Jakarta (ANTARA) - Media massa dan masyarakat Inggris terus membahas kemenangan bersejarah timnas mereka atas Jerman dalam 16 besar Piala Eropa 2020.
"Saya teringat luka 1996 saat masih berusia 12 tahun dan harus pergi ke sekolah keesokan harinya,” kata Terence Michael Anthony, akuntan di London yang kini berusia 37 tahun. "Saya berdoa kami bisa membalasnya, tapi baru 25 tahun kemudian terwujud."
Adalah peristiwa Rabu 26 Juni 1996 yang dimaksudkan Anthony. Itu saat Inggris bertarung melawan Jerman di bumi sendiri, di stadion kebanggaan sendiri di Wembley, dalam semifinal Euro 96.
Alan Shearer membawa Inggris unggul 1-0 pada menit ketiga, tetapi 13 menit kemudian Stefan Kuntz menyamakan kedudukan. Posisi 1-1 tak berubah meskipun bola sudah disepak selama 120 menit.
Masuklah adu penalti. Lima penendang pertama Inggris dan Jerman sukses memasukkan bola, pun dengan Andreas Moller si penendang keenam Jerman. Tetapi giliran penendang keenam Inggris, Gareth Southgate, yang kini melatih Three Lions, kiper Andreas Kopke menepis tendangannya.
Inggris pun meraung dalam sedih dan nestapa. Impian mencapai final pertama Euro yang bisa menjadi jalan untuk trofi Euro pun sirna seketika. Lebih mengenaskan lagi, semua itu terjadi di tempat keramat di Stadion Wembley.
Sakit tiada terperi itu membekas lama, bukan hanya dalam diri Southagate, tetapi juga seluruh Inggris, termasuk Terence Michael Anthony itu.
Namun, manakala Raheem Sterling menjebol gawang Jerman pada menit ke-75 dalam 16 besar Euro 2020 yang juga digelar di Wembley, Selasa 29 Juni, emosi bahagia tumpah ke seisi stadion. Puas dan lega luar biasa itu kian menghebat tatkala Harry Kane menggandakan kedudukan pada menit ke-86.
"Rasanya emosi yang terpendam selama seperempat abad tumpah ruah di tribun ini," sambung si akuntan Terence Michael Anthony kepada Assosiated Press.
Ya, mengalahkan Jerman, apalagi dengan menjaga gawang sendiri tak kebobolan, bagaikan terbebas dari kutukan. Jerman yang tak saja seteru sejati Inggris di lapangan hijau tapi juga di pelataran politik, budaya dan ekonomi dari zaman ke zaman itu, sudah sering menghambat Inggris baik dalam Piala Eropa maupun Piala Dunia.
Kejayaan terbesar yang masih diingat Inggris hingga kini adalah menaklukkan Jerman 4-2 pada final Piala Dunia 1966. Tapi empat tahun kemudian Jerman membalas 3-1 dalam Piala Dunia 1970. Dua puluh tahun kemudian mereka bertemu lagi dalam semifinal Piala Dunia 1990, dan Inggris kalah adu penalti 4-3.
Luka kian menganga manakala Southgate gagal membalaskan kalah adu tendangan 12 pas itu, dalam semifinal Euro 1996. Dan meskipun dalam Euro 2000 Inggris menghindari kekalahan dari Jerman pada fase grup, dendam kesumat tak pernah surut.
Selanjutnya: gerbang optimisme menjadi juara
Oleh karena itu, kemenangan 2-0 atas Die Mannschaft itu terasa seperti membuka gerbang optimisme dan impian lama menjadi juara Eropa, apalagi semifinal dan final akan kembali digelar di Wembley.
Tapi sebelum itu, Inggris mesti mendatangi dulu Stadio Olimpico di Roma untuk meladeni tantangan Ukraina dalam perempatfinal Sabtu malam pekan ini.
Tanpa mengurangi respek kepada Ukraina, pemain-pemain Inggris dan juga masyarakat sepakbola Inggris tentu kini bertambah yakin mereka bisa melangkah jauh sekali dalam Euro kali ini.
Tak boleh berhenti
"Semua tim akan mewaspadai kami dan tahu bahwa kami berbahaya," kata Harry Kane seperti dikutip Reuters. “Kami tak boleh berhenti di sini. Semoga kami bisa kembali ke sini (Wembley) dalam semifinal dan final."
