Jakarta (ANTARA) - Dalam testimoni singkat di buku “Menguak Hikmah Kearifan Haji Leman”, Gubernur Kalimantan Selatan masa bakti 2016 – 2021 Sahbirin Noor menyebutkan bahwa sosok almarhum H Abdussamad Sulaiman HB atau yang lebih dikenal dengan nama Haji Leman, pendiri Hasnur Grup, patut menjadi teladan.
Di buku yang berisi catatan pinggir dari para tokoh dan sahabat, Sahbirin Noor menggambarkan perjuangan H.Leman selaku pengusaha dari pedalaman yang mampu menaklukkan banyak tantangan sehingga akhirnya bisa menjadi pengusaha andal yang banyak memberikan sumbangan bagi kemajuan Banua, sebutan untuk Kalimantan Selatan.
Haji Leman juga dikenal memiliki tekad kuat untuk memajukan daerah kelahiran dan masyarakat yang sangat dia cintai, baik yang berada di Kalimantan Selatan maupun di Kalimantan Tengah.
Nama Hasnur sesungguhnya merupakan gabungan nama Haji Abdussamad Sulaiman HB (HAS) dan istrinya Hajah Nurhayati (Nur). Saat ini Hasnur Grup menjadi sebuah "holding company" (perusahaan induk) yang membawahi sekitar 57 anak perusahaan yang beroperasi di bawah naungan 6 Strategic Bussines Unit (SBU) yang saling terintegrasi, yaitu agribisnis, kehutanan, pertambangan, jasa, media dan logistik.
Abdussamad Sulaiman atau Leman lahir di Marabahan, Barito Kuala dan tumbuh dalam sebuah keluarga pengusaha yang sederhana, mandiri dan relijius. Latar belakang tersebut turut membentuk sosok Leman sebagai seorang pekerja keras sejak belia, berjiwa filantrofi, dan tawaduk kepada orang tua, para ulama dan habaib.
Naluri dan jiwa usaha pria keturunan asli Dayak Bakumpai ini telah tampak sejak usia dini, yang kemudian diasah oleh sang ayah sejak dia lulus dari SD. Berbekal uang Rp300, Leman muda memulai usaha beternak ayam di kolong rumahnya, dan seiring waktu, usahanya pun berkembang dengan menambahkan usaha ternak itik.
Tidak butuh waktu lama bagi Leman muda untuk mulai menikmati hasil usahanya yang dilakukan sambil bersekolah di tingkat SMP. Memiliki sepeda motor merek Sundap, adalah bukti dari hasil kerja keras, ketekunan dan doanya dalam menjalankan usaha peternakan. Sebuah pencapaian yang membanggakan bagi anak seusia dia saat itu. Kenangan tersebut selalu membekas sampai dengan akhir hayatnya, kenang Almin Hatta, mantan pimpinan redaksi Harian Media Kalimantan mengungkapkan sosok H.Leman.
Menginjak usia 15 tahun, kondisi kesehatan ayah Leman memburuk, Leman muda pun memutuskan untuk berhenti sekolah saat duduk di bangku SMP karena berkeinginan untuk merawat sang ayah. Sebagai putera satu-satunya di keluarga, dia ingin meneruskan usaha angkutan sungai ayahnya. Bermodalkan dua buah kapal kecil dan 5 tongkang, serta keyakinan atas rahmat Allah Yang Maha Pemurah, Leman muda memulai lembaran baru dalam kehidupannya. Ternyata ini menjadi sebuah keputusan terpenting dalam kehidupannya, dan menjadi sebuah keputusan yang turut merubah nasib ribuan, bahkan jutaan orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Di usia yang tergolong masih teramat muda, Leman memasuki dunia usaha dengan melayani jasa pengangkutan sungai, yang kemudian secara perlahan berkembang dengan pesat hingga akhirnya merambah ke transportasi angkutan barang Banjarmasin-Semarang, lalu kemudian berkembang kembali untuk melayani rute Banjarmasin-Surabaya.
