Indonesia berpotensi kehilangan RP24 miliar karena Merkuri

id Merkuri, peneliti, International POPs Elimination Networ, pertambangan, pencemaran merkuri, Yuyun Ismawati

Indonesia berpotensi kehilangan RP24 miliar karena Merkuri

Ilustrasi (Ist)

Jakarta (Antarasumsel.com) - Studi baru peneliti International POPs Elimination Network (IPEN), Biodiversity Research Institute (BRI), dan BaliFokus menyebutkan Indonesia berpotensi kehilangan pendapatan lebih dari Rp12 miliar-Rp24 miliar/tahun di lokasi pertambangan karena pencemaran merkuri.

"Studi ini menunjukkan contoh kecil tentang tingkat kerusakan yang terjadi di seluruh tempat serupa di Indonesia. Biaya pencemaran merkuri yang tak terlihat dalam bentuk rendahnya kualitas hidup, lingkungan yang tidak sehat, dan berkurangnya peluang sosio-ekonomi sangat tinggi," kata Senior Advisors BaliFokus Yuyun Ismawati dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Berdasarkan hasil analisis terbaru yang diterbitkan dalam The Journal of Environmental Management, sejumlah peneliti yang dipimpin praktisi kesehatan anak dari New York University Dr Leonardo Trasande, MD, MPP, yang merupakan studi "peer-review" pertama yang memperkirakan kerugian ekonomi akibat berkurangnya IQ yang disebabkan oleh pencemaran merkuri di Indonesia dan 14 negara lainnya.

Studi ini mengevaluasi konsentrasi merkuri di dalam contoh rambut dari 236 partisipan dari 17 lokasi di 15 negara, dan memperkirakan kerugian tahunan sebesar 77 hingga 130 juta dolar AS untuk komunitas-komunitas spesifik ini.

BaliFokus, ia mengatakan membantu mengumpulkan sampel di sekitar Sekotong, Lombok Barat, dan Poboya, Sulawesi Tengah.

Sampel rambut semua peserta dari kedua lokasi memiliki kadar merkuri yang lebih tinggi dari standar 0,58 bagian per juta (ppm), standar dosis referensi yang diusulkan berdasarkan data yang menunjukkan efek merugikan merkuri pada tingkat paparan rendah. Kisaran hasil sampling dari kedua lokasi berkisar antara 0,82 ppm sampai dengan 13,3 ppm.

Enam puluh satu persen peserta penelitian di 2 lokasi di Indonesia memiliki kadar merkuri yang lebih besar dari 1 bagian per juta (ppm), referensi dosis yang dikeluarkan oleh US Environmental Protection Agency (EPA), katanya.

Ketika dianalisis dengan menggunakan standar 0,58 ppm, proporsi orang dengan kadar merkuri tinggi, mencapai hampir tiga dari empat peserta (73 Persen). Angka standar 0,58 ppm adalah angka yang diusulkan berdasarkan data yang menunjukkan efek merugikan merkuri pada tingkat paparan rendah.

Semua peserta studi tinggal di dekat sumber emisi dan lepasan merkuri yang sangat beracun yang disebutkan dalam Konvensi Minamata, perjanjian internasional yang mewajibkan para-pihak untuk mengambil tindakan untuk meminimalkan dan menghilangkan polusi merkuri untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan.

Paparan merkuri merusak sistem saraf, ginjal, dan sistem kardiovaskular. Dampak terhadap sistem organ yang berkembang, seperti sistem saraf janin, adalah efek toksik merkuri yang paling sensitif, walaupun hampir semua organ tubuh manusia rentan.

Paparan manusia terhadap merkuri terjadi terutama melalui konsumsi ikan yang terkontaminasi, namun demikian beras dan paparan langsung dalam bentuk menghirup uap merkuri juga menjadi sumber paparan merkuri yang berbahaya.

"Indonesia perlu segera meratifikasi Konvensi Minamata, melarang penggunaan dan perdagangan merkuri, dan melaksanakan Rencana Aksi Nasional untuk mencegah hilangnya potensi penghasilan di Indonesia dan generasi masa depan negara ini," ujar dia.