BI pertahankan bunga acuan 4,75 persen

id bi, bank indonesia, inflasi, grafik saham, bunga acuan, inflasi, Tirta Segara, Dewan Gubernur BI

BI pertahankan bunga acuan 4,75 persen

Bank indonesia (ANTARA)

Jakarta (Antarasumsel.com) - Bank Indonesia untuk kedelapan kalinya berturut-turut mempertahankan bunga acuan "7-Day Reverse Repo Rate" di 4,75 persen demi terjaganya stabilitas makro ekonomi, menyusul kenaikan bunga Bank Sentral AS Federal Reserve, dan potensi kenaikan inflasi dalam negeri pada Juni 2017.

"Ini demi menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan dengan tetap mendukung berlanjutnya proses pemulihan perekonomian domestik," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara usai Rapat Dewan Gubernur BI di Jakarta, Kamis.

Bunga penyimpanan dana di BI (Deposit Facility) juga dipertahankan empat persen, dan bunga fasilitas penyediaan dana dari BI ke perbankan (Lending Facility) tetap menjadi 5,5 persen.

Terakhir kali, BI 7 Day Reverse Repo Rate mengalami perubahan pada 20 Oktober 2016, saat turun dari lima persen menjadi 5,75 persen.

Bank Sentral juga masih mempertahankan kebijakan moneter yang "netral". BI akan menyesuaikan kebijakan moneternya jika timbul potensi kenaikan inflasi hingga melebihi sasaran inflasi BI di 3-5 persen.

Tekanan eksternal juga masih membayangi. Menurut Tirta, kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Fed) bulan ini menjadi 1 - 1,25 persen telah diantisipasi. Hal ini menyebabkan pasar keuangan Indonesia tetap positif.

Di sisi lain, perekonomian global diperkirakan membaik yang ditopang mulai membaiknya ekonomi Amerika Serikat karena konsumsi dan investasi yang menggeliat serta indikator ketenagakerjaan yang membaik.

Selain itu, membaiknya ekonomi global juga sejalan dengan membaiknya ekonomi China yang ditopang oleh investasi pemerintah dan swasta. BI juga melihat ekonomi Eropa dan Jepang membaik yang didukung oleh meningkatnya kinerja ekspor dan permintaan domestik.

Walaupun harga komoditas global ke depan diperkirakan akan bias ke bawah karena tingginya pasokan dan masih terbatasnya permintaan.

Namun, bank sentral melihat masih adanya tekanan eksternal, yaitu kelanjutan kenaikan suku bunga acuan The Fed, penurunan neraca The Fed, dan dinamika politik di Inggris.

Sementara risiko yang datang dari domestik, yaitu terkait dengan tekanan inflasi kelompok tarif yang diatur pemerintah (administered prices) dan dampaknya terhadap inflasi keseluruhan di tahun ini. Bank sentral juga mencermati risiko lemahnya permintaan masyarakat dan swasta karena konsolidasi korporasi dan perbankan.