Dalam periode inilah naluri bisnis Leman muda semakin terasah. Memanfaatkan jalur transportasi yang dimilikinya, Leman mulai mengirim dan menjual kayu galam, sebuah pohon endemik rawa-rawa di Kalimantan Selatan yang dapat digunakan sebagai scaffolding ke Surabaya. Tidak hanya sampai di situ, Leman tak segan untuk berhubungan dengan Hopman, seorang pengusaha pemegang hak operasional kapal, milik Gereja Kalteng Engelis.
Bermodalkan dua dari empat kapal Hopman yang masih layak dioperasionalkan, Leman melebarkan sayap usahanya untuk menarik kapal-kapal layar yang saat itu masih banyak digunakan, dari Pelabuhan Trisakti ke muara Sungai Barito.
Wujud tanggung jawab dan kecintaannya terhadap apa yang dia kerjakan tetap tercermin saat usahanya telah berkembang. Salah seorang putranya H. Rachmadi Sulaiman HB dalam buku "Menguak Hikmah Kearifan Haji Leman" mengisahkan bukan hal yang aneh bagi Rachmadi, ayahnya turun sendiri secara langsung di hampir setiap pengiriman komoditas kayu.
"Bahkan, beliau tidak sungkan untuk menceburkan diri ke dalam sungai yang tergolong tidak bersih hanya untuk memastikan semuanya sesuai dengan harapan dan peraturan," katanya.
Tekad dan berbagai macam kerasnya pengalaman kehidupan yang harus dijalani oleh Leman dalam usia yang terbilang masih belia, seakan melunak saat dirinya bertemu dengan Siti Nurhayati. Seorang gadis sederhana dan santun, putri dari pemilik warung dimana Leman sering menghabiskan waktu, tidak hanya untuk menikmati makanan yang ada tapi sekaligus dapat melihat sang pujaan hati.
Keduanya memutuskan untuk menikah. Dan mulai saat itu dimulailah kehidupan pasang surut kedua pasangan suami istri ini dalam membesarkan usaha yang mereka bangun bersama. Kegigihan Leman yang didukung oleh doa, kesabaran serta kesetiaan Nurhayati selama bertahun-tahun, adalah kunci kesuksesan pasangan suami istri ini, hingga usaha mereka berdua menjelma menjadi salah satu perusahaan lokal tersukses di tanah Banua.
Dalam bersosialisasi, Haji Leman tidak pernah mengotak-ngotakkan seseorang berdasarkan golongan atau latar belakang. Leman selalu berperilaku santun terhadap sesama, tidak pernah berburuk sangka dan selalu menghormati setiap tamu atau lawan bicaranya. Maka tidak heran jika sepanjang hidupnya, dia senantiasa didaulat sebagai tokoh pemersatu dan yang sosok dituakan masyarakat luas, baik itu dalam permasalahan usaha, politik, organisasi, sampai masalah dalam bermasyarakat. Bahkan sampai dengan akhir hayatnya, Haji Leman masih menjabat sebagai Ketua Kerukunan Keluarga Bakumpai pusat.
Di sisi lain, sebagai seorang yang terlahir di keluarga relijius, Haji Leman tidak pernah lupa untuk selalu menjalin tali silaturahmi dengan para pemuka agama, khususnya para pemuka agama Islam. Dia selalu hadir dalam upaya memakmurkan pondok pesantren, masjid, serta turut bersumbangsih dalam hampir setiap kegiatan keagamaan.
Wali Kota Banjarmasin 2016-2021 Ibnu Sina menjelaskan kedermawanan Haji Leman dalam hal agama. Hal itu ditunjukkan dengan bantuan yang diberikannya kepada hampir semua masjid yang terdapat di sepanjang Daerah Aliran Sungai Barito, bahkan sampai yang terdapat di pedalaman.
Klub sepak bola
Bagi para pecinta Liga Divisi I sepak bola Indonesia, PS Barito Putera bukanlah nama asing namun hanya segelintir yang mengetahui sosok Haji Leman sebagai pendiri dan pemilik klub sepak bola terbesar dari Kalimatan Selatan ini.
