Mendikbud: Saya tak ingin bunuh madrasah diniyah

id Muhadjir Effendy, M Effendy, Mendikbud, Madrasah Diniyah, full day school, TPQ, Gebyar Prestasi Al Quran

Mendikbud: Saya tak ingin bunuh madrasah diniyah

Muhadjir Effendy (ANTARA)

Surabaya (Antarasumsel.com) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menegