Jakarta (ANTARA) - Bumi Purnati Indonesia dan Ciputra Artpreneur akan mempersembahkan pertunjukan teater berkelas internasional "Under the Volcano" pada Sabtu (27/8) pukul 16.00 & 20.00 WIB di Ciputra Artpreneur Theater, Jakarta.
"Kami harap pertunjukan keempat ini dapat memperoleh apresiasi yang tinggi dari para penikmat seni serta memperkenalkan syair-syair lampau dan memperkenalkan kebudayaan Indonesia kepada generasi muda," kata Direktur Artistik Bumi Purnati Indonesia Restu Kusumaningrum dalam siaran pers pada Jumat.
Baca juga: Inggit Garnasih di atas panggung pentas setelah dihantam ombak
Sebelumnya, "Under the Volcano" telah beberapa kali dipentaskan, di antaranya dalam acara Olimpiade Teater ke-6 di Dayin Theatre, Beijing, China pada 7 dan 8 November 2014.
Selanjutnya, pada 21-23 April 2016, Under the Volcano kembali mengulang kesuksesan saat pementasan di TheatreWorks, Singapura dan terakhir pada 24 November 2018, "Under the Volcano" juga ditampilkan pada perhelatan budaya Borobudur Writers & Cultural Festival (BWCF) 2018 di Panggung Akshobya Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Pementasan yang disutradarai oleh Yusril Katil ini merupakan sebuah karya yang mengangkat tema bencana alam, terinspirasi dari “Syair Lampung Karam” karya Muhammad Saleh yang ditulis pada 1883.
Baca juga: "My Neighbor Totoro" diadaptasi dalam pertunjukan teater musikal
Pementasan "Under the Volcano" merupakan pertunjukan hasil kolaborasi antara Bumi Purnati Indonesia dan Komunitas Seni Hitam Putih Sumatera Barat yang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation.
Komunitas Seni Hitam Putih yang berasal dari Padang Panjang melihat apa yang digambarkan Muhammad Saleh dalam syairnya, sangat relevan dengan situasi di kampung halaman mereka yang harus selalu waspada terhadap bencana alam karena kontur geografis yang dikelilingi gunung berapi.
Baca juga: Deva Mahenra debut peran panggung di monolog "Di Tepi Sejarah"
Jika dilihat dalam konteks yang lebih jauh lagi, “Under the Volcano” juga merupakan sebuah pengingat bagi masyarakat Indonesia bahwa bencana alam akan selalu menjadi bagian dari kehidupan masyarakat karena lokasi geografis yang terletak di lintasan ring of fire.
Dalam karya yang dimainkan oleh Komunitas Seni Hitam Putih dan Jajang C. Noer, dikomposeri oleh Elizar Koto dengan dramaturgi Rhoda Grauer ini, nuansa Minangkabau yang dinamis dan melankolis amat terasa, dengan pesan universal yang disampaikan bahwa "jika hari ini adalah tahun 1883, untuk bertahan hidup dari bencana alam seseorang harus bergantung pada bantuan orang lain".
"Under the Volcano" dibagi menjadi enam bagian dan dilakonkan dengan narasi berbahasa Melayu dan Minangkabau yang diperkuat dengan elemen silat, tarian, musik, dan efek visual digital yang menakjubkan. Musik dan tarian didasarkan pada bentuk-bentuk tradisional Melayu yang digubah untuk mencerminkan berlalunya waktu, berdampingan dengan komposisi musik dan tarian kontemporer.
Baca juga: Teater Koma gelar pertunjukan "Sampek Engtay" usai tertunda dua tahun
President Director Ciputra Artpreneur Rina Ciputra Sastrawinata menyampaikan bahwa Ciputra Artpreneur memiliki misi untuk mengangkat kesenian dan kebudayaan Indonesia dengan menyediakan tempat pertunjukan yang memiliki standar Internasional agar para seniman maupun kelompok seni seperti Bumi Purnati dan Komunitas Seni Hitam Putih Sumatera Barat bisa menampilkan hasil karyanya dengan layak kepada publik.
