Delegasi "Bonn Challenge" tanam pohon khas gambut

id Menteri Lingkungan, Penanam pohon, Asia Pasifik, Kebun Plasma Nuftah, Bonn Challenge, perestorasian gambut, Edward

Delegasi "Bonn Challenge" tanam pohon khas gambut

Edward Heimond yang menjabat sebagai wakil Regional Manager Asia Pasifik of EDE Consulting melakukan penanaman pohon di lokasi hutan buatan restorasi gambut Sepucuk. (Antarasumsel.com/Dolly Rosana/Ang/17)

Kayuagung (Antarasumsel.com) - Delegasi pertemuan Menteri Lingkungan Asia Pasifik "The First Asia Bonn Challenge High Level Roudtable Meeting" menanam 100 pohon khas gambut di Kebun Plasma Nuftah dan Demontrasi Plot Restorasi Hutan Rawa Gambut di Desa Sepucuk, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Selasa.

Penanam pohon khas gambut seperti ramin, jelutung, punak, perupuk, dan pulai rawa itu dilakukan puluhan peserta Bonn Challenge sebagai simbol kepedulian dunia pada perestorasian gambut.

Salah seorang peserta Bonn Challenge, Edward Heimond yang menjabat sebagai wakil Regional Manager Asia Pasifik of EDE Consulting mengatakan sangat terkesan dengan kawasan restorasi Sepucuk ini karena telah berhasil menerapkan iptek dalam perestorasian hutan dan lahan gambut.

 "Saya sangat terkesan mendapati kenyataan bahwa lahan yang semula rusak parah ternyata dapat dikembalikan ke fungsi asalnya secara bertahap," ujar Edward.

Dalam kegiatan field trip peserta Bonn Challenge yang juga diikuti Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Hutan Ruanda Agung dan Gubernur Sumsel Alex Noerdin ini juga disampaikan ke peserta mengenai sejarah berdirinya kawasan hutan restorasi gambut di Sepucuk ini.

Kepala Balitbangnov Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Supriyanto mengatakan restorasi gambut telah menjadi kesepakatan bersama negara-negara dunia, bahkan dalam konferensi Bonn Challenge disepakati target sebanyak 150 juta hektare hingga 2020.

Untuk merestorasi tentunya dibutuhkan metodelogi dan teknologi, sementara Indonesia yang memiliki sekitar 3 juta lahan gambut terdegradasi telah memulainya lebih dahulu.

Menurut Bambang semangat untuk meneliti ini dilatari kerusakan lingkungan hebat pasca kebakaran hutan dan lahan tahun 1997. Setelah kejadian tersebut, lingkungan tidak banyak berubah.

"Maka pada 2006 diputuskan bahwa pengembalian fungsi gambut harus melalui intervensi manusia. Sejak itu, mulai dilakukan penelitian mengenai tanaman yang cocok ditanam di lahan gambut. Lalu setelah melakukan penelitian yang intens akhirnya didapatkan 25 jenis tanaman lokal yang mulai ditanam sejak 2010 di lahan seluas 25 hektare kawasan Sepucuk," ujar dia.

Bambang menjelaskan, bukan perkara mudah menemukan 25 jenis pohon lokal ini karena karakteristik lahan gambut yang demikian basah saat musim penghujan dan demikian kering saat musim kemarau. Para peneliti harus memahami pergerakan muka air tanah.

Namun lantaran fokus dan mendapatkan dukungan penuh multipihak yakni pemerintah dan organisasi internasional International Tropical Timber Organitation (ITTO), akhirnya demontrasi plot ini terwujud pada 2010.

"Ada jenis jelutung yang getahnya dapat jadi latek dan ramin yang dapat digunakan untuk kebutuhan kayu. Jenis-jenis tanaman ini sangat cocok dengan semangat pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat dan penerapan agroforestry," kata Bambang.

Sumatera Selatan sebagai daerah yang memiliki 1,4 juta hektare lahan gambut saat ini menjadi perhatian dunia karena beberapa diantaranya telah mengalami kerusakan parah akibat kebakaran hutan dan lahan. Badan Restorasi Gambut menargetkan sebanyak 400.000 hektare lahan direstorasi dari 2016-2020.

Pertemuan para menteri lingkungan Bonn Challlenge ini diharapkan semakin memperkuat inisiasi dari negara peserta Bonn Challenge yang ingin merestorasi 150 juta hektare hingga 2020.