Itu mungkin sesumbar pemain yang sedang diliputi kegembiraan tinggi karena mencapai hasil tertinggi dari usaha tertinggi yang dikerahkan oleh sebuah tim.
Tetapi saat melawan Jerman itu, Inggris memang tampil mengesankan, sehingga pandangan sejumlah kalangan bahwa Three Lions favorit juara Euro 2020 pun semakin kuat.
Mantan pelatih klub-klub besar Eropa yang kini melatih AS Roma, Jose Mourinho, jauh-jauh hari mengatakan pemenang laga Inggris melawan Jerman akan mulus ke final.
Itu berarti Inggris akan mengalahkan Ukraina, dan kemudian Republik Ceko atau Denmark.
Bukan hanya karena peringkat, indeks, kualitas dan teknik skuad Inggris di atas kertas lebih baik dari ketiga tim itu, namun juga karena tak seperti Ukraina, Ceko atau Denmark, Three Lions tak terkalahkan dalam putaran final Euro 2020.
Statistik pertemuan Inggris dengan ketiga tim itu juga mengunggulkan Inggris. Jadi tak berlebihan kalau Mourinho mengatakan pemenang Inggris vs Jerman akan melangkah ke final.
Selanjutnya: Mari kita lihat statistik itu
Mari kita lihat statistik itu.
Dengan Ukraina yang menjadi lawannya dalam perempatfinal nanti, Inggris sudah delapan kali bertemu yang empat kali di antaranya dimenangi the three lions. Ukraina satu kali menang.
Salah satu kemenangan Inggris dicatat pada Euro 2012 ketika kedua negara bertemu untuk pertama kalinya dalam sebuah turnamen besar. Gol Wayne Rooney membuat Inggris menang 1-0 dalam pertandingan fase grup.
Walaupun dalam dua kualifikasi Piala Dunia 2014 keduanya seri, jika hasil Euro 2012 menjadi patokan, Inggris seharusnya bisa mengatasi Ukraina dalam perempatfinal nanti.
Jika itu terjadi, Republik Ceko atau Denmark menjadi lawan berikutnya Inggris dalam semifinal.
Inggris juga memiliki catatan lebih baik saat bertemu kedua negara itu. Dengan Republik Ceko, Inggris tak terkalahkan dalam 4 dari 5 pertemuan yang tiga di antaranya mereka menangkan.
Fase grup Euro 2020 lalu adalah satu-satunya pertemuan mereka dalam turnamen besar di mana gol Raheem Sterling membuat Inggris menaklukkan Ceko 1-0. Pun sewaktu Ceko masih menjadi bagian Cekoslovakia, Inggris hanya dua kali kalah dari total 12 pertemuan.
Kembali, jika statistik ini menjadi ukuran, maka Inggris bisa mengalahkan Ceko dalam semifinal.
Lalu bagaimana dengan Denmark? Inggris sudah 21 kali menghadapi tim ini yang 12 di antaranya dimenangkan Inggris dan hanya empat kali kalah.
Kedua negara pernah dua kali bertemu dalam turnamen besar, yakni fase grup Euro 1992 ketika berakhir seri 0-0 dan dalam babak kedua Piala Dunia 2002 di mana Inggris menang 3-0. Jadi, sekali lagi, di atas kertas, Inggris juga semestinya bisa mengalahkan Denmark.
Selanjutnya: bagaimana seandainya Inggris masuk final?
Euforia berlanjut
Lalu bagaimana seandainya Inggris masuk final? Jika dalam blok perempatfinal lain yang dihuni Swiss, Spanyol, Italia dan Belgia, yang maju ke final ternyata Swiss, maka Inggris kemungkinan besar menang karena dalam 26 kali pertemuan, Inggris menang 14 kali dan kalah 10 kali.
Dalam empat pertemuan Inggris dengan Swiss pada Piala Dunia 1954, Euro 1996 dan 2004, Inggris lebih superior ketimbang Swiss.
Pada Piala Dunia 1954, Inggris mengalahkan Swiss dalam fase grup. Ditahan seri pada fase grup Euro 1996, kemudian menang 3-0 pada fase grup Euro 2004 berkat dua gol Wayne Rooney dan satu gol Steven Gerard.
Tetapi akan lain ceritanya jika Italia, Belgia atau Spanyol yang masuk final.
