Pengamat: Harus gerak cepat persiapan Asian Games

id Asian games, Fritz E Simanjuntak, tuan rumah, persiapan, pemusatan latihan nasional

Pengamat: Harus gerak cepat persiapan Asian Games

Asian Games 2018 (Foto Antarasumsel.com/Grafis/Ang)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Pengamat olahraga Fritz E Simanjuntak menyatakan Indonesia harus bergerak cepat dalam persiapan Asian Games 2018 yang menyisakan waktu 11 bulan lagi di mana Indonesia sebagai tuan rumah.

"Dengan sisa waktu 11 bulan dan masalah klasik yang masih akan terjadi dalam Pelatnas sebagai persiapan atlet, Indonesia harus bergerak cepat terkait struktur, proses, dana, teknologi dan kepemimpinan," kata Fritz dalam diskusi evaluasi SEA Games 2017 menuju Asian Games 2018 yang digelar Seksi Wartawan Olahraga (SIWO) PWI Pusat di Jakarta, Selasa.

Salah satunya, lanjut Fritz, adalah mengembalikan pemusatan latihan nasional (pelatnas) ke induk organisasi yang berada di bawah koordinasi Komite Olahraga Nasional (KONI) yang selama ini di bawah naungan Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima).

Hal tersebut lantaran Satlak Prima menurutnya tidak bisa efektif karena terbentur masalah wewenang, pengelolaan anggaran dan fasilitas pemusatan latihan nasional.

"Jika kembali ke KONI, induk organisasi olahraga terebut bisa mencari sponsor sendiri untuk mendukung pembiayaan pelatnas seperti Olimpiade 1996 dan Olimpiade 2000 yang hampir seluruhnya dibiayai oleh sponsor.

Jikapun Satlak Prima masih tetap ada, untuk efektifitas hendaknya diberi wewenang yang lebih besar termasuk pengelolaan anggaran, keterbatasan karena birokrasi dihilangkan dan personilnya harus lebih efisien," ujarnya.

Hal tersebut juga diungkapkan oleh Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima), Ahmad Soetjipto mengaku ruang gerak Satlak Prima sangat terbatas sehingga tidak maksimal dalam menjalankan program peningkatan prestasi atlet yang dipersiapkan tampil pada ajang multievent.

Sehingga Satlak Prima menghadapi masalah seperti keterlambatan pembayaran honor, pasokan peralatan, akomodasi terlambat yang disebutnya menjadi penyebab kegagalan Kontingen Indonesia pada SEA Games 2017 bisa teratasi.

"Ibaratkan saya ditunjuk sebagai komandan perang tetapi logistik dipegang orang lain. Jadi, apa yang saya bisa perbuat makanya, saya mengusulkan Satlak Prima menjadi Satker agar seluruh program peningkatan prestasi atlet melalui High Performance Programme bisa diimplementasikan secara maksimal dalam menyambut Asian Games 2018," ungkap Ahmad Soetjipto.

Usulan Satker itu diungkapkan Ahmad Soetjipto dengan mencontoh Panitia penyelenggara Asian Games 2018 (Inasgoc) yang telah dibentuk.

"Inasgoc adalah satker yang dipimpin oleh Pak Erick Thohir. Dia bukan pegawai negeri sipil (PNS), tapi bisa mengelola anggaran, bisa memilih pejabat pembuat komitmen (PPK), dan lainnya. Alangkah baiknya jika Satlak Prima sebagai Satker agar bisa kendalikan logistik," tuturnya.

Menurut Ahmad Soetjipto, Satlak Prima selama ini hanya lah sebagai penyedia program latihan atau provider untuk para atlet walau bisa menerjunkan atlet ke banyak laga uji coba untuk mengukur kemampuan atlet dan memetakan kekuatan, namun untuk bisa mengirimkan atlet ke berbagai ajang, tetap tidak leluasa untuk menggunakan anggaran karena dipegang oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

Sementara itu, Plt Deputi IV Kemenpora Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Yuni Poerwanti menyatakan wacana untuk menjadikan Satlak Prima sebagai Satker sudah pernah diwacanakan sebelumnya. Bahkan, dia menyebut hal tersebut akan dikaji dan dibahas bersama Menpora Imam Nahrawi.

Yuni juga mengakui bahwa yang menjadi sorotan sekarang ini memang mengenai prosedur yang berbelit-belit, karenanya hingga akhir 2017 pihaknya akan mulai merapikan segala struktur yang ada.

"Begitu dana turun, kami mulai gerak cepat. Kami harap tidak ada lagi banyak perubahan struktur atau rotasi-rotasi supaya tidak jadi masalah seperti ada pembayaran honor terlambat, ketiadaan peralatan yang jujur membuat kami juga malu," ujarnya.