Kecintaannya kepada sepakbola sangatlah sukar dicari perbandingannya, bahkan dalam sebuah wawancara, Haji Leman menyatakan, “Kalau aku sudah tak punya harta, tanganku pun akan aku gadaikan untuk Barito Putera”. Itulah bentuk komitmennya yang tidak saja terhadap sepakbola, tetapi juga kepada masyarakat Banua secara lebih luas.
Dalam tulisannya, kapten legendaris Barito Putera (1989-2000) Frans Sinatra Huwae, menyatakan tidak ada seorang pun yang ia kenal yang begitu mencintai sepak bola secara universal seperti halnya Haji Leman.
“Beliau tidak saja mencintai bola, tapi bola sudah mengalir di dalam darahnya, karena begitu besar upaya dan keikhlasan beliau dalam membesarkan sepakbola di Banua dan di Indonesia,” katanya.
Dalam menjalankan usaha dan membangun kehidupan peribadinya, pasangan suami istri H Leman dan Hajah Nurhayati tidak pernah melupakan atau meninggalkan masyarakat dengan begitu saja. Suatu hal yang sangat jarang dapat ditemukan dalam sosok pengusaha saat ini. Bagi mereka berdua, rezeki dan kesempatan yang telah diperoleh merupakan mandat dari Allah SWT agar dapat membantu sesama, serta memakmurkan Islam sebagai agama yang dianut mereka.
Dalam sebuah wawancara bersama mantan pimpinan redaksi Media Kalimantan Almin Hatta, Siti Nurhayati mengatakan, “Saya selalu mendorong keluarga saya untuk berbuat sebanyak mungkin kebaikan untuk masyarakat, terutama masyarakat yang kesusahan, masyarakat di sekitar perusahaan, dan tentu saja para tetangga yang kurang berkecukupan.”
Untuk dapat menjalankan mandat tersebut, maka didirikanlah Yayasan Hasnur Center sebagai wadah penyaluran untuk memajukan dan membangun Banua, terutama dalam hal sumber daya manusianya, melalui pendidikan dan berbagai macam kegiatan sosial terkait lainnya.
Masih jelas dalam ingatan Ir. Subhan Syarief MT, salah seorang tokoh arsitek senior Indonesia, bagaimana Haji Leman berupaya untuk mewujudkan cita-citanya mendirikan sekolah unggulan di mana 30 persen dari muridnya adalah mereka yang berasal dari golongan yang tidak mampu. Dan saat itu Subhan pun berpendapat bahwa seandainya para pengusaha sukses di Indonesia mempunyai visi dan cita-cita yang sama seperti Haji Leman, maka niscaya kemiskinan tidak akan ditemukan di Indonesia.
Di bawah Yayasan Hasnur Center, berdirilah berbagai macam fasilitas pendidikan agar tercipta generasi muda Banua yang lebih baik dan siap menghadapi tantangan di masa depan. Melalui yayasan ini pula, berbagai macam bantuan kemanusiaan, kegiatan keagamaan, serta berbagai macam bantuan sosial lainnya disalurkan sebagai bentuk perwujudan dari semangat Haji Leman dan Hajjah Nurhayati, yaitu “Tumbuh dan Berkembang Bersama untuk Membangun Masa Depan”.
Tidak ada gading yang tak retak, dan kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata. Sebagai manusia biasa, tentu masih banyak hal yang belum dapat terlaksana dan masih banyak kekurangan yang terjadi. Namun kecintaan Haji Leman terhadap Banua, bangsa dan negara bukan suatu hal yang patut diragukan.
Pada 14 Juni 2015, Haji Abdussamad Sulaiman HB wafat, dan tak lama setelahnya pada 2 Januari 2016, sang istri tercinta Hajah Siti Nurhayati pun menyusul. Banua bersedih karena telah kehilangan putra-putri terbaiknya. Namun filosofi, dan pandangan kehidupan yang telah dicontohkah oleh kedua tokoh panutan ini akan menjadi warisan abadi, layaknya mutiara yang tidak pernah redup dalam memantulkan sinarnya yang menyejukkan.
