tema desain "Masa Rani", ingin memperkenalkan tenun asli Karo, Sumatera Utara agar lebih dikenal masyarakat luas dan memperlihatkan bahwa kain tradisional bisa nyaman digunakan sehari-hari dengan 100 persen katun dan linen.