Inggris tidak pernah bisa mengalahkan Italia dalam empat pertemuannya pada Piala Dunia dan Piala Eropa. Dari 27 pertemuan di antara mereka, Inggris kalah 11 kali dan menang 8 kali.
Di antara kekalahan Inggris itu adalah 0-1 pada Euro 1980, dan 1-2 pada Piala Dunia 1990 dan Piala Dunia 2014. Pada Euro 2012 mereka seri 0-0. Jadi, sekali lagi jika statistik ini menjadi ukuran, Inggris bakal terjegal Italia.
Jika Belgia yang ke final, Three Lions bisa membanggakan catatan 25 pertemuan yang 16 di antaranya mereka menangkan. Tetapi, Belgia lebih kinclong saat bertemu Inggris dalam Piala Dunia dan Piala Eropa.
Seri 4-4 dalam fase grup Piala Dunia 1954 dan seri 1-1 pada fase grup Euro 1980, Inggris menang 1-0 pada babak kedua Piala Dunia 1990.
Tetapi Belgia membalas dua kali pada Piala Dunia 2018, masing-masing 0-1 dalam fase grup dan 0-2 dalam perebutan tempat ketiga. Dua dari tiga gol Belgia itu diciptakan oleh Thomas Meunier dan Eden Hazard yang masih membela Belgia dalam Euro 2020.
Terakhir, jika dalam final melawan Spanyol, kemungkinan Inggris menang lebih besar.
Dari 27 pertemuan dengan Spanyol, Inggris menang 14 kali dan kalah 10 kali. Inggris juga lebih mengungguli Spanyol dalam empat pertemuannya pada Piala Piala Dunia dan Piala Eropa.
Kalah pada fase grup Piala Dunia 1950, Inggris membalas pada perempatfinal Euro 1968 dan fase grup Euro 1980. Setelah seri 0-0 dalam fase grup putaran kedua Piala Dunia 1982, Inggris menang adu penalti 4-2 dalam perempatfinal Euro 1996.
Tentu saja ini hanya dari satu parameter. Ada banyak faktor yang harus dilibatkan untuk menaksir peluang Inggris, termasuk faktor keberuntungan.
Yang pasti, euforia menang melawan Jerman pasti berlanjut dan membuat Inggris kian bernafsu mewujudkan impian juara Piala Eropa perdananya. Siapa tahu.
"Saya teringat luka 1996 saat masih berusia 12 tahun dan harus pergi ke sekolah keesokan harinya,” kata Terence Michael Anthony, akuntan di London yang kini berusia 37 tahun. "Saya berdoa kami bisa membalasnya, tapi baru 25 tahun kemudian terwujud."
Adalah peristiwa Rabu 26 Juni 1996 yang dimaksudkan Anthony. Itu saat Inggris bertarung melawan Jerman di bumi sendiri, di stadion kebanggaan sendiri di Wembley, dalam semifinal Euro 96.
Alan Shearer membawa Inggris unggul 1-0 pada menit ketiga, tetapi 13 menit kemudian Stefan Kuntz menyamakan kedudukan. Posisi 1-1 tak berubah meskipun bola sudah disepak selama 120 menit.
Masuklah adu penalti. Lima penendang pertama Inggris dan Jerman sukses memasukkan bola, pun dengan Andreas Moller si penendang keenam Jerman. Tetapi giliran penendang keenam Inggris, Gareth Southgate, yang kini melatih Three Lions, kiper Andreas Kopke menepis tendangannya.
Inggris pun meraung dalam sedih dan nestapa. Impian mencapai final pertama Euro yang bisa menjadi jalan untuk trofi Euro pun sirna seketika. Lebih mengenaskan lagi, semua itu terjadi di tempat keramat di Stadion Wembley.
Sakit tiada terperi itu membekas lama, bukan hanya dalam diri Southagate, tetapi juga seluruh Inggris, termasuk Terence Michael Anthony itu.
Namun, manakala Raheem Sterling menjebol gawang Jerman pada menit ke-75 dalam 16 besar Euro 2020 yang juga digelar di Wembley, Selasa 29 Juni, emosi bahagia tumpah ke seisi stadion. Puas dan lega luar biasa itu kian menghebat tatkala Harry Kane menggandakan kedudukan pada menit ke-86.
"Rasanya emosi yang terpendam selama seperempat abad tumpah ruah di tribun ini," sambung si akuntan Terence Michael Anthony kepada Assosiated Press.
