Jakarta (ANTARA) - Tim kuasa hukum mantan Wakaden B Ropaminal Div Propam Polri AKBP Arif Rachman Arifin menyampaikan nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang perkara "bstruction of justice" atau perintangan penyidikan kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
"Menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima dan menyatakan surat dakwaan prematur untuk diajukan," kata Junaedi Saibih, kuasa hukum Arif saat membacakan eksepsi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jakarta, Jumat.
Junaedi menilai tindakan yang dilakukan Arif Rachman tidak termasuk kategori pidana melainkan masih dalam ruang lingkup administrasi negara sehingga harus dilakukan pemeriksaan dan penyelesaian di ruang lingkup administrasi terlebih dahulu di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima karena penyidikan dalam proses penuntutan terdakwa Arif Rachman Arifin dilakukan secara tidak sah," ujarnya.
Sebab, ujarnya lagi, tindakan Arif sebagaimana dakwaan JPU untuk menghapus salinan rekaman digital video recorder (DVR) kamera pengawas (CCTV) yang berada di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, merupakan murni dalam rangka menjalankan perintah Ferdy Sambo yang kala itu menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.
Junaedi mengatakan tidak ada kesamaan niat antara tindakan yang dilakukan Arif dengan niat Sambo, bahkan hal itu dilakukan di bawah ancaman. Ancaman Sambo kepada Arif, lanjutnya, secara eksplisit dijelaskan JPU dalam surat dakwaan.
"Yang terjadi bukanlah suatu transfer niat dan atau kesamaan niat antara saksi Ferdy Sambo dan terdakwa Arif Rachman Arifin, melainkan sebuah ancaman dari saksi Ferdy Sambo kepada terdakwa Arif Rachman Arifin untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana didakwakan," tuturnya.
Untuk itu dalam petitumnya, kuasa hukum Arif meminta majelis hakim yang diketuai Ahmad Suhel untuk membebaskan kliennya dari segala dakwaan, termasuk memulihkan harkat dan martabatnya, serta membebankan biaya perkara kepada negara.
"Melepaskan terdakwa Arif Rachman Arifin dari tahanan," kata Junaedi.
Sebelumnya, Arif yang merupakan anak buah eks Karo Paminal Div Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan diperintahkan Sambo untuk menghapus salinan rekaman DVR CCTV di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Sambo meminta agar rekaman yang memperlihatkan Brigadir J masih hidup ketika Sambo tiba di Komplek Polri Duren Tiga itu dihapus karena telah ditonton oleh beberapa orang, yakni Arif beserta Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKBP Ridwan Rhekynellson Soplangit.
Perintah Sambo kepada Arif disampaikan dengan nada tinggi, disaksikan Brigjen Hendra Kurniawan pada 13 Juli. Arif kemudian menemui Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo guna meneruskan perintah Sambo menghapus rekaman CCTV tersebut.
"Saksi Ferdy Sambo mengatakan, 'Berarti kalau ada bocor dari kalian berempat'. Saksi Ferdy Sambo menjelaskan dengan wajah tegang dan marah," kata JPU saat membacakan dakwaan Arif berisi perintah Sambo di PN Jaksel pada Rabu (19/10).
Pada 14 Juli, Baiquni menyampaikan kepada Arif telah menghapus salinan rekaman CCTV di laptop kemudian menyerahkan laptop tersebut untuk disimpan di mobil Arif. Keesokan harinya, Arif dengan sengaja mematahkan laptop tersebut dengan kedua tangannya menjadi beberapa bagian.
"Dengan demikian mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya atau tidak dapat berfungsi lagi, lalu masukkan ke 'papper bag' atau kantong warna hijau," kata jaksa.
JPU mendakwa Arif dengan Pasal 49 jo Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) jo Pasal 32 Ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 233 subsider Pasal 221 Ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
"Menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima dan menyatakan surat dakwaan prematur untuk diajukan," kata Junaedi Saibih, kuasa hukum Arif saat membacakan eksepsi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jakarta, Jumat.
Junaedi menilai tindakan yang dilakukan Arif Rachman tidak termasuk kategori pidana melainkan masih dalam ruang lingkup administrasi negara sehingga harus dilakukan pemeriksaan dan penyelesaian di ruang lingkup administrasi terlebih dahulu di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima karena penyidikan dalam proses penuntutan terdakwa Arif Rachman Arifin dilakukan secara tidak sah," ujarnya.
Sebab, ujarnya lagi, tindakan Arif sebagaimana dakwaan JPU untuk menghapus salinan rekaman digital video recorder (DVR) kamera pengawas (CCTV) yang berada di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, merupakan murni dalam rangka menjalankan perintah Ferdy Sambo yang kala itu menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.
Junaedi mengatakan tidak ada kesamaan niat antara tindakan yang dilakukan Arif dengan niat Sambo, bahkan hal itu dilakukan di bawah ancaman. Ancaman Sambo kepada Arif, lanjutnya, secara eksplisit dijelaskan JPU dalam surat dakwaan.
"Yang terjadi bukanlah suatu transfer niat dan atau kesamaan niat antara saksi Ferdy Sambo dan terdakwa Arif Rachman Arifin, melainkan sebuah ancaman dari saksi Ferdy Sambo kepada terdakwa Arif Rachman Arifin untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana didakwakan," tuturnya.
Untuk itu dalam petitumnya, kuasa hukum Arif meminta majelis hakim yang diketuai Ahmad Suhel untuk membebaskan kliennya dari segala dakwaan, termasuk memulihkan harkat dan martabatnya, serta membebankan biaya perkara kepada negara.
"Melepaskan terdakwa Arif Rachman Arifin dari tahanan," kata Junaedi.
Sebelumnya, Arif yang merupakan anak buah eks Karo Paminal Div Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan diperintahkan Sambo untuk menghapus salinan rekaman DVR CCTV di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Sambo meminta agar rekaman yang memperlihatkan Brigadir J masih hidup ketika Sambo tiba di Komplek Polri Duren Tiga itu dihapus karena telah ditonton oleh beberapa orang, yakni Arif beserta Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKBP Ridwan Rhekynellson Soplangit.
Perintah Sambo kepada Arif disampaikan dengan nada tinggi, disaksikan Brigjen Hendra Kurniawan pada 13 Juli. Arif kemudian menemui Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo guna meneruskan perintah Sambo menghapus rekaman CCTV tersebut.
"Saksi Ferdy Sambo mengatakan, 'Berarti kalau ada bocor dari kalian berempat'. Saksi Ferdy Sambo menjelaskan dengan wajah tegang dan marah," kata JPU saat membacakan dakwaan Arif berisi perintah Sambo di PN Jaksel pada Rabu (19/10).
Pada 14 Juli, Baiquni menyampaikan kepada Arif telah menghapus salinan rekaman CCTV di laptop kemudian menyerahkan laptop tersebut untuk disimpan di mobil Arif. Keesokan harinya, Arif dengan sengaja mematahkan laptop tersebut dengan kedua tangannya menjadi beberapa bagian.
"Dengan demikian mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya atau tidak dapat berfungsi lagi, lalu masukkan ke 'papper bag' atau kantong warna hijau," kata jaksa.
JPU mendakwa Arif dengan Pasal 49 jo Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) jo Pasal 32 Ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 233 subsider Pasal 221 Ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.