Jakarta (ANTARA) - Walt Disney Studios menghadirkan kisah dari salah satu tokoh antagonis paling ikonik dalam film “Cruella”. Berlatar di kota London tahun 1970-an, di tengah revolusi punk rock, “Cruella” mengajak para penggemar untuk mengikuti kisah Estella, seorang gadis cerdas dan kreatif dengan ambisi besar dalam dunia fesyen.
Estella (Emma Stone) merupakan sosok yang penuh energi, sangat kreatif, dan ia selalu melihat dunia melalui sebuah perspektif yang unik.
Setelah kehilangan ibunya akibat sebuah kejadian yang menyedihkan, Estella harus bertahan hidup sendiri, hingga akhirnya bertemu dengan kedua temannya, Horace (Paul Walter Hauser) dan Jasper (Joel Fry).
Mereka bertumbuh bersama sampai dewasa, hingga suatu saat, Estella akhirnya berhasil bekerja di dunia fesyen dan menarik perhatian sosok paling legendaris dalam industri mode pada saat itu, Baroness von Hellman (Emma Thompson).
Estella merasa sangat senang karena ia telah menemukan sosok mentor yang ia butuhkan, akan tetapi, semua berubah saat ia dihadapkan dengan sebuah fakta yang tak terduga.
Film dibuka dengan eksposisi dari Estella / Cruella dewasa yang menceritakan kisah hidupnya dari ia baru lahir, hingga bagaimana ia akhirnya berada di dunia mode yang begitu gemerlap tapi penuh dengan hal kejam di balik indahnya sebuah busana.
Tentu unik rasanya menonton film Disney dengan cerita yang cenderung lebih gelap bila dibandingkan dengan film-film lainnya. Di Indonesia sendiri, "Cruella" hadir dengan rating D-17.
Alih-alih memberikan "rasa tidak nyaman" karena tidak hadir dengan elemen familiar khas Disney yang penuh keceriaan, cerita Estella / Cruella malah memberikan rasa segar bagi para penggemar cerita "101 Dalmantians" maupun kisah klasik Disney pada umumnya.
Terlebih, ini bukanlah hal pertama bagi Disney untuk mengangkat kisah tokoh antagonis ke bentuk film sempalan (spin-off) yang menceritakan latar belakangnya lebih mendalam. Sebelumnya, Disney mengangkat kisah Maleficent, tokoh antagonis dalam dongeng “Sleeping Beauty”.
Seperti Maleficent, Cruella merupakan karakter antagonis yang juga menarik bagi para penggemar. Ia dikenal sebagai karakter yang sangat modis, jahat, dan sedikit gila, namun, belum pernah ada kisah yang menjelaskan masa lalunya dan cerita di balik setiap perbuatannya.
Cruella de Vil dalam novel dan film animasi klasiknya diceritakan sebagai sosok yang cerdas namun licik, tetapi juga modis, manipulatif, dan tentunya sedikit gila. Ia mencakup semua kualitas karakter yang dapat membuat penonton membenci, sekaligus menyukainya.
Melihat kisah dibalik karakter dan mengeksplor hal-hal yang membuatnya menjadi tokoh antagonis merupakan pengalaman yang menyenangkan -- terlebih, penonton diajak menelusuri cerita Cruella -- bahkan sebelum ia benar-benar menjadi "Cruella".
Kisahnya pun dibungkus sutradara Craig Gillespie menggunakan alur maju dan didukung dengan eksposisi yang lugas serta disisipi humor yang sedikit gelap.
Dari kisahnya, penonton bisa melihat bagaimana seseorang terbentuk karena pengalaman-pengalaman masa lalu yang mereka alami, bagaimana mereka bisa memilih untuk hancur saat dihadapkan pada tekanan, atau bangkit.
Emma Stone sebagai tokoh utama pun tak diragukan lagi kemampuannya merepresentasikan sosok wanita muda dan kerapuhan serta ketangguhannya. Terdapat beberapa adegan yang menampilkan close-up dan monolog Cruella dengan begitu "cruel".
DI sisi lain, penampilan Emma Thompson sebagai Baroness sangat mencuri perhatian. Setiap kali ia menampakkan dirinya, rasanya ada rasa "gregetan" sekaligus kagum kepada tokoh tersebut. Seiring berjalannya waktu, penonton akan mengerti segala motif dari Estella yang mengubah dirinya sebagai Cruella, karena Baroness yang merupakan tokoh kunci ini.
Selain karakter kuat dari sang lakon, "Cruella" juga dimeriahkan dengan para tokoh pendukung. Duo Horace dan Jasper yang masing-masing diperankan oleh Paul Walter Hauser dan Joel Fry, menambah kesegaran cerita dan memberikan sedikit gambaran mengenai hubungan keduanya dengan Cruella nantinya di masa depan ("101 Dalmantians").
