Mendikbud: Guru jangan berpolemik sekolah "Full Day"

id Muhadjir Effendy, full day school, sekolah sehari penuh, guru, murid

Mendikbud: Guru jangan berpolemik sekolah "Full Day"

Muhadjir Effendy (ANTARA /Hafidz Mubarak A)

Pekanbaru (Antarasumsel.com) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy meminta pihak sekolah terutama guru untuk menerapkan kebijakan baru tentang guru dengan sebaik mungkin dan menghindari polemik yang berkembang tentang sekolah sehari penuh atau "full day school".

"Jangan salah tafsir delapan jam anak ditahan di sekolah. Saya tegaskan bahwa kementerian tidak ada program 'full day school', tolong guru jangan ikut-ikutan. Memang ada istilah itu, tapi yang kita laksanakan adalah program penguatan karakter," tegas Muhadjir saat menjadi pembina upacara di kantor Gubernur Riau, Pekanbaru, Senin.

Mendikbud menjadi pemina upacara perdana setelah libur Lebaran 2017 untuk menyosialisasikan Peraturan Pemerintah (PP) No.19 tahun 2017 tentang Guru yang mulai diberlakukan secara nasional.

Inti kebijakan itu adalah beban kerja guru diukur dari tatap muka di kelas adalah delapan jam perhari atau 40 jam seminggu yaitu lima hari.

"Maka perharinya delapan jam seperti PNS karena berdasarkan PP yang lama banyak guru tak bisa penuhi 24 jam tatap muka. Akibatnya banyak guru terpaksa mengajar di luar agar dapat tunjangan profesi," katanya.

Ia mengatakan kebijakan baru tersebut akan memberikan keadilan bagi guru hingga ke pelosok daerah, yang sebelumnya harus menempuh waktu lebih dari 10 kilometer untuk mencari tambahan waktu mengajar.

Selain itu, guru juga akan lebih fokus pada lima tugas pokoknya, yaitu untuk mengajar, perencanaan secara kolektif dan pribadi, evaluasi dan lainnya.

"Jadi bukan berarti guru mengajar terus menerus, bukan berarti siswa delapan jam belajar terus. Jangankan guru dan murid, setan pun tidak akan bisa lakukan itu," tegas Muhadjir.

Menurut dia, Program Penguatan Karakter (PPK) bertujuan untuk mengubah pola fikir para pendidik, perubahan tata sekolah supaya lebih sehat, dan penguatan karakter anak didik jadi lebih baik.

Guru tidak hanya melakukan transfer pendidikan, melainkan juga membentuk karakter anak khususnya di tingkat SD dan SMP saat pondasi dibangun untuk pembangunan karakter generasi muda.

Dengan kebijakan baru tersebut, Mendikbud meminta sekolah dan guru untuk mengidentifikasi potensi di luar sekolah sebagai sumber belajar.
    
Dengan arti lain, belajar formal di sekolah tidak harus selalu di kelas.

Sekolah harus menerapkan manajemen kurikulum berbasis luas untuk optimalkan kearifan lokal dan kecerdasan lokal sehingga tidak ada ada lagi sekolah yang seragam di tiap daerah di Nusantara.

"Seperti di Riau, sekolah harus tampil dengan jati diri dan kearifan lokalnya. Perspektif ini harus jadi pola pikir semua guru sehingga masing-masing kabupaten dan kota tunjukkan ciri dan kehebatan masing-masing. Tidak ada lagi sekolah seragam," katanya.

Mendikbud juga berpesan agar setiap guru harus mencari potensi terbaik dari setiap anak didiknya. Seorang anak yang tidak mahir matematika bukan berarti masa depannya tertutup, karena bisa jadi mereka akan piawai di bidang lainnya.

"Indonesia ini kacau karena kesalahan pendidikannya. Untuk cari 11 pesepak bola saja susah dan ini kesalahan dari pendidikan. Karena itu, saya tantang Gubernur Riau cari pemain bola yang bagus, kalau ada maka saya akan bantu untuk bikin kesebelasan," pungkas Munadjir.