Indonesia gugat Australia soal pengenaan BMAD kertas

id Enggartiasto, bea Masuk Anti-Dumping, subsidi produk kertas, perusahaan asal Indonesia

Indonesia gugat Australia soal pengenaan BMAD kertas

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita (kanan).(ANTARA FOTO/IORA SUMMIT 2017/Widodo S. Jusuf)

Jakarta (Antarasumsel.com) - Pemerintah Indonesia menggugat Australia terkait dengan adanya tuduhan tindakan dumping dan subsidi produk kertas fotokopi ukuran A4 serta mengenakan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) terhadap tiga perusahaan asal Indonesia.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam keterangan tertulis yang diterima pada Kamis mengatakan bahwa Pemerintah Australia secara resmi telah mempublikasikan laporan hasil penyelidikan tindakan dumping dan subsidi produk kertas fotokopi A4 pada 19 April 2017.

"Keputusan yang dikeluarkan oleh Assistant Minister for Industry, Innovation and Science tersebut mengenakan Bea Masuk Anti-Dumping kepada tiga eksportir atau produsen kertas Indonesia," kata Enggartiasto.

Enggartiasto menambahkan, pengenaan BMAD tersebut mengecualikan satu eksportir atau produsen yang volume dumpingnya tidak melampaui batas minimum dua persen (negligible level) atau di bawah dua persen.

Sedangkan Bea Masuk Imbalan (BMI) tidak dikenakan, karena penyelidikan subsidi oleh pemerintah Australia telah dihentikan mengingat subsidi yang diberikan Indonesia juga tidak melampaui batas minimum dua persen.

Terhitung mulai 20 April 2017, BMAD yang dikenakan kepada tiga eksportir/produsen Indonesia masing-masing sebesar 12,6 persen, 35,4 persen, dan 38,6 persen yang akan diberlakukan selama lima tahun ke depan.

Upaya pengamanan khususnya terkait pernyataan Pemerintah Australia bahwa terdapat kondisi yang disebut Particular Market Situation (PMS) di industri kertas Indonesia yang menyebabkan meningkatnya besaran margin dumping yang dikenakan ke eksportir/produsen Indonesia.

Selain itu, pernyataan adanya kondisi PMS di Indonesia dimaksud bukan tidak mungkin akan kembali mengundang otoritas investigasi Australia atau otoritas investigasi negara lain untuk menginisiasi tuduhan trade remedy (domino effect).

Dalam kesempatan itu, Direktur Pengamanan Perdagangan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Pradnyawati mengatakan bahwa pemerintah menilai tuduhan dumping kertas asal Indonesia tersebut tidak adil.

"Pemerintah Indonesia telah menyampaikan sanggahan terkait PMS ini melalui berbagai cara, mulai dari konsultasi, penyampaian surat Menteri, hingga melayangkan gugatan ke Anti-Dumping Review Panel (ADRP) Australia," kata Pradnyawati.

Gugatan tersebut dilayangkan dengan keyakinan bahwa otoritas investigasi Australia tidak melandasi keputusannya dengan bukti yang kuat dan hanya sekedar menggunakan asumsi.

Perusahaan juga melakukan gugatan atas pernyataan tersebut dan bahkan akan membawa otoritas investigasi Australia ke forum Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) World Trade Organnization (WTO).

"Pemerintah Indonesia akan terus berupaya mengamankan akses pasar kertas fotokopi A4 Indonesia yang nilai ekspornya ke Australia pada tahun 2016 mencapai 34 juta dolar AS," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan.

Senada dengan Enggartiasto, Ketua Tim Perunding Indonesia untuk Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) Deddy Saleh juga menyampaikan bahwa pengenaan bea masuk atas kertas Indonesia sudah pasti akan mempengaruhi pembicaraan dalam perundingan IA-CEPA.

Penyelidikan tuduhan dumping dan subsidi terhadap produk kertas fotokopi A4 Indonesia ini diinisiasi pada 12 April 2016 atas permohonan Industri kertas domestik Australia.

Tahun penyelidikan adalah tahun 2015 dimana pada tahun tersebut nilai impor kertas fotokopi A4 Australia dari Indonesia adalah sebesar 25,1 juta dolar AS atau mencapai 33,4 persen dari total nilai impor kertas Australia dari dunia yang mencapai 75 juta dolar AS.

Selain Indonesia, negara yang dituduh dalam penyelidikan ini adalah Brasil, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), dan Thailand untuk dumping. Sedangkan untuk subsidi negara lain yang dituduh adalah RRT.

Klaim industri kertas Australia adalah mereka mengalami injury karena penurunan volume penjualan dan keuntungan, adanya tekanan harga, serta berkurangnya market share, tenaga kerja, kapasitas, dan investasi.