Yogyakarta (ANTARA) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengko Buwono X menegaskan bahwa kebijakan "lockdown" merupakan pilihan terakhir yang akan ditempuh apabila tidak ada cara lain untuk menekan lonjakan kasus COVID-19 di provinsi ini .
"Itu pilihan terakhir," ujar Sri Sultan seusai rapat koordonasi menyikapi lonjakan kasus COVID-19 di DIY di Kepatihan, Yogyakarta, Senin.
Raja Keraton Yogyakarta ini menuturkan bahwa kebijakan pengendalian penularan COVID-19 yang ditempuh saat ini tetap berupa perpanjangan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro melalui Ingub yang telah diteken pada 15 Juni 2021.
Menurut dia, lockdown memiliki konsekuensi yang tidak mudah karena pemerintah harus mengganti biaya hidup seluruh warga selama kebijakan itu diterapkan sehingga opsi tersebut tidak mungkin ditempuh saat ini.
"Enggak ada kalimat 'lockdown'. Saya enggak kuat 'ngeragati' (membiayai) rakyat se-Yogyakarta," ucap Sultan.
Dengan menerapkan lockdown, lanjut dia, artinya seluruh kegiatan masyarakat di luar rumah ditiadakan. Aktivitas ekonomi di luar rumah harus ditutup, kecuali apotek atau pusat perbelanjaan.
"Yang lain tutup. Pemerintah (harus) ganti duwit (uang) masyarakat untuk makan. Lha kalau kita kan enggak kuat," kata dia lagi.
Kendati pada Jumat (18/6) sempat melontarkan wacana "lockdown, menurut Gubernur DIY, hal itu bertujuan untuk menggugah kesadaran warganya agar lebih disiplin menerapkan protokol kesehatan serta mengurangi mobilitas.
"Kita kan enggak sampai di sana, dalam arti ingin membangun bagaimana masyarakat tumbuh kesadaran. Bagaimana dengan kenaikan pandemi ini mau toleransi sama orang lain," katanya.
Sultan memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan di DIY tetap sejalan dengan pemerintah pusat, yakni menyeimbangkan aspek ekonomi dengan kesehatan.
Ia meyakini tidak ada warga DIY yang tidak paham dengan pentingnya protokol kesehatan, khususnya kedisiplinan memakai masker serta menghindari kerumunan untuk mencegah penularan.
"Wong sudah satu setengah tahun (pandemi) kok tidak tahu," kata dia.
Menurut Sultan, rapat koordinasi yang melibatkan bupati/wali kota, para akademisi serta sejumlah manajemen rumah sakit di DIY bermuara pada satu kebijakan yakni membatasi mobilitas masyarakat untuk mencegah munculnya kerumunan.
Seiring tingginya kasus penularan di DIY, ia meminta bupati/wali kota menambah kamar untuk penanganan COVID-19 hingga level kelurahan baik untuk warga yang terkonfirmasi positif maupun untuk keperluan karantina serta meminta pembentukan satgas di kelurahan segera dituntaskan.
"Itu pilihan terakhir," ujar Sri Sultan seusai rapat koordonasi menyikapi lonjakan kasus COVID-19 di DIY di Kepatihan, Yogyakarta, Senin.
Raja Keraton Yogyakarta ini menuturkan bahwa kebijakan pengendalian penularan COVID-19 yang ditempuh saat ini tetap berupa perpanjangan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro melalui Ingub yang telah diteken pada 15 Juni 2021.
Menurut dia, lockdown memiliki konsekuensi yang tidak mudah karena pemerintah harus mengganti biaya hidup seluruh warga selama kebijakan itu diterapkan sehingga opsi tersebut tidak mungkin ditempuh saat ini.
"Enggak ada kalimat 'lockdown'. Saya enggak kuat 'ngeragati' (membiayai) rakyat se-Yogyakarta," ucap Sultan.
Dengan menerapkan lockdown, lanjut dia, artinya seluruh kegiatan masyarakat di luar rumah ditiadakan. Aktivitas ekonomi di luar rumah harus ditutup, kecuali apotek atau pusat perbelanjaan.
"Yang lain tutup. Pemerintah (harus) ganti duwit (uang) masyarakat untuk makan. Lha kalau kita kan enggak kuat," kata dia lagi.
Kendati pada Jumat (18/6) sempat melontarkan wacana "lockdown, menurut Gubernur DIY, hal itu bertujuan untuk menggugah kesadaran warganya agar lebih disiplin menerapkan protokol kesehatan serta mengurangi mobilitas.
"Kita kan enggak sampai di sana, dalam arti ingin membangun bagaimana masyarakat tumbuh kesadaran. Bagaimana dengan kenaikan pandemi ini mau toleransi sama orang lain," katanya.
Sultan memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan di DIY tetap sejalan dengan pemerintah pusat, yakni menyeimbangkan aspek ekonomi dengan kesehatan.
Ia meyakini tidak ada warga DIY yang tidak paham dengan pentingnya protokol kesehatan, khususnya kedisiplinan memakai masker serta menghindari kerumunan untuk mencegah penularan.
"Wong sudah satu setengah tahun (pandemi) kok tidak tahu," kata dia.
Menurut Sultan, rapat koordinasi yang melibatkan bupati/wali kota, para akademisi serta sejumlah manajemen rumah sakit di DIY bermuara pada satu kebijakan yakni membatasi mobilitas masyarakat untuk mencegah munculnya kerumunan.
Seiring tingginya kasus penularan di DIY, ia meminta bupati/wali kota menambah kamar untuk penanganan COVID-19 hingga level kelurahan baik untuk warga yang terkonfirmasi positif maupun untuk keperluan karantina serta meminta pembentukan satgas di kelurahan segera dituntaskan.