Palembang (ANTARA) - Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir menegaskan maskapai penerbangan Garuda Indonesia harus fokus menggarap pasar penerbangan domestik untuk memperbaiki performa bisnis.
Erick di Palembang, Minggu, mengatakan Garuda telah terjebak dalam bisnis yang tidak sehat ketika mulai menggarap rute penerbangan luar negeri.
Berdasarkan data Garuda Indonesia, diketahui penumpang tujuan domestik mendominasi sebanyak 78 persen dengan pendapatan mencapai Rp1.400 triliun. Sementara, jumlah penumpang tujuan luar negeri tercatat hanya 22 persen dengan perolehan Rp300 triliun.
“Garuda harus fokus pada domestik, saya yakin akan kembali sehat, tapi perlu waktu cukup lama,” kata Erick.
Baca juga: Serikat Karyawan Garuda berharap pemerintah selamatkan Garuda Indonesia
Untuk itu, Kementerian BUMN terus mengawal proses restrukturisasi yang sedang berlangsung di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Hanya saja dalam proses restrukturisasi itu, Erick mengaku dirinya enggan bernegosiasi terkait adanya penyalahgunaan wewenang dan korupsi.
Garuda terjerat utang menggunung hingga Rp70 triliun sehingga perusahaan menderita kerugian. Pandemi COVID-19 juga membuat kinerja keuangan Garuda Indonesia semakin babak belur.
Kementerian BUMN menyebutkan salah satu biang kerok kerugian Garuda Indonesia adalah kesepakatan harga pesawat dari perusahaan lessor.
Baca juga: Wamen BUMN targetkan Garuda bergabung holding Aviata pada 2023
“Negosiasi harus dikerasi terutama mengenai leasing/lessor (menyediakan armada pesawat dengan skema sewa) pesawat yang dikorupsi dan harga terlalu mahal,” kata Erick.
Oleh karena itu, Erick menilai peluang untuk berkembang menjadi perusahaan yang kuat dan sehat ada pada Pelita Air Service (PAS) yang memang selama ini fokus pada penerbangan dalam negeri.
Pelita Air bisa dikembangkan, asal jangan ikut gaya-gayaan ke luar negeri. Karena penerbangan ke luar negeri itu bisa mengakibatkan tidak sehat dalam beroperasi, kata Erick.
Baca juga: Garuda Indonesia tanggapi putusan PN atas penolakan gugatan PKPU
Erick di Palembang, Minggu, mengatakan Garuda telah terjebak dalam bisnis yang tidak sehat ketika mulai menggarap rute penerbangan luar negeri.
Berdasarkan data Garuda Indonesia, diketahui penumpang tujuan domestik mendominasi sebanyak 78 persen dengan pendapatan mencapai Rp1.400 triliun. Sementara, jumlah penumpang tujuan luar negeri tercatat hanya 22 persen dengan perolehan Rp300 triliun.
“Garuda harus fokus pada domestik, saya yakin akan kembali sehat, tapi perlu waktu cukup lama,” kata Erick.
Baca juga: Serikat Karyawan Garuda berharap pemerintah selamatkan Garuda Indonesia
Untuk itu, Kementerian BUMN terus mengawal proses restrukturisasi yang sedang berlangsung di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Hanya saja dalam proses restrukturisasi itu, Erick mengaku dirinya enggan bernegosiasi terkait adanya penyalahgunaan wewenang dan korupsi.
Garuda terjerat utang menggunung hingga Rp70 triliun sehingga perusahaan menderita kerugian. Pandemi COVID-19 juga membuat kinerja keuangan Garuda Indonesia semakin babak belur.
Kementerian BUMN menyebutkan salah satu biang kerok kerugian Garuda Indonesia adalah kesepakatan harga pesawat dari perusahaan lessor.
Baca juga: Wamen BUMN targetkan Garuda bergabung holding Aviata pada 2023
“Negosiasi harus dikerasi terutama mengenai leasing/lessor (menyediakan armada pesawat dengan skema sewa) pesawat yang dikorupsi dan harga terlalu mahal,” kata Erick.
Oleh karena itu, Erick menilai peluang untuk berkembang menjadi perusahaan yang kuat dan sehat ada pada Pelita Air Service (PAS) yang memang selama ini fokus pada penerbangan dalam negeri.
Pelita Air bisa dikembangkan, asal jangan ikut gaya-gayaan ke luar negeri. Karena penerbangan ke luar negeri itu bisa mengakibatkan tidak sehat dalam beroperasi, kata Erick.
Baca juga: Garuda Indonesia tanggapi putusan PN atas penolakan gugatan PKPU