Tak hanya itu, tokoh-tokoh lain seperti Arty, Anita Darling, bahkan para anjing yang begitu menggemaskan juga memberikan kemeriahan sendiri yang mudah diingat.
Karena film ini berpusat pada dunia mode, maka, tak mengeherankan apabila "Cruella" menghadirkan sederet busana dan riasan yang begitu identik dan ikonis dengan latarnya di London, Inggris pada era 1970-an.
Desainer kostum pemenang piala Oscar untuk "A Room with a View" (1985) dan "Mad Max: Fury Road" (2015) Jenny Beavan, adalah orang di balik tampilan tersebut. Dalam wawancaranya beberapa lalu, ia mengungkapkan telah membuat setidaknya 47 tampilan (style) busana untuk Cruella dan 33 tampilan untuk Baroness.
Ada pun untuk tampilan Cruella/Estella terinspirasi dari gaya 1960-70an Inggris, yang banyak memadukan rok maxi, pengaruh gaya punk-rock seperti yang dipopulerkan David Bowie dan Queen, perpaduan warna-warna yang segar, hingga sepatu boots yang rasanya cocok dikenakan dalam berbagai kesempatan.
Sebaliknya, penampilan Baroness berasal dari pengaruh mode tahun 1970-an yang lebih tradisional. Dalam film tersebut, Baroness mewakili gaya atau mode yang mengedepankan kesan elegan dan mewah, secara langsung melawan tampilan desain busana dan budaya yang disukai oleh Cruella. Beavan banyak menjelajahi majalah Vogue klasik, hingga koleksi Dior dan Balenciaga di era tersebut.
Banyak perpaduan antara aksi, visual, dan audio nan kuat yang tentu akan memanjakan penonton dan membuatnya bertahan menyaksikan film ini terutama di layar lebar.
Secara keseluruhan, "Cruella" memiliki banyak kisah yang mengajak penontonnya untuk ikut berpartisipasi menyimak dan mengulik karakter ikonis ini. Membuat penonton mau tak mau mengenal sekaligus memiliki perspektif baru akan sosok yang dikenal sangat keji ini.
Dengan dinamika di antara Estella dan Cruella, serta tokoh-tokoh utamanya, ditambah dengan visual cantik dan penuh kejutan, menambah sisi estetika film dan membuatnya terasa berbeda dari film-film Disney pada umumnya.
"Cruella" sendiri telah tayang di bioskop di Indonesia mulai tanggal 26 Mei 2021.
Namun, setelah end-credit diputar, jangan segera beranjak dari kursi Anda, karena ada kejutan kecil nan manis di akhir!
Estella (Emma Stone) merupakan sosok yang penuh energi, sangat kreatif, dan ia selalu melihat dunia melalui sebuah perspektif yang unik.
Setelah kehilangan ibunya akibat sebuah kejadian yang menyedihkan, Estella harus bertahan hidup sendiri, hingga akhirnya bertemu dengan kedua temannya, Horace (Paul Walter Hauser) dan Jasper (Joel Fry).
Mereka bertumbuh bersama sampai dewasa, hingga suatu saat, Estella akhirnya berhasil bekerja di dunia fesyen dan menarik perhatian sosok paling legendaris dalam industri mode pada saat itu, Baroness von Hellman (Emma Thompson).
Estella merasa sangat senang karena ia telah menemukan sosok mentor yang ia butuhkan, akan tetapi, semua berubah saat ia dihadapkan dengan sebuah fakta yang tak terduga.
Film dibuka dengan eksposisi dari Estella / Cruella dewasa yang menceritakan kisah hidupnya dari ia baru lahir, hingga bagaimana ia akhirnya berada di dunia mode yang begitu gemerlap tapi penuh dengan hal kejam di balik indahnya sebuah busana.
Tentu unik rasanya menonton film Disney dengan cerita yang cenderung lebih gelap bila dibandingkan dengan film-film lainnya. Di Indonesia sendiri, "Cruella" hadir dengan rating D-17.
Alih-alih memberikan "rasa tidak nyaman" karena tidak hadir dengan elemen familiar khas Disney yang penuh keceriaan, cerita Estella / Cruella malah memberikan rasa segar bagi para penggemar cerita "101 Dalmantians" maupun kisah klasik Disney pada umumnya.
Terlebih, ini bukanlah hal pertama bagi Disney untuk mengangkat kisah tokoh antagonis ke bentuk film sempalan (spin-off) yang menceritakan latar belakangnya lebih mendalam. Sebelumnya, Disney mengangkat kisah Maleficent, tokoh antagonis dalam dongeng “Sleeping Beauty”.
Seperti Maleficent, Cruella merupakan karakter antagonis yang juga menarik bagi para penggemar. Ia dikenal sebagai karakter yang sangat modis, jahat, dan sedikit gila, namun, belum pernah ada kisah yang menjelaskan masa lalunya dan cerita di balik setiap perbuatannya.