Di buku yang berisi catatan pinggir dari para tokoh dan sahabat, Sahbirin Noor menggambarkan perjuangan H.Leman selaku pengusaha dari pedalaman yang mampu menaklukkan banyak tantangan sehingga akhirnya bisa menjadi pengusaha andal yang banyak memberikan sumbangan bagi kemajuan Banua, sebutan untuk Kalimantan Selatan.
Haji Leman juga dikenal memiliki tekad kuat untuk memajukan daerah kelahiran dan masyarakat yang sangat dia cintai, baik yang berada di Kalimantan Selatan maupun di Kalimantan Tengah.
Nama Hasnur sesungguhnya merupakan gabungan nama Haji Abdussamad Sulaiman HB (HAS) dan istrinya Hajah Nurhayati (Nur). Saat ini Hasnur Grup menjadi sebuah "holding company" (perusahaan induk) yang membawahi sekitar 57 anak perusahaan yang beroperasi di bawah naungan 6 Strategic Bussines Unit (SBU) yang saling terintegrasi, yaitu agribisnis, kehutanan, pertambangan, jasa, media dan logistik.
Abdussamad Sulaiman atau Leman lahir di Marabahan, Barito Kuala dan tumbuh dalam sebuah keluarga pengusaha yang sederhana, mandiri dan relijius. Latar belakang tersebut turut membentuk sosok Leman sebagai seorang pekerja keras sejak belia, berjiwa filantrofi, dan tawaduk kepada orang tua, para ulama dan habaib.
Naluri dan jiwa usaha pria keturunan asli Dayak Bakumpai ini telah tampak sejak usia dini, yang kemudian diasah oleh sang ayah sejak dia lulus dari SD. Berbekal uang Rp300, Leman muda memulai usaha beternak ayam di kolong rumahnya, dan seiring waktu, usahanya pun berkembang dengan menambahkan usaha ternak itik.
Tidak butuh waktu lama bagi Leman muda untuk mulai menikmati hasil usahanya yang dilakukan sambil bersekolah di tingkat SMP. Memiliki sepeda motor merek Sundap, adalah bukti dari hasil kerja keras, ketekunan dan doanya dalam menjalankan usaha peternakan. Sebuah pencapaian yang membanggakan bagi anak seusia dia saat itu. Kenangan tersebut selalu membekas sampai dengan akhir hayatnya, kenang Almin Hatta, mantan pimpinan redaksi Harian Media Kalimantan mengungkapkan sosok H.Leman.
Menginjak usia 15 tahun, kondisi kesehatan ayah Leman memburuk, Leman muda pun memutuskan untuk berhenti sekolah saat duduk di bangku SMP karena berkeinginan untuk merawat sang ayah. Sebagai putera satu-satunya di keluarga, dia ingin meneruskan usaha angkutan sungai ayahnya. Bermodalkan dua buah kapal kecil dan 5 tongkang, serta keyakinan atas rahmat Allah Yang Maha Pemurah, Leman muda memulai lembaran baru dalam kehidupannya. Ternyata ini menjadi sebuah keputusan terpenting dalam kehidupannya, dan menjadi sebuah keputusan yang turut merubah nasib ribuan, bahkan jutaan orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Di usia yang tergolong masih teramat muda, Leman memasuki dunia usaha dengan melayani jasa pengangkutan sungai, yang kemudian secara perlahan berkembang dengan pesat hingga akhirnya merambah ke transportasi angkutan barang Banjarmasin-Semarang, lalu kemudian berkembang kembali untuk melayani rute Banjarmasin-Surabaya.