"Kami juga sangat mendukung, agar pertunjukan 'Under the Volcano' kembali dihadirkan karena, selain memiliki alur cerita yang menarik, pertunjukan ini menjadi salah satu pertunjukan yang memanjakan mata serta sarat akan pesan-pesan kemanusiaan. Semoga pertunjukan ini dapat menjadi sajian menarik bagi penikmat seni untuk mengisi akhir pekan," kata dia.
Pertunjukan yang berdurasi kurang lebih 80 menit ini dimulai dengan cerita awal sebelum bencana terjadi. Digambarkan suasana kehidupan yang harmonis, masyarakat menjalankan kegiatan sehari-hari secara damai. Tiba-tiba gempa datang, diikuti ledakan gunung dan tsunami.
Para penghuni lereng panik dan berusaha menyelamatkan diri. Ketika letusan mereda, timbulnya masalah baru bagi masyarakat dalam hal sandang, pangan, dan papan yang menyebabkan trauma dan kemiskinan. Sedikit demi sedikit masyarakat membangun kembali rumah dan desa dengan bantuan banyak orang. Akhirnya kehidupan kembali normal dan damai.
"Bakti Budaya Djarum Foundation senantiasa berkomitmen dalam menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap kekayaan dan keberagaman budaya tanah air dalam situasi apapun," ujar Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian.
Salah satunya melalui dukungan organisasi tersebut terhadap beragam pementasan atau pertunjukan yang kental dengan kebudayaan Indonesia, seperti pementasan 'Under the Volcano'. Selain menampilkan dan memperkenalkan budaya Minangkabau yang dikemas dengan sangat baik dan menarik, lakon "Under the Volcano" ini dikatakan Renitasari juga mengenalkan para penikmat seni dengan syair-syair lampau yang kaya akan nilai sejarah.
"Semoga lakon ini dapat menghibur dan menambah wawasan para penikmat seni, terutama generasi muda," ujar dia.
Harga tiket dibanderol Rp1.350.000 untuk kelas VIP, Rp1.000.000 untuk Diamond, Rp750.000 untuk Gold, Rp500.000 untuk Silver, dan Bronze dibanderol seharga Rp250.000.
"Kami harap pertunjukan keempat ini dapat memperoleh apresiasi yang tinggi dari para penikmat seni serta memperkenalkan syair-syair lampau dan memperkenalkan kebudayaan Indonesia kepada generasi muda," kata Direktur Artistik Bumi Purnati Indonesia Restu Kusumaningrum dalam siaran pers pada Jumat.
Baca juga: Inggit Garnasih di atas panggung pentas setelah dihantam ombak
Sebelumnya, "Under the Volcano" telah beberapa kali dipentaskan, di antaranya dalam acara Olimpiade Teater ke-6 di Dayin Theatre, Beijing, China pada 7 dan 8 November 2014.
Selanjutnya, pada 21-23 April 2016, Under the Volcano kembali mengulang kesuksesan saat pementasan di TheatreWorks, Singapura dan terakhir pada 24 November 2018, "Under the Volcano" juga ditampilkan pada perhelatan budaya Borobudur Writers & Cultural Festival (BWCF) 2018 di Panggung Akshobya Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Pementasan yang disutradarai oleh Yusril Katil ini merupakan sebuah karya yang mengangkat tema bencana alam, terinspirasi dari “Syair Lampung Karam” karya Muhammad Saleh yang ditulis pada 1883.
Baca juga: "My Neighbor Totoro" diadaptasi dalam pertunjukan teater musikal
Pementasan "Under the Volcano" merupakan pertunjukan hasil kolaborasi antara Bumi Purnati Indonesia dan Komunitas Seni Hitam Putih Sumatera Barat yang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation.
Komunitas Seni Hitam Putih yang berasal dari Padang Panjang melihat apa yang digambarkan Muhammad Saleh dalam syairnya, sangat relevan dengan situasi di kampung halaman mereka yang harus selalu waspada terhadap bencana alam karena kontur geografis yang dikelilingi gunung berapi.