Cruella de Vil dalam novel dan film animasi klasiknya diceritakan sebagai sosok yang cerdas namun licik, tetapi juga modis, manipulatif, dan tentunya sedikit gila. Ia mencakup semua kualitas karakter yang dapat membuat penonton membenci, sekaligus menyukainya.
Melihat kisah dibalik karakter dan mengeksplor hal-hal yang membuatnya menjadi tokoh antagonis merupakan pengalaman yang menyenangkan -- terlebih, penonton diajak menelusuri cerita Cruella -- bahkan sebelum ia benar-benar menjadi "Cruella".
Kisahnya pun dibungkus sutradara Craig Gillespie menggunakan alur maju dan didukung dengan eksposisi yang lugas serta disisipi humor yang sedikit gelap.
Dari kisahnya, penonton bisa melihat bagaimana seseorang terbentuk karena pengalaman-pengalaman masa lalu yang mereka alami, bagaimana mereka bisa memilih untuk hancur saat dihadapkan pada tekanan, atau bangkit.
Emma Stone sebagai tokoh utama pun tak diragukan lagi kemampuannya merepresentasikan sosok wanita muda dan kerapuhan serta ketangguhannya. Terdapat beberapa adegan yang menampilkan close-up dan monolog Cruella dengan begitu "cruel".
DI sisi lain, penampilan Emma Thompson sebagai Baroness sangat mencuri perhatian. Setiap kali ia menampakkan dirinya, rasanya ada rasa "gregetan" sekaligus kagum kepada tokoh tersebut. Seiring berjalannya waktu, penonton akan mengerti segala motif dari Estella yang mengubah dirinya sebagai Cruella, karena Baroness yang merupakan tokoh kunci ini.
Selain karakter kuat dari sang lakon, "Cruella" juga dimeriahkan dengan para tokoh pendukung. Duo Horace dan Jasper yang masing-masing diperankan oleh Paul Walter Hauser dan Joel Fry, menambah kesegaran cerita dan memberikan sedikit gambaran mengenai hubungan keduanya dengan Cruella nantinya di masa depan ("101 Dalmantians").
Tak hanya itu, tokoh-tokoh lain seperti Arty, Anita Darling, bahkan para anjing yang begitu menggemaskan juga memberikan kemeriahan sendiri yang mudah diingat.
Karena film ini berpusat pada dunia mode, maka, tak mengeherankan apabila "Cruella" menghadirkan sederet busana dan riasan yang begitu identik dan ikonis dengan latarnya di London, Inggris pada era 1970-an.
Desainer kostum pemenang piala Oscar untuk "A Room with a View" (1985) dan "Mad Max: Fury Road" (2015) Jenny Beavan, adalah orang di balik tampilan tersebut. Dalam wawancaranya beberapa lalu, ia mengungkapkan telah membuat setidaknya 47 tampilan (style) busana untuk Cruella dan 33 tampilan untuk Baroness.
Ada pun untuk tampilan Cruella/Estella terinspirasi dari gaya 1960-70an Inggris, yang banyak memadukan rok maxi, pengaruh gaya punk-rock seperti yang dipopulerkan David Bowie dan Queen, perpaduan warna-warna yang segar, hingga sepatu boots yang rasanya cocok dikenakan dalam berbagai kesempatan.
Sebaliknya, penampilan Baroness berasal dari pengaruh mode tahun 1970-an yang lebih tradisional. Dalam film tersebut, Baroness mewakili gaya atau mode yang mengedepankan kesan elegan dan mewah, secara langsung melawan tampilan desain busana dan budaya yang disukai oleh Cruella. Beavan banyak menjelajahi majalah Vogue klasik, hingga koleksi Dior dan Balenciaga di era tersebut.
Banyak perpaduan antara aksi, visual, dan audio nan kuat yang tentu akan memanjakan penonton dan membuatnya bertahan menyaksikan film ini terutama di layar lebar.
Secara keseluruhan, "Cruella" memiliki banyak kisah yang mengajak penontonnya untuk ikut berpartisipasi menyimak dan mengulik karakter ikonis ini. Membuat penonton mau tak mau mengenal sekaligus memiliki perspektif baru akan sosok yang dikenal sangat keji ini.
Dengan dinamika di antara Estella dan Cruella, serta tokoh-tokoh utamanya, ditambah dengan visual cantik dan penuh kejutan, menambah sisi estetika film dan membuatnya terasa berbeda dari film-film Disney pada umumnya.
"Cruella" sendiri telah tayang di bioskop di Indonesia mulai tanggal 26 Mei 2021.
Namun, setelah end-credit diputar, jangan segera beranjak dari kursi Anda, karena ada kejutan kecil nan manis di akhir!