Dalam periode inilah naluri bisnis Leman muda semakin terasah. Memanfaatkan jalur transportasi yang dimilikinya, Leman mulai mengirim dan menjual kayu galam, sebuah pohon endemik rawa-rawa di Kalimantan Selatan yang dapat digunakan sebagai scaffolding ke Surabaya. Tidak hanya sampai di situ, Leman tak segan untuk berhubungan dengan Hopman, seorang pengusaha pemegang hak operasional kapal, milik Gereja Kalteng Engelis.
Bermodalkan dua dari empat kapal Hopman yang masih layak dioperasionalkan, Leman melebarkan sayap usahanya untuk menarik kapal-kapal layar yang saat itu masih banyak digunakan, dari Pelabuhan Trisakti ke muara Sungai Barito.
Wujud tanggung jawab dan kecintaannya terhadap apa yang dia kerjakan tetap tercermin saat usahanya telah berkembang. Salah seorang putranya H. Rachmadi Sulaiman HB dalam buku "Menguak Hikmah Kearifan Haji Leman" mengisahkan bukan hal yang aneh bagi Rachmadi, ayahnya turun sendiri secara langsung di hampir setiap pengiriman komoditas kayu.
"Bahkan, beliau tidak sungkan untuk menceburkan diri ke dalam sungai yang tergolong tidak bersih hanya untuk memastikan semuanya sesuai dengan harapan dan peraturan," katanya.
Tekad dan berbagai macam kerasnya pengalaman kehidupan yang harus dijalani oleh Leman dalam usia yang terbilang masih belia, seakan melunak saat dirinya bertemu dengan Siti Nurhayati. Seorang gadis sederhana dan santun, putri dari pemilik warung dimana Leman sering menghabiskan waktu, tidak hanya untuk menikmati makanan yang ada tapi sekaligus dapat melihat sang pujaan hati.
Keduanya memutuskan untuk menikah. Dan mulai saat itu dimulailah kehidupan pasang surut kedua pasangan suami istri ini dalam membesarkan usaha yang mereka bangun bersama. Kegigihan Leman yang didukung oleh doa, kesabaran serta kesetiaan Nurhayati selama bertahun-tahun, adalah kunci kesuksesan pasangan suami istri ini, hingga usaha mereka berdua menjelma menjadi salah satu perusahaan lokal tersukses di tanah Banua.
Dalam bersosialisasi, Haji Leman tidak pernah mengotak-ngotakkan seseorang berdasarkan golongan atau latar belakang. Leman selalu berperilaku santun terhadap sesama, tidak pernah berburuk sangka dan selalu menghormati setiap tamu atau lawan bicaranya. Maka tidak heran jika sepanjang hidupnya, dia senantiasa didaulat sebagai tokoh pemersatu dan yang sosok dituakan masyarakat luas, baik itu dalam permasalahan usaha, politik, organisasi, sampai masalah dalam bermasyarakat. Bahkan sampai dengan akhir hayatnya, Haji Leman masih menjabat sebagai Ketua Kerukunan Keluarga Bakumpai pusat.
Di sisi lain, sebagai seorang yang terlahir di keluarga relijius, Haji Leman tidak pernah lupa untuk selalu menjalin tali silaturahmi dengan para pemuka agama, khususnya para pemuka agama Islam. Dia selalu hadir dalam upaya memakmurkan pondok pesantren, masjid, serta turut bersumbangsih dalam hampir setiap kegiatan keagamaan.
Wali Kota Banjarmasin 2016-2021 Ibnu Sina menjelaskan kedermawanan Haji Leman dalam hal agama. Hal itu ditunjukkan dengan bantuan yang diberikannya kepada hampir semua masjid yang terdapat di sepanjang Daerah Aliran Sungai Barito, bahkan sampai yang terdapat di pedalaman.
Klub sepak bola
Bagi para pecinta Liga Divisi I sepak bola Indonesia, PS Barito Putera bukanlah nama asing namun hanya segelintir yang mengetahui sosok Haji Leman sebagai pendiri dan pemilik klub sepak bola terbesar dari Kalimatan Selatan ini.
