Solo (ANTARA) - Pemerintah Republik Indonesia segera membatasi ekspor sejumlah bahan mentah untuk memastikan terjaganya hilirisasi di dalam negeri.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia pada pertemuan Trade, Investment, and Industry Working Group (TIIWG) G20 di Solo, Rabu mengatakan energi hijau, terjaganya lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat menjadi tujuan dari kebijakan tersebut.
"Indonesia dalam melakukan investasi ke depan terhadap pengelolaan sumber daya alam, kami melakukan hilirisasi dalam rangka menciptakan nilai tambah," katanya.
Ia mengatakan langkah tersebut sejalan dengan visi besar Presiden Joko Widodo tentang transformasi ekonomi. Menurut dia, salah satu bahan mentah yang dalam waktu dekat akan dibatasi volume ekspornya adalah nikel.
"Terkait dengan nikel saya pikir harus kami perjuangkan, tahun ini kami akan menyetop ekspor bauksit mentah," katanya.
Baca juga: BI: Presidensi G20 Indonesia harus mendorong UMKM manfaatkan teknologi digital
Meski belum memastikan kapan larangan ekspor tersebut diterapkan mengingat saat ini masih sedang dalam proses kajian, ia mengatakan sesuai dengan perintah presiden kebijakan tersebut akan dilakukan mulai tahun ini.
Selanjutnya, mulai tahun depan langkah serupa juga akan diterapkan pada untuk komoditas timah. Ia mengatakan penghasil timah terbesar di dunia yakni China, sedangkan Indonesia menempati posisi kedua, tetapi Indonesia justru menjadi eksportir terbesar untuk komoditas tersebut.
"Kami baru melakukan hilirisasi tidak lebih dari 5 persen, berapa kehilangan kita," katanya.
Oleh karena itu, hilirisasi harus dilakukan karena berdampak pada terjaganya lingkungan.
Baca juga: Menlu China telepon Menlu RI, koordinasikan keberhasilan KTT G20
"Kalau tidak penambangan liar akan terus terjadi, penambangan yang tidak bisa mengukur kapasitas volume produksi kita. Ini kan bahaya. Jadi kami mengelola, pengetatan dalam rangka mendorong terwujudnya industri yang ramah lingkungan," katanya.
Selain itu, pemerintah juga melarang ekspor listrik berbahan energi baru terbarukan (EBT) ke dunia.
"Indonesia kan 2025 minimum 24 persen listrik pakai EBT, kami belum cukup, ngapain ekspor. Kalau orang bangun industri, bangun di Indonesia. Jangan bahan baku di Indonesia tapi pembangunannya di tempat lain. Kami ingin ada kolaborasi positif yang saling menguntungkan terhadap semua negara dan semua pengusaha," katanya.
Baca juga: Pengamat sebut pertemuan G20 harus memberi dampak positif bagi Indonesia
Editor: Slamet Hadi Purnomo
COPYRIGHT © ANTARA 2022
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia pada pertemuan Trade, Investment, and Industry Working Group (TIIWG) G20 di Solo, Rabu mengatakan energi hijau, terjaganya lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat menjadi tujuan dari kebijakan tersebut.
"Indonesia dalam melakukan investasi ke depan terhadap pengelolaan sumber daya alam, kami melakukan hilirisasi dalam rangka menciptakan nilai tambah," katanya.
Ia mengatakan langkah tersebut sejalan dengan visi besar Presiden Joko Widodo tentang transformasi ekonomi. Menurut dia, salah satu bahan mentah yang dalam waktu dekat akan dibatasi volume ekspornya adalah nikel.
"Terkait dengan nikel saya pikir harus kami perjuangkan, tahun ini kami akan menyetop ekspor bauksit mentah," katanya.
Baca juga: BI: Presidensi G20 Indonesia harus mendorong UMKM manfaatkan teknologi digital
Meski belum memastikan kapan larangan ekspor tersebut diterapkan mengingat saat ini masih sedang dalam proses kajian, ia mengatakan sesuai dengan perintah presiden kebijakan tersebut akan dilakukan mulai tahun ini.
Selanjutnya, mulai tahun depan langkah serupa juga akan diterapkan pada untuk komoditas timah. Ia mengatakan penghasil timah terbesar di dunia yakni China, sedangkan Indonesia menempati posisi kedua, tetapi Indonesia justru menjadi eksportir terbesar untuk komoditas tersebut.
"Kami baru melakukan hilirisasi tidak lebih dari 5 persen, berapa kehilangan kita," katanya.
Oleh karena itu, hilirisasi harus dilakukan karena berdampak pada terjaganya lingkungan.
Baca juga: Menlu China telepon Menlu RI, koordinasikan keberhasilan KTT G20
"Kalau tidak penambangan liar akan terus terjadi, penambangan yang tidak bisa mengukur kapasitas volume produksi kita. Ini kan bahaya. Jadi kami mengelola, pengetatan dalam rangka mendorong terwujudnya industri yang ramah lingkungan," katanya.
Selain itu, pemerintah juga melarang ekspor listrik berbahan energi baru terbarukan (EBT) ke dunia.
"Indonesia kan 2025 minimum 24 persen listrik pakai EBT, kami belum cukup, ngapain ekspor. Kalau orang bangun industri, bangun di Indonesia. Jangan bahan baku di Indonesia tapi pembangunannya di tempat lain. Kami ingin ada kolaborasi positif yang saling menguntungkan terhadap semua negara dan semua pengusaha," katanya.
Baca juga: Pengamat sebut pertemuan G20 harus memberi dampak positif bagi Indonesia
Editor: Slamet Hadi Purnomo
COPYRIGHT © ANTARA 2022