Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Komisi Pemberantasan Korupsi menelusuri rangkaian proses perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Untuk menelusurinya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam beberapa hari ini telah memeriksa beberapa pejabat dari Pemprov Jawa Barat maupun Pemkab Bekasi dalam penyidikan kasus suap terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi tersebut.
"Untuk saksi dari pihak pemkab atau pihak pemprov tentu kami dalami bagaiaman aturan, prosedur, dan juga proses perizinan yang dilakukan terkait dengan pembangunan Meikarta selama ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Selain itu dari pihak Pemprov Jawa Barat, KPK juga mendalami soal proses rekomendasi sebelum terbitnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dalam proyek Meikarta tersebut.
"Dari pihak pemprov tentu saja kami dalami bagaimana proses rekomendasi yang disampaikan oleh pemprov sebelum IMB diterbitkan," ungkap Febri.
Selain memeriksa saksi dari pihak pemprov maupun pemkab, KPK juga dalam beberapa hari ini memeriksa pejabat maupaun pegawai Lippo Group sebagai saksi dalam kasus Meikarta itu.
"Sedangkan untuk pihak saksi dari pejabat atau pegawai di Lippo Group setidaknya kami mendalami empat hal dari rangkaian pemeriksaan tersebut," kata Febri.
Pertama, bagaimana proses perencanaan hingga pembangunan proyek Meikarta itu dilakukan karena KPK juga sudah melakukan penyitaan sejumlah dokumen perencanaan proyek Meikarta tersebut.
"Kedua, sejauh mana kontribusi keuangan dari korporasi dalam hal ini Lippo group pada proyek tersebut. Kontribusi di sini maksudnya apakah ada saham, dukungan keuangan atau hal-hal lain dari Lippo Group terhadap proyek Meikarta," ujar Febri.
ketiga, KPK juga mendalami sumber dana yang diduga suap terhadap pejabat di Bekasi apakah berasal dari perorangan atau berasal dari korporasi,.
"Keempat, apakah ada arahan atau perintah dari pejabat-pejabat secara struktural dari pejabat-pejabat yang ada di Lippo Group, misalnya kepada anak-anak perusahaannya soal pemberian uang atau pengurusan-pengurusan proses perizinaan Meikarta ini," kata Febri.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK pada Jumat juga memperpanjang penahanan selama 40 hari terhadap sembilan tersangka kasus tersebut.
Untuk tiga tersangka dilakukan perpanjangan penahanan selama 40 hari dimulai 5 November sampai 14 Desember 2018 antara lain Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin (NHY), Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR), dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS).
Sedangkan untuk enam tersangka lainnya dilakukan perpanjangan penahanan selama 40 hari dimulai tanggal 4 November sampai 13 Desember 2018, yaitu konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN), dan Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT).
Diduga, pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.
Pemberian dalam perkara ini, diduga sebagai bagian dari komitmen "fee" fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp13 miliar, melalui sejumlah dinas, yaitu Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar, dan DPM-PPT.
KPK menduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada April, Mei, dan Juni 2018.
Adapun keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit hingga tempat pendidikan sehingga dibutuhkan banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampah, hingga lahan makam.
Untuk menelusurinya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam beberapa hari ini telah memeriksa beberapa pejabat dari Pemprov Jawa Barat maupun Pemkab Bekasi dalam penyidikan kasus suap terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi tersebut.
"Untuk saksi dari pihak pemkab atau pihak pemprov tentu kami dalami bagaiaman aturan, prosedur, dan juga proses perizinan yang dilakukan terkait dengan pembangunan Meikarta selama ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Selain itu dari pihak Pemprov Jawa Barat, KPK juga mendalami soal proses rekomendasi sebelum terbitnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dalam proyek Meikarta tersebut.
"Dari pihak pemprov tentu saja kami dalami bagaimana proses rekomendasi yang disampaikan oleh pemprov sebelum IMB diterbitkan," ungkap Febri.
Selain memeriksa saksi dari pihak pemprov maupun pemkab, KPK juga dalam beberapa hari ini memeriksa pejabat maupaun pegawai Lippo Group sebagai saksi dalam kasus Meikarta itu.
"Sedangkan untuk pihak saksi dari pejabat atau pegawai di Lippo Group setidaknya kami mendalami empat hal dari rangkaian pemeriksaan tersebut," kata Febri.
Pertama, bagaimana proses perencanaan hingga pembangunan proyek Meikarta itu dilakukan karena KPK juga sudah melakukan penyitaan sejumlah dokumen perencanaan proyek Meikarta tersebut.
"Kedua, sejauh mana kontribusi keuangan dari korporasi dalam hal ini Lippo group pada proyek tersebut. Kontribusi di sini maksudnya apakah ada saham, dukungan keuangan atau hal-hal lain dari Lippo Group terhadap proyek Meikarta," ujar Febri.
ketiga, KPK juga mendalami sumber dana yang diduga suap terhadap pejabat di Bekasi apakah berasal dari perorangan atau berasal dari korporasi,.
"Keempat, apakah ada arahan atau perintah dari pejabat-pejabat secara struktural dari pejabat-pejabat yang ada di Lippo Group, misalnya kepada anak-anak perusahaannya soal pemberian uang atau pengurusan-pengurusan proses perizinaan Meikarta ini," kata Febri.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK pada Jumat juga memperpanjang penahanan selama 40 hari terhadap sembilan tersangka kasus tersebut.
Untuk tiga tersangka dilakukan perpanjangan penahanan selama 40 hari dimulai 5 November sampai 14 Desember 2018 antara lain Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin (NHY), Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR), dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS).
Sedangkan untuk enam tersangka lainnya dilakukan perpanjangan penahanan selama 40 hari dimulai tanggal 4 November sampai 13 Desember 2018, yaitu konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN), dan Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT).
Diduga, pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.
Pemberian dalam perkara ini, diduga sebagai bagian dari komitmen "fee" fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp13 miliar, melalui sejumlah dinas, yaitu Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar, dan DPM-PPT.
KPK menduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada April, Mei, dan Juni 2018.
Adapun keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit hingga tempat pendidikan sehingga dibutuhkan banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampah, hingga lahan makam.