Kecintaannya kepada sepakbola sangatlah sukar dicari perbandingannya, bahkan dalam sebuah wawancara, Haji Leman menyatakan, “Kalau aku sudah tak punya harta, tanganku pun akan aku gadaikan untuk Barito Putera”. Itulah bentuk komitmennya yang tidak saja terhadap sepakbola, tetapi juga kepada masyarakat Banua secara lebih luas.
Dalam tulisannya, kapten legendaris Barito Putera (1989-2000) Frans Sinatra Huwae, menyatakan tidak ada seorang pun yang ia kenal yang begitu mencintai sepak bola secara universal seperti halnya Haji Leman.
“Beliau tidak saja mencintai bola, tapi bola sudah mengalir di dalam darahnya, karena begitu besar upaya dan keikhlasan beliau dalam membesarkan sepakbola di Banua dan di Indonesia,” katanya.
Dalam menjalankan usaha dan membangun kehidupan peribadinya, pasangan suami istri H Leman dan Hajah Nurhayati tidak pernah melupakan atau meninggalkan masyarakat dengan begitu saja. Suatu hal yang sangat jarang dapat ditemukan dalam sosok pengusaha saat ini. Bagi mereka berdua, rezeki dan kesempatan yang telah diperoleh merupakan mandat dari Allah SWT agar dapat membantu sesama, serta memakmurkan Islam sebagai agama yang dianut mereka.
Dalam sebuah wawancara bersama mantan pimpinan redaksi Media Kalimantan Almin Hatta, Siti Nurhayati mengatakan, “Saya selalu mendorong keluarga saya untuk berbuat sebanyak mungkin kebaikan untuk masyarakat, terutama masyarakat yang kesusahan, masyarakat di sekitar perusahaan, dan tentu saja para tetangga yang kurang berkecukupan.”
Untuk dapat menjalankan mandat tersebut, maka didirikanlah Yayasan Hasnur Center sebagai wadah penyaluran untuk memajukan dan membangun Banua, terutama dalam hal sumber daya manusianya, melalui pendidikan dan berbagai macam kegiatan sosial terkait lainnya.
Masih jelas dalam ingatan Ir. Subhan Syarief MT, salah seorang tokoh arsitek senior Indonesia, bagaimana Haji Leman berupaya untuk mewujudkan cita-citanya mendirikan sekolah unggulan di mana 30 persen dari muridnya adalah mereka yang berasal dari golongan yang tidak mampu. Dan saat itu Subhan pun berpendapat bahwa seandainya para pengusaha sukses di Indonesia mempunyai visi dan cita-cita yang sama seperti Haji Leman, maka niscaya kemiskinan tidak akan ditemukan di Indonesia.
Di bawah Yayasan Hasnur Center, berdirilah berbagai macam fasilitas pendidikan agar tercipta generasi muda Banua yang lebih baik dan siap menghadapi tantangan di masa depan. Melalui yayasan ini pula, berbagai macam bantuan kemanusiaan, kegiatan keagamaan, serta berbagai macam bantuan sosial lainnya disalurkan sebagai bentuk perwujudan dari semangat Haji Leman dan Hajjah Nurhayati, yaitu “Tumbuh dan Berkembang Bersama untuk Membangun Masa Depan”.
Tidak ada gading yang tak retak, dan kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata. Sebagai manusia biasa, tentu masih banyak hal yang belum dapat terlaksana dan masih banyak kekurangan yang terjadi. Namun kecintaan Haji Leman terhadap Banua, bangsa dan negara bukan suatu hal yang patut diragukan.
Pada 14 Juni 2015, Haji Abdussamad Sulaiman HB wafat, dan tak lama setelahnya pada 2 Januari 2016, sang istri tercinta Hajah Siti Nurhayati pun menyusul. Banua bersedih karena telah kehilangan putra-putri terbaiknya. Namun filosofi, dan pandangan kehidupan yang telah dicontohkah oleh kedua tokoh panutan ini akan menjadi warisan abadi, layaknya mutiara yang tidak pernah redup dalam memantulkan sinarnya yang menyejukkan.