BPOM: Air mineral ilegal berbahaya bagi manusia

id bpom, Air mineral, dikonsumsi, diminum terus, Suliyanto, mikrobiologi, PH, kadar keasaman air

BPOM: Air mineral ilegal berbahaya bagi manusia

Ilustrasi Petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Palembang menunjukkan hasil uji kandungan air mineral ilegal. (Antarasumsel.com/Feny Selly)

Bantul (Antarasumsel.com) - Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan air mineral ilegal di wilayah Piyungan, Kabupaten Bantul yang digerebek lembaganya berbahaya jika dikonsumsi manusia secara terus-menerus.

"Air mineral ilegal itu kalau dikonsumsi secara terus menerus bisa membahayakan kesehatan manusia," kata Kepala Seksi (Kasi) Penyidikan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) DIY Suliyanto di Bantul, Rabu.

Menurut dia, dari hasil penelitian di laboratorium lembaganya, air mineral ilegal yang kemudian disita BPOM DIY itu mengandung mikrobiologi dan PH atau kadar keasaman air di bawah persyaratan sehingga agak asam.

"Itu bisa menyebabkan infeksi saluran pernafasan dan saluran pencernaan manusia," kata Suliyanto.

Berdasarkan informasi yang BPOM DIY terima, kata dia, bahan baku air mineral ilegal di Piyungan Bantul itu diambil dari sumur masyarakat dan mata air di wilayah Kaliurang Kabupaten Sleman.

"Untuk barang bukti yang sudah disita jumlahnya ada 252 galon kemasan 19 liter serta isinya. Namun dalam sehari produksnya rata-rata sekitar 300 galon," katanya.

Rumah produksi air mineral yang ada di Piyungan Bantul digerebek BPOM DIY pada Selasa (16/5) karena setelah dilakukan pengecekan di laboratorium sebelumnya ada kandungan berbahaya yang seharusnya tidak terdapat pada air mineral pada umumnya.

Suliyanto mengatakan, dari rumah produksi air mineral ilegal itu petugas BPOM DIY mengamankan dua orang yaitu berinizial K sebagai pemilik usaha dan A selaku penanggung jawab rumah produksi, untuk diperiksa lebih lanjut sebagai saksi.

"Kami sudah panggil saksi-saksi dan belum menetapkan tersangka, jadi masih sebatas pemanggilan saksi dan kami dalami siapa yang bertanggung jawab. Sampai saat ini baru itu," katanya.