Pengrajin produksi tasbih bebbahan kayu langka

id tasbih, pengrajin kayu, memiliki khasiat, kayu langka, tasbih, tulungagung, Rekso Yuwono

Pengrajin produksi tasbih bebbahan kayu langka

Ilustrasi Perajin menata tasbih hasil produksinya di pusat industri tasbih Barokah, Desa Kedawung, Kediri, Jawa Timur (ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani)

Tulungagung (Antarasumsel.com) - Sejumlah perajin masih satu keluarga di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur memproduksi secara terbatas kerajinan tasbih unik dengan bahan baku sembilan jenis kayu langka yang diyakini memiliki khasiat bagi penggunanya.

"Kami memang membuatnya untuk melayani pemesanan dari beberapa pelanggan tertentu yang menginginkan tasbih dari bahan-bahan kayu khusus," kata perajin tasbih unik asal Desa Simo, Kecamatan Kedungwaru, Rekso Yuwono (60), di Tulungagung, Rabu.

Ia menamai tasbih unik buatannya itu dengan sebutan tasbih kayu songo. Artinya tasbih kayu sembilan atau berbahan sembilan jenis kayu.

Bahan baku yang digunakan, kata Yuwono, terdiri dari kayu setigi, cendana, dewandaru, nagasari, wali kukun, galih asem, galih johar, dan kayu liwung.

Sembilan jenis kayu itu, menurut dia, sangat jarang didapati lagi di wilayah Tulungagung atau pun daratan Pulau Jawa.

"Sebagian kami datangkan bahan dari luar Jawa, terutama dari kawasan Indonesia timur, Kalimantan, dan beberapa daerah pedalaman hutan lain," ujarnya.

Menurut Yuwono, sembilan jenis kayu langka itu diyakini memiliki khasiat tertentu dalam kepercayaan masyarakat adat Jawa, Bali maupun sebagian masyarakat Nusa Tenggara Barat.

"Untuk pembuatannya sebenarnya sama dengan proses produksi tasbih pada umumnya," kata dia pula.

Bedanya, lanjut Yuwono, bulatan atau bola-bola kecil yang menjadi mata tasbih pada satu rangkaian tasbih diisi sembilan jenis kayu tersebut, dengan total berisi 99 buah.

"Produksinya masih semitradisional. Kami gunakan mesin bubut yang menggunakan sumber energi listrik untuk menggerakkan dinamo mesin pemutar kayu pada satu bidang statis. Proses bubutnya yang manual," ujarnya lagi.

Ukurannya, Rekso Yuwono dan beberapa pekerjanya membuat dua patokan sebagai standar baku, yakni diameter 0,5-1 sentimeter.

Satu potongan kayu ukuran tiga sentimeter biasanya bisa jadi enam butir biji/mata tasbih sesuai ukuran diameter yang diinginkan.

"Setelah proses pembubutan selesai baru dilakukan pelubangan pada bagian tengah biji tasbih, dan kemudian merangkainya menggunakan benang dengan komposisi bahan sembilan jenis kayu tadi," ujar dia.

Yuwono mengaku sengaja membatasi permintaan tasbih berkhasiat itu karena kesulitan mendapatkan bahan baku.

Pemesanan masih mengandalkan cara tradisional, yakni dari mulut ke mulut melalui pembeli yan sudah mengenal produk tasbih karya mereka rata-rata dijual Rp125 ribu per buah tersebut.

Menurut dia, tasbih kayu songo oleh pelanggannya sebagian digunakan untuk ritual ibadah, sekaligus menjadi semacam benda berkhasiat yang diyakini menjadi sumber keselamatan, keberkahan serta wibawa.

"Tasbih kayu songo diyakini membawa dampak positif bagi pemakainya, dengan cara berzikir mendekatkan diri kepada Allah SWT," ujarnya pula.