GNPF-MUI ungkap isi pertemuan dengan Presiden Jokowi

id GNPF-MUI, Bachtiar Nasir, isi pertemuan, Presiden, Joko Widodo, yusuf Matra, anggota Dewan Pembina

GNPF-MUI ungkap isi pertemuan dengan Presiden Jokowi

Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) Ustaz Bachtiar Nasir. (ANTARA/Alviansyah)

Jakarta (Antarasumsel.com) - Gerakan Nasional Pembela Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) menyampaikan isi pertemuan dengan Presiden Joko Widodo yang salah satunya membahas soal diskriminasi umat Muslim yang dirasakan oleh gerakan tersebut.

"Konten pertama (pertemuan), kami sangat memahami bahwa pihak rezim itu tidak merasa melakukan disriminasi muslim dan non-muslim. Kami menyadari Presiden dan rezim tidak merasa ada kriminilisasi ulama, tidak merasa melakukan sematan-sematan Islam itu intoleran, anti-Pacasila, anti-kebhinekaan, tidak," kata Ketua GNPF-MUI Bachtiar Nasir dalam konferensi pers di Ar-Rahman Qur'anic Learning (AQL) Islamic Center Jakarta, Selasa.

Bachtiar Nasir melakukan konferensi pers bersama dengan para pengurus GNPF-MUI yaitu Wakil Ketua GNPF MUI Zaitun Rasmin, anggota Dewan Pembina GNPF-MUI Yusuf Matra, anggota Dewan Pembina GNPF-MUI Haikal Hasan, Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Ahmad Sobri Lubis serta Juru Bicara FPI Munarman.

Pertemuan GNPF-MUI dan Presiden Joko Widodo terjadi pada hari raya Lebaran 25 Juni 2017 di Istana Merdeka yang dihadiri oleh 7 orang pengurus GNPF-MUI. Sedangkan Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.

"Kami datang untuk menyampaikan bahwa faktanya ada, itu yang ingin kami sampaikan dan mudah-mudahan Presiden mendengar itu dan alhamdulilah kami diterima," ungkap Bachtiar.

Padahal menurut Bachtiar, Presiden kerap mengundang ulama untuk berdiskusi.

"Presiden tidak merasa itu terjadi, tidak ada kebijakan itu bahkan beliau pertegas 'Ke mana saya pergi, usai pertemuan saya undang ulama' bahkan disebut angka 60, 80 100 orang ulama 'karena ulama itu berani menegur saya' kata Presiden, jadi dengan pertemuan ini kami bersyukur akhirnya presiden tahu detail-detail persoalannya," jelas Bachtiar.

Ia mengaku bahwa dalam sejumlah pertemuan ulama dengan Presiden, Bachtiar mendapat informasi bahwa namanya pernah masuk daftar namun dua kali dicoret.

"Termasuk kami tidak bisa masuk juga 'karena ada jutaan orang yang bertemu saya, ternyata ada yang tidak boleh masuk, saya juga tidak tahu', itu kata presiden," ungkap Bacthiar.

Namun Bachtiar mengakui bahwa hingga saat ini menghargai Presiden Joko Widodo sebagai lambang negara.

"Bagi kami Presiden adalah simbol negara, patriotisme kami harus menghargai simbol negara. Saya memanggil Pak Presiden itu 'Pak Presiden yang terhormat', kalau kita tidak menghargai simbol negara berarti kita telah melecehkan simbol negara kita sendiri," tambah Bachtiar.

Menurut Zaitun Rasmin, silaturahmi yang terjadi pada hari raya Idul Fitri itu sesuai dengan sifat muslim dan karakter orang Indonesia yang suka bersilaturahmi.

"Silaturahmi ini dirasa kebutuhan semua dan karena sudah dialog, kita ingin maju. Karena kita merasa mau maju, kita cari sumbatannya di mana dan bapak Presiden mengatakan kita bisa dialog berkali-kali setelah ini," kata Zaitun.

Namun terkait teknis kapan dan bagaimana dialog lanjutan itu dilakukan, tidak dibahas dalam pertemuan itu.

"Tidak etis juga saat itu silaturahim (membahas teknis). Presiden menyampaikan akan ada pertemuan selanjutnya. lalu kita masuk hal mikro. Tapi jelas kita ingin negeri ini tenang, ingin ada kesejukan, ingin ada kondusif dalam pembangunan, sehingga segala hal yang bisa mengganjal akan diselesaiakan, Menkopolhukam ditugasi Presiden mengenai hal ini," tambah Zaitun.

Seperti diketahui, GNPF-MUI menggerakkan massa untuk ikut dalam "Aksi Bela Islam" pada 4 November 2016 yang lebih dikenal dengan aksi 411, pada 2 Desember 2012 atau 212, lalu aksi 313 pada 31 Maret 2017.

Aksi tersebut dilatarbelakangi tuntutan mereka terhadap tuduhan penodaan agama yang dilakukan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang akhirnya dinyatakan bersama melakukan penistaan agama terkait Surat Al Maidah ayat 51 dan divonis 2 tahun penjara.

Namun sejumlah kasus kemudian menimpa para pengurusnya misalnya Polda Metro Jaya menetapkan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab sebagai tersangka kasus percakapan "Whatsapp" dan foto berkonten pornografi dengan Ketua Yayasan Solidaritas Sahabat Cendana, Firza Husein.

Rizieq yang pernah berada di Arab Saudi sejak 26 April 2017 lalu pergi ke Yaman hingga saat ini belum mau memenuhi panggilan kepolisian terkait dengan kasus dugaan pornografi yang menjeratnya.

Sedangkan Bachtiar Nasir juga terseret dalam kasus dugaan pelanggaran Undang-undang Yayasan, Undang-undang Perbankan dan juga Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait penyimpangan dana Yayasan Keadilan untuk Semua (YKUS). Polri telah menetapkan Ketua Yayasan KUS Adnin Armas sebagai tersangka dalam aksi 411.

Yayasan KUS memberikan surat kuasa kepada Bahtiar Nasir. Namun Bahtiar kemudian memberikan kuasa kepada salah seorang petugas bank syariah berinisial IS yang juga telah dijadikan tersangka dalam kasus ini, untuk mencairkan uang padahal UU No 28 tahun 2004 tentang perubahan UU 16 tahun 2001 mengatur bahwa dana yayasan tidak dapat digunakan untuk kepentingan pihak ketiga tanpa izin dari pengurus lain.

Selanjutnya Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Gatot Saptono alias Muhammad Al Khaththath ditangkap polisi pada 30 Maret 2017. Ia adalah pemimpin aksi Bela Islam 313 (aksi 31 Maret 2017) dan ditahan karena menjadi tersangka kasus dugaan pemufakatan makar terkait aksi 313.