Baca juga: Deva Mahenra debut peran panggung di monolog "Di Tepi Sejarah"
Jika dilihat dalam konteks yang lebih jauh lagi, “Under the Volcano” juga merupakan sebuah pengingat bagi masyarakat Indonesia bahwa bencana alam akan selalu menjadi bagian dari kehidupan masyarakat karena lokasi geografis yang terletak di lintasan ring of fire.
Dalam karya yang dimainkan oleh Komunitas Seni Hitam Putih dan Jajang C. Noer, dikomposeri oleh Elizar Koto dengan dramaturgi Rhoda Grauer ini, nuansa Minangkabau yang dinamis dan melankolis amat terasa, dengan pesan universal yang disampaikan bahwa "jika hari ini adalah tahun 1883, untuk bertahan hidup dari bencana alam seseorang harus bergantung pada bantuan orang lain".
"Under the Volcano" dibagi menjadi enam bagian dan dilakonkan dengan narasi berbahasa Melayu dan Minangkabau yang diperkuat dengan elemen silat, tarian, musik, dan efek visual digital yang menakjubkan. Musik dan tarian didasarkan pada bentuk-bentuk tradisional Melayu yang digubah untuk mencerminkan berlalunya waktu, berdampingan dengan komposisi musik dan tarian kontemporer.
Baca juga: Teater Koma gelar pertunjukan "Sampek Engtay" usai tertunda dua tahun
President Director Ciputra Artpreneur Rina Ciputra Sastrawinata menyampaikan bahwa Ciputra Artpreneur memiliki misi untuk mengangkat kesenian dan kebudayaan Indonesia dengan menyediakan tempat pertunjukan yang memiliki standar Internasional agar para seniman maupun kelompok seni seperti Bumi Purnati dan Komunitas Seni Hitam Putih Sumatera Barat bisa menampilkan hasil karyanya dengan layak kepada publik.
"Kami juga sangat mendukung, agar pertunjukan 'Under the Volcano' kembali dihadirkan karena, selain memiliki alur cerita yang menarik, pertunjukan ini menjadi salah satu pertunjukan yang memanjakan mata serta sarat akan pesan-pesan kemanusiaan. Semoga pertunjukan ini dapat menjadi sajian menarik bagi penikmat seni untuk mengisi akhir pekan," kata dia.
Pertunjukan yang berdurasi kurang lebih 80 menit ini dimulai dengan cerita awal sebelum bencana terjadi. Digambarkan suasana kehidupan yang harmonis, masyarakat menjalankan kegiatan sehari-hari secara damai. Tiba-tiba gempa datang, diikuti ledakan gunung dan tsunami.
Para penghuni lereng panik dan berusaha menyelamatkan diri. Ketika letusan mereda, timbulnya masalah baru bagi masyarakat dalam hal sandang, pangan, dan papan yang menyebabkan trauma dan kemiskinan. Sedikit demi sedikit masyarakat membangun kembali rumah dan desa dengan bantuan banyak orang. Akhirnya kehidupan kembali normal dan damai.
"Bakti Budaya Djarum Foundation senantiasa berkomitmen dalam menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap kekayaan dan keberagaman budaya tanah air dalam situasi apapun," ujar Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian.
Salah satunya melalui dukungan organisasi tersebut terhadap beragam pementasan atau pertunjukan yang kental dengan kebudayaan Indonesia, seperti pementasan 'Under the Volcano'. Selain menampilkan dan memperkenalkan budaya Minangkabau yang dikemas dengan sangat baik dan menarik, lakon "Under the Volcano" ini dikatakan Renitasari juga mengenalkan para penikmat seni dengan syair-syair lampau yang kaya akan nilai sejarah.
"Semoga lakon ini dapat menghibur dan menambah wawasan para penikmat seni, terutama generasi muda," ujar dia.
Harga tiket dibanderol Rp1.350.000 untuk kelas VIP, Rp1.000.000 untuk Diamond, Rp750.000 untuk Gold, Rp500.000 untuk Silver, dan Bronze dibanderol seharga Rp250.000.