Ratusan aktivis Islam Puncak gelar aksi doa

id islam, aktivis, doa bersama, aksi solidaritas, kecelakaan beruntun, Jalan Selarong Gadog, Puncak Bogor

Ratusan aktivis Islam Puncak gelar aksi doa

Warga melihat kondisi salah satu mobil yang ringsek di Unit Laka Lantas Polsek Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (22/4/2017) malam. Kecelakaan beruntun yang terjadi antara sebuah bus pariwisata dengan enam kendaraan roda empat dan lima roda d

Megamendung, Bogor (Antarasumsel.com) - Ratusan aktivis umat Islam Puncak Cisarua Bogor menggelar aksi solidaritas mengenang kecelakaan beruntun yang menewaskan empat orang termasuk Kepala Desa Citeko pada Sabtu (22/4).

"Semoga ini menjadi perhatian semua pihak, terutama pemerintah Kabupaten dan Pusat agar tidak terjadi lagi," kata keluarga korban kecelakaan meninggal Sahrudin Shobirin di Jalan Selarong Gadog Puncak Bogor, Sabtu.

Ia menyatakan kecelakaan yang terjadi akibat kurangnya pengawasan terhadap kelayakan kendaraan serta infrastruktur jalan yang kurang memadai sering terjadi sehingga menjadi duka masyarakat Puncak Cisarua selama bertahun-tahun.

Sahrudin sebagai Sekretaris Desa Citeko Kecamatan Cisarua yang juga keluarga korban meninggal yakni Kepala Desa Citeko Dadang Sulaeman mengaku perlu menyuarakan percepatan solusi infrastruktur jalan Puncak.

Sementara itu, perwakilan aksi doa Muhsin mengatakan aksi doa tersebut bermaksud agar dorongan terhadap perbaikan sistem kemacetan arah Puncak Cisarua segera terwujud.

Beberapa pesan moril yang disampaikan antara lain Kementrian Perhubungan atau Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor melakukan razia dan pengecekan ulang setiap bus yang hendak ke puncak di rest area Sentul atau Gadog.

Kedua setiap bus diberikan tanda dispensasi bahwa bus itu layak jalan ke puncak.

Ketiga dipasang informasi dan rambu di setiap 500 meter jalan.

Keempat setiap tempat wisata, hotel, gedung diklat, restoran dipasang himbauan untuk setiap supir bus agar kendaraan yang dikemudikanya sudah layak jalan pulang.

Kelima dibuatkan rest area khusus di puncak minimal 3 rest area yang bisa menampung bus dan sekaligus tempat pengecekan kondisi mesin dan lainnya.

Keenam usia bus yang pembuatan atau rakitanya di bawah tahun 2005 dilarang beroperasi di jalan puncak.

Ketujuh bus angkutan umum seperti bus Karunia Bakti, Doa Ibu dan Marita serta bus umum lainnya di evaluasi dan dikaji ulang kelayakan jalannya.

Kedelapan bus yang ugal-ugalan dicabut trayeknya.

Kesembilan bus pemerintah, TNI, POLRI dan truk yang sudah tidak layak jangan dipaksakan naik ke puncak.

Kesepuluh bus kota seperti Metromini dan Kopaja serta bus kota lainnya yang tidak layak dilarang keras naik ke puncak.

Kesebelas Dishub wajib siaga 24 jam di setiap rest area dan gerbang masuk puncak.

Kedua belas adanya test para supir bus dari narkotika dan obat lainnya yang membahayakan.

Keempat belas perbaikan jalur tengkorak di kawasan Puncak karena sudah tidak layak.

Kelima belas dibuat tempat-tempat dititik tertentu untuk bantalan penahan atau bantalan khusus guna menahan ketika ada kendaraan atau bus yang mengalami rem blong.

Keenam belas pengawalan pihak kepolisian khususnya petugas, khususnya Satlantas Polres Bogor harus sesuai Standar Operasional Kerja (SOP).

Ketujuh belas setiap titik-titik pertigaan di jalur kawasan puncak, apalagi lokasi tertentu yang dinilai rawan serta memiliki risiko terjadinya kecelakaan harus dijaga oleh petugas kepolisian.

Kedelapan belas mengenai kebijakan satu jalur puncak yang dilakukan oleh petugas kepolisian harus dikaji dan ditinjau ulang kembali.

Sementara itu, Kepala Kepolisian Resor Bogor mengatakan pihaknya mempersilakan aksi doa sepanjang tidak mengganggu fungsi jalan.

Ia menyampaikan pihaknya mencoba optimal mengawal lalu lintas di jalur padat seperti Puncak untuk menghindari konsukuensi kecelakaan yang lebih banyak membahayakan jika pengaturan satu jalur tidak diberlakukan.

Sebanyak 200 personel gabungan setiap akhir pekan selalu bersiaga mengatur lalu lintas di setiap pertigaan dan perempatan jalan supaya tidak ada kepadatan kendaraan yang buntu.

"Melakukan rekayasa satu jalur itu tidak mudah, perlu petugas yang banyak karena juga kendaraan sudah melebihi kapasitas dan belum ada solusi yang lebih efektif sebelum infrastruktur jalan juga belum ada solusi optimal," kata dia