Produksi perikanan tangkap Sumsel sudah optimal

id I Made Suasta, ikan, perikanan, Produksi perikanan, perikanan budidaya

Produksi perikanan tangkap Sumsel sudah optimal

Lahan rawa dimanfaatkan jadi tambak. (Foto Antarasumsel.com/15/Yudi Abdullah)

Palembang (Antarasumsel.com) - Produksi perikanan tangkap Sumatera Selatan terbilang sudah optimal, sehingga jika sektor ini ingin dikembangkan maka arahnya ke perikanan budidaya.

Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Selatan, I Made Suasta di Palembang, Selasa, mengatakan, produksi perikanan tangkap Sumsel sejauh ini patut dibanggakan yakni mencapai 175 ribu ton per tahun karena didukung oleh bentang alam yakni memiliki luar perairan umum dan daratan 2,5 juta hektare.

"Untuk perikanan tangkap sebenarnya sudah optimal, tinggal lagi bagaimana caranya agar sungai-sungai, rawa lebak yang menjadi tempat hidup ikan ini terjaga dan tidak rusak," kata Suasta.

Oleh karena itu, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) terus mengedukasi nelayan untuk menggunakan alat tangkap ramah lingkungan seperti jaring, dan menghindari cara-cara penangkapan ikan yang merusak seperti menggunakan pukat hela dan pukat cantrang.

Dengan metode yang ramah lingkungan ini, setidaknya produksi perikanan tangkap Sumsel dapat stabil pada tahun-tahun mendatang, sekaligus memberikan kesejahteraan bagi nelayan.

Untuk itu, DKP Sumsel telah mengajukan usulan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk memberikan bantuan alat tangkap jaring millenium ke nelayan pada tahun ini.

Kemungkinan besar bantuan tersebut akan direalisasikan pada pertengahan tahun ini melalui DKP tingkat kabupaten/kota.

"Jelas bantuan ini masih kurang karena dana pemerintah demikian terbatas. Namun setidaknya bantuan ini menstimulus nelayan untuk tetap konsisten menggunakan alat tangkap ramah lingkungan, dan bagi yang sudah terlanjur diharapkan akan beralih," katanya.

Salah seorang nelayan asal Sungsang, Banyuasin, Ruslan Aziz (64), mengatakan sangat bersyukur karena sejak tiga bulan lalu mendapat bantuan alat tangkap berupa jaring millenium dan bubuh.

"Sejak 45 tahun lalu saya menjadi nelayan, tidak pernah saya pakai alat tangkap pukat hela, trawl, dan cantrang, karena selalu pakai jaring. Saya senang sekali ketika pemerintah melarang penggunaan alat tangkap berbahaya untuk lingkungan karena terbukti saat ini jumlah ikan sudah berkurang banyak di tempat saya," kata Ruslan.

Lantaran itu ia mengharapkan pemerintah setiap tahun memberikan bantuan alat tangkap ke nelayan, karena himpitan ekonomi terkadang membuat sulit menyisihkan uang untuk membeli jaring.

"Jika tidak ada uang terpaksa pinjam ke tauke, nanti dibayarnya pakai ikan. Jadi hidup kami sulit terus karena telah tergadai sama tauke," kata Ruslan.

Nelayan diminta beralih ke alat tangkap yang lebih selektif dan tidak merusak kelestarian lingkungan. Aturan terkait penggunaan alat tangkap ini tertuang dalam Permen KP Nomor 2 tahun 2015 tentang larangan penggunaan pukat hela dan pukat cantrang.

Alasan Kementerian Kelautan dan Perikanan melarang cantrang karena para nelayan memodifikasi ukuran mata jaringnya (mesh size) hingga 1,5 inci, padahal aturan maksimalnya 2 inci. Kecilnya mesh size inilah yang membuat ikan kecil yang masih berpotensi untuk tumbuh dan bertelur ikut terjaring.

Namun karena mahalnya biaya mengganti alat tangkap, KKP memberi toleransi kepada nelayan untuk menggunakan alat tangkapnya hingga akhir Juni mendatang. Dengan syarat, mesh size cantrang maksimal 2 inci dan tali ring atas maksimal 60 meter.