Anggota DPRD Sumsel bersaksi sidang dana hibah

id Ahmad Djauhari, Rusdi Bardian, korupsi, dana hibah, Pengadilan Tipikor, Muhammad Yansuri, Agus Sutikno, Haji Karta, Malyono, dana reses, Laoma PL Tobi

Anggota DPRD Sumsel bersaksi sidang dana hibah

Ilustrasi. (Antarasumsel.com/Edo Purmana/17)

Palembang (Antarasumsel.com) - Sebanyak empat anggota dan dua mantan anggota DPRD Sumatera Selatan memberikan kesaksian pada sidang korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Sumsel tahun anggaran 2013 di Pengadilan Tipikor Palembang, Kamis.

Mereka yakni Ahmad Djauhari (mantan Wakil Ketua DPRD Sumsel 2009-2014), Rusdi Bardian (mantan anggota Komisi II DPRD 2009-2014), Muhammad Yansuri (anggota DPRD dari Partai Golkar), Agus Sutikno (anggota DPRD dari Partai PPP), Haji Karta (anggota DPRD dari PKB), Malyono (anggota DPRD dari Partai Gerindra).

Dalam pemeriksaan keterangan saksi, majelis hakim yang terdiri atas Saiman (ketua), Abu Hanifah (anggota) dan Arison Mega Jaya (anggota) mempertanyakan ke anggota DPRD mengenai proses usulan kenaikan dana aspirasi (reses) dari Rp2,5 miliar per orang menjadi Rp5 miliar pada tahun anggaran APBD-P Sumsel 2013.

Selain itu juga mencecar mengenai ada atau tidaknya laporan pertanggung jawaban atas realisasi dana reses kepada pihak eksekutif (SKPD terkait) dari pihak penerima (Lembaga Sosial Masyarakat dan lainnya).

Atas kenaikan itu, muncul dugaan terjadi penyimpangan (realisasi fiktif) untuk sejumlah proyek dana hibah yang menjerat dua terdakwa yakni Laoma PL Tobing (Kepala Badan Pengelola Aset Daerah Provinsi) dan Ikhwanuddin (mantan Kepala Kesbangpol Provinsi).

Salah seorang saksi Muhammad Yansuri menjelaskan bahwa dirinya mengajukan 17 profosal ke BPAD dan semuanya disetujui. Akan tetapi yang bersangkutan terkejut ketika menjalani BAP terkait kasus ini, mendapati kenyataan bahwa realisasi untuk dana resesnya justru untuk 32 profosal.

"Saya langsung katakan ke penyidik bahwa selain 17 profosal ini, tidak ada lagi yang melalui saya. Jadi dari 18-32 profosal, saya coret-coret karena tidak melalui saya," kata Yansuri.

Yansuri menjelaskan bahwa untuk proses pencairan dana reses itu melalui berbagai tahapan yakni dimulai dari pengajuan profosal dari masyarakat ke dirinya, seperti untuk perbaikan jalan, pembangunan masjid dan lainnya.

Setelah itu, Yansuri meneruskan profosal tersebut ke BPKAD untuk kemudian diteruskan ke SKPD terkait, semisal Dinas PU Bina Marga dan Dinas PU Cipta Karya. Lalu, secara lisan dirinya juga menanyakan ke konsituen mengenai realisasi dari profosal itu.

"Mengenai laporan pertanggungjawabanya, saya tidak tanyakan karena merasa yang berhak menagihnya yakni mereka memberikan dana (SKPD)," kata dia.

Ketika ditanyakan hakim dari mana saksi mengetahui bahwa dana alokasi resesnya masih ada atau berlebih, Yansuri mengatakan ada komunikasi dari BPKAD dengan stafnya.

"Saya mengajukan 17 profosal dan semua disetujui, dan setelah direalisasikan tidak sampai habis sesuai plafon saya Rp5 miliar, karena ada pembangunan jalan dari semula diperkirakan Rp3 miliar ternyata hanya Rp2,5 miliar," kata Yansuri.

Sementara itu, terhadap mantan Wakil Ketua DPRD Sumsel Ahmad Djauhari, majelis hakim memperdalam asal muasal munculnya usulan kenaikan dana aspirasi tersebut.

Djauhari menjelaskan bahwa usulan tersebut bermula dari Sekwan yang mendapatkan pernyataan lisan dari seluruh fraksi, dana reses sebesar Rp2,5 miliar terlalu sedikit. Lalu dibawa di rapat Panitia Urusan Rumah Tangga yang diketuai dirinya. Dalam rapat tersebut diketok palu dan dibuatkan notulennya bahwa seluruh anggota dewan menginginkan kenaikan dana reses.

Lalu dikeluarkan surat resmi ke Ketua TPAD yang saat itu diketuai Sekretaris Daerah Yusri Effendi. Kemudian, usulan DPRD itu diteruskan dalam rapat paripurna DPRD dan menjadi RAPBD, lalu diputuskan masuk dalam APBD 2013.

Terkait pernyataan saksi, hakim menanyakan surat usulan yang dikirimkan DPRD tersebut apakah ke BPKAD atau ke Gubernur Sumsel, mengingat dalam BAP saksi dinyatakan bahwa ditujukan ke gubernur.

"Sebenarnya DPRD memandang bahwa BPKAD itu sama saja dengan perpanjangan tangan gubernur selaku kepala daerah, jadi surat dialamatkan Sekwan ke BPKAD saat itu diketuai Laoma PL Tobing," ujar Djauhari.

Persidangan kasus korupsi dana hibah di Pemprov Sumsel hingga kini terus bergulir, setelah menghadirkan seluruh Sekretaris Daerah pada periode 2012-2016, Jaksa pun menghadirkan seluruh Kepala SKPD terkait, dan sejumlah anggota DPRD Sumsel.

Kedua terdakwa dimajukan ke persidangan lantaran diduga telah melakukan penyelewengan dana hingga merugikan negara mencapai Rp21 miliar.

Dalam surat dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tasjrifin dari Kejaksaan Agung, kedua terdakwa melakukan penyalahgunaan wewenang dalam jabatan dengan secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi soal pertanggungjawaban dana hibah. Kedua terdakwa memberikan bantuan dana hibah tanpa sebelumnya melakukan verifikasi dan evaluasi kepada penerima.

Bukan hanya itu saja, adanya permintaan kenaikan anggaran reses anggota DPRD Sumsel pada 2013 juga terkuak dalam dakwaan jaksa, yakni dari Rp2,5 miliar menjadi Rp5 miliar. Kemudian temuan ormas fiktif sebanyak 360 yang menerima dana hibah dari Kesbangpol senilai total Rp17 miliar.

Keduanya didakwa dengan pasal 2 dan 3 Jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi.