Palu (Antaranews Sumsel) - Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) hingga kini tetap masih rawan berbagai gangguan sehingga butuh perhatian dan pengawasan yang lebih besar lagi.
Kepala Balai Besar TNLL, Sudayatna dalam sambutannya pada acara perpisahan dengan seluruh pegawai dan dihadiri para pejabat dari Pemprov Sulteng, Pemkab Sigi dan Pemkab Poso di Palu, Rabu, mengatakan selama bertugas 4,5 tahun, ia mengaku banyak menghadapi berbagai persoalan yang terjadi dalam kawasan konservasi itu.
Banyak sekali gangguan yang harus diselesaikan dan membutuhkan serta menguras tenaga, pikiran, bahkan anggaran yang cukup besar nilainya.
Namun, kata dia, semuanya sudah menjadi tugas dan tanggungjawabnya untuk menjaga dan mengelola kawasan TNLL yang luasnya mencapai 217.000 hektare.
Lagi pula, kata dia, TNLL berada di dua wilayah yakni sebagian masuk Kabupaten Poso dan sebagian lagi Kabupaten Sigi.
Berbagai gangguan yang terjadi selama 4,5 tahun terakhir ini antara lain, perambahan hutan, pencurian berbagai hasil hutan seperti rotan, kayu, dan satwa-satwa termasuk endemik Sulawesi dan endemik TNLL.
Selaih itu, paling banyak menyita tenaga, pikiran, waktu dan dana cukup besar adalah gangguan penambangan emas tanpa izin (Peti) di wilayah Dongi-Dongi, Kabupaten Poso.
Selama dua tahun terakhir ini, kata Sudayatna, pihak Balai Besar TNLL bersama sejumlah mitra seperti Pemprov Sulteng, Pemkab Poso, Pemkab Sigi, Polda Sulteng, Danrem, Dandim, Polres Poso dan Polres Sigi telah memberikan perhatian besar terhadap permasalahan Peti yang berada di kawasan konservasi tersebut.
Menurut dia, tidak sedikit dana yang dikeluarkan pemerintah pusat dan daerah, juga dukungan anggaran dari Polda Sulteng selama penertiban kawasan Peti di wilayah Dongi-Dongi.
Bahkan, kata dia, sampai saat ini masih ada petugas yang menjaga lokasi tersebut.
TNLL yang telah ditetapkan UNESCO pada Tahun 1977 sebagai salah satu Cagar Biosfer warisan dunia, cukup rawan berbagai gangguan karena ada sekitar 76 desa yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional itu.
Karenannya, peran lembaga adat sangat dibutuhkan dalam mengawasi dan ikut menjaga kawasan Taman Nasional, sebab rawan terjadi gangguan.
Dan selama ini ada beberapa desa di sekitar kawasan yang peduli hutan sehingga masyarakatnya benar-benar tidak melakukan perambahan maupun pencurian hasil hutan flora dan fauna karena ada sanksi adat diberlakukan.
Desa-Desa yang memberlakukan sanksi adat bagi masyaratnya yang mengganggu hutan, hutan disekitarnya pasti terjaga kelestraiannya seperti di Desa Marena, salah satu desa di sekitar Kawasan TNLL yang ikut melestarikan flora dan fauna yang ada di wilayah tersebut.
Sementara Kepala Dinas Kehutanan Sulteng, H Nahardi mengatakan tidak gampang dan mudah untuk menjaga kawasan TNLL yang luasnya mencapai 217 ribu hektare itu.
Namun, sosok Sudayatna dinilai berhasil menjalankan tugasnya sebagai kepala balai selama 4,5 tahun, sebab gangguan di dalam kawasan terus berkurang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya banyak sekali konflik yang terjadi dalam kawasan, terutama masalah perambahan hutan dan pencurian hasil hutan.
Tetapi dalam empat setengah tahun terakhir ini, kasus yang menonjol, terutama dua tahun ini adalah adanya Peti di wilayah Dongi-Dongi dan kini sudah berhasil diatasi.
Tidak ada lagi kegiatan penambangan di Dongi-Dongi, dan petugaspun masih berada di lokasi pengamankan wilayah tersebut.
Nahardi berharap pengganti Sudayatna juga paling tidak bisa melanjutkan berbagai program yang telah dilakukan kepala balai sebelumnya yang kini akan menempati pos baru sebagai Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan di Kementerian KLH.
Acara perpisahan dihadiri sejumlah pejabat Pemprov Sulteng, Pemkab Poso dan Sigi, serta Wakil Bupati Sigi Paulina dan dari jajaran Danrem 132 Tadulako Palu, Dandim Poso, Dandim Donggala, Polres Poso dan Polres Sigi serta para mitra TNLL.
Taman Nasional Lore Lindu rawan perambahan
Tamab Nasional Lore Lindu