Hanoi, Vietnam (ANTARA) - Persoalan bahasa menjadi kendala tersendiri bagi para pendatang yang mengunjungi Hanoi, Vietnam, dalam berkomunikasi.
Penduduk setempat sangat tidak familier dengan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Mulai dari kalangan muda hingga orangtua hanya menggunakan bahasa tradisional Vietnam.
Jika tidak ada aplikasi alih bahasa Google Translate, jurnalis ANTARA yang mengunjungi Hanoi untuk kepentingan peliputan SEA Games Vietnam 2021 sejak 11 Mei 2022 tentunya akan kerepotan.
Namun, di beberapa kesempatan, ANTARA mendapati bocah-bocah usia taman kanak-kanak dan SD terbilang lancar berbahasa Inggris.
Mereka malah membantu orangtuanya berbicara, ketika berjumpa dengan pendatang seperti di lift, restoran dan area publik.
Bahasa Inggrisnya pun tak bisa dikatakan buruk, justru sangat baik dalam pengucapan.
“My mother wants to help you,” kata seorang gadis yang dijumpai di lift Apartemen Green Bay, Hanoi.
Dan ucapan gadis itu langsung diamini ibunya, sembari menebar senyum dan mengangguk.
Begitu juga saat seorang bocah dijumpai di sebuah restoran penjual kuliner khas Vietnam, mie pho.
Tampak ibunya menggoda anaknya agar berani berbahasa Inggris dengan orang asing.
Anaknya yang berusia 8 tahun itu pun akhir berani bertanya, seperti menanyakan asal, untuk keperluan apa ke Vietnam dan bagaimana rasa mie pho.
Seorang sukarelawan SEA Games Vietnam, Chau, mengatakan saat ini bahasa Inggris menjadi pelajaran wajib bagi anak-anak TK dan SD di Vietnam.
Ini berbeda pada era para orangtua hingga kalangan dewasa di Vietnam yang sama sekali tidak mengenal bahasa Inggris. Bahkan untuk kata-kata yang sangat mudah seperti “need”, “want”, “go”, “can” dan lainnya.
Sepanjang ANTARA berada di kota ini, hanya satu kata yang bisa dimengerti yakni “oke” tapi terdengar seperti “wokeh”.
Tak heran jika negara ini mewajibkan para pelajar/mahasiswa yang bersekolah di luar negeri untuk kembali ke Vietnam supaya bisa bertugas sebagai sukarelawan (volunteer) SEA Games Vietnam.
Chau mengaku dirinya saat ini sedang mengenyam pendidikan strata dua di Amerika Serikat dan khusus kembali ke Hanoi hanya untuk menjadi volunteer.
Bagaimana soal biaya, negara bekas jajahan Prancis ini sepertinya tak mau tahu.
Dan lebih mengejutkan, gadis cantik berambut panjang yang menjadi volunteer untuk para tamu VVIP ini hanya mendapatkan bayaran jika dikonversikan ke mata uang Indonesia hanya Rp150.000 per hari, sungguh tak sebanding dengan tiket perjalanannya pulang-pergi dari Vietnam ke AS.
Bagaimana jika tidak mau, tentunya negara berpaham sosialis-komunis ini punya cara sendiri seperti yang tersirat disampaikan Chau. "Tidak bisa menolak," kata Chau.