Ya, mengalahkan Jerman, apalagi dengan menjaga gawang sendiri tak kebobolan, bagaikan terbebas dari kutukan. Jerman yang tak saja seteru sejati Inggris di lapangan hijau tapi juga di pelataran politik, budaya dan ekonomi dari zaman ke zaman itu, sudah sering menghambat Inggris baik dalam Piala Eropa maupun Piala Dunia.
Kejayaan terbesar yang masih diingat Inggris hingga kini adalah menaklukkan Jerman 4-2 pada final Piala Dunia 1966. Tapi empat tahun kemudian Jerman membalas 3-1 dalam Piala Dunia 1970. Dua puluh tahun kemudian mereka bertemu lagi dalam semifinal Piala Dunia 1990, dan Inggris kalah adu penalti 4-3.
Luka kian menganga manakala Southgate gagal membalaskan kalah adu tendangan 12 pas itu, dalam semifinal Euro 1996. Dan meskipun dalam Euro 2000 Inggris menghindari kekalahan dari Jerman pada fase grup, dendam kesumat tak pernah surut.
Selanjutnya: gerbang optimisme menjadi juara
Oleh karena itu, kemenangan 2-0 atas Die Mannschaft itu terasa seperti membuka gerbang optimisme dan impian lama menjadi juara Eropa, apalagi semifinal dan final akan kembali digelar di Wembley.
Tapi sebelum itu, Inggris mesti mendatangi dulu Stadio Olimpico di Roma untuk meladeni tantangan Ukraina dalam perempatfinal Sabtu malam pekan ini.
Tanpa mengurangi respek kepada Ukraina, pemain-pemain Inggris dan juga masyarakat sepakbola Inggris tentu kini bertambah yakin mereka bisa melangkah jauh sekali dalam Euro kali ini.
Tak boleh berhenti
"Semua tim akan mewaspadai kami dan tahu bahwa kami berbahaya," kata Harry Kane seperti dikutip Reuters. “Kami tak boleh berhenti di sini. Semoga kami bisa kembali ke sini (Wembley) dalam semifinal dan final."
Itu mungkin sesumbar pemain yang sedang diliputi kegembiraan tinggi karena mencapai hasil tertinggi dari usaha tertinggi yang dikerahkan oleh sebuah tim.
Tetapi saat melawan Jerman itu, Inggris memang tampil mengesankan, sehingga pandangan sejumlah kalangan bahwa Three Lions favorit juara Euro 2020 pun semakin kuat.
Mantan pelatih klub-klub besar Eropa yang kini melatih AS Roma, Jose Mourinho, jauh-jauh hari mengatakan pemenang laga Inggris melawan Jerman akan mulus ke final.
Itu berarti Inggris akan mengalahkan Ukraina, dan kemudian Republik Ceko atau Denmark.
Bukan hanya karena peringkat, indeks, kualitas dan teknik skuad Inggris di atas kertas lebih baik dari ketiga tim itu, namun juga karena tak seperti Ukraina, Ceko atau Denmark, Three Lions tak terkalahkan dalam putaran final Euro 2020.
Statistik pertemuan Inggris dengan ketiga tim itu juga mengunggulkan Inggris. Jadi tak berlebihan kalau Mourinho mengatakan pemenang Inggris vs Jerman akan melangkah ke final.
Selanjutnya: Mari kita lihat statistik itu
Mari kita lihat statistik itu.
Dengan Ukraina yang menjadi lawannya dalam perempatfinal nanti, Inggris sudah delapan kali bertemu yang empat kali di antaranya dimenangi the three lions. Ukraina satu kali menang.
Salah satu kemenangan Inggris dicatat pada Euro 2012 ketika kedua negara bertemu untuk pertama kalinya dalam sebuah turnamen besar. Gol Wayne Rooney membuat Inggris menang 1-0 dalam pertandingan fase grup.
Walaupun dalam dua kualifikasi Piala Dunia 2014 keduanya seri, jika hasil Euro 2012 menjadi patokan, Inggris seharusnya bisa mengatasi Ukraina dalam perempatfinal nanti.
Jika itu terjadi, Republik Ceko atau Denmark menjadi lawan berikutnya Inggris dalam semifinal.
Inggris juga memiliki catatan lebih baik saat bertemu kedua negara itu. Dengan Republik Ceko, Inggris tak terkalahkan dalam 4 dari 5 pertemuan yang tiga di antaranya mereka menangkan.
Fase grup Euro 2020 lalu adalah satu-satunya pertemuan mereka dalam turnamen besar di mana gol Raheem Sterling membuat Inggris menaklukkan Ceko 1-0. Pun sewaktu Ceko masih menjadi bagian Cekoslovakia, Inggris hanya dua kali kalah dari total 12 pertemuan.
Kembali, jika statistik ini menjadi ukuran, maka Inggris bisa mengalahkan Ceko dalam semifinal.
Lalu bagaimana dengan Denmark? Inggris sudah 21 kali menghadapi tim ini yang 12 di antaranya dimenangkan Inggris dan hanya empat kali kalah.
Kedua negara pernah dua kali bertemu dalam turnamen besar, yakni fase grup Euro 1992 ketika berakhir seri 0-0 dan dalam babak kedua Piala Dunia 2002 di mana Inggris menang 3-0. Jadi, sekali lagi, di atas kertas, Inggris juga semestinya bisa mengalahkan Denmark.
Selanjutnya: bagaimana seandainya Inggris masuk final?
Euforia berlanjut
Lalu bagaimana seandainya Inggris masuk final? Jika dalam blok perempatfinal lain yang dihuni Swiss, Spanyol, Italia dan Belgia, yang maju ke final ternyata Swiss, maka Inggris kemungkinan besar menang karena dalam 26 kali pertemuan, Inggris menang 14 kali dan kalah 10 kali.
Dalam empat pertemuan Inggris dengan Swiss pada Piala Dunia 1954, Euro 1996 dan 2004, Inggris lebih superior ketimbang Swiss.
Pada Piala Dunia 1954, Inggris mengalahkan Swiss dalam fase grup. Ditahan seri pada fase grup Euro 1996, kemudian menang 3-0 pada fase grup Euro 2004 berkat dua gol Wayne Rooney dan satu gol Steven Gerard.
Tetapi akan lain ceritanya jika Italia, Belgia atau Spanyol yang masuk final.
Inggris tidak pernah bisa mengalahkan Italia dalam empat pertemuannya pada Piala Dunia dan Piala Eropa. Dari 27 pertemuan di antara mereka, Inggris kalah 11 kali dan menang 8 kali.
Di antara kekalahan Inggris itu adalah 0-1 pada Euro 1980, dan 1-2 pada Piala Dunia 1990 dan Piala Dunia 2014. Pada Euro 2012 mereka seri 0-0. Jadi, sekali lagi jika statistik ini menjadi ukuran, Inggris bakal terjegal Italia.
Jika Belgia yang ke final, Three Lions bisa membanggakan catatan 25 pertemuan yang 16 di antaranya mereka menangkan. Tetapi, Belgia lebih kinclong saat bertemu Inggris dalam Piala Dunia dan Piala Eropa.
Seri 4-4 dalam fase grup Piala Dunia 1954 dan seri 1-1 pada fase grup Euro 1980, Inggris menang 1-0 pada babak kedua Piala Dunia 1990.
Tetapi Belgia membalas dua kali pada Piala Dunia 2018, masing-masing 0-1 dalam fase grup dan 0-2 dalam perebutan tempat ketiga. Dua dari tiga gol Belgia itu diciptakan oleh Thomas Meunier dan Eden Hazard yang masih membela Belgia dalam Euro 2020.
Terakhir, jika dalam final melawan Spanyol, kemungkinan Inggris menang lebih besar.
Dari 27 pertemuan dengan Spanyol, Inggris menang 14 kali dan kalah 10 kali. Inggris juga lebih mengungguli Spanyol dalam empat pertemuannya pada Piala Piala Dunia dan Piala Eropa.
Kalah pada fase grup Piala Dunia 1950, Inggris membalas pada perempatfinal Euro 1968 dan fase grup Euro 1980. Setelah seri 0-0 dalam fase grup putaran kedua Piala Dunia 1982, Inggris menang adu penalti 4-2 dalam perempatfinal Euro 1996.
Tentu saja ini hanya dari satu parameter. Ada banyak faktor yang harus dilibatkan untuk menaksir peluang Inggris, termasuk faktor keberuntungan.
Yang pasti, euforia menang melawan Jerman pasti berlanjut dan membuat Inggris kian bernafsu mewujudkan impian juara Piala Eropa perdananya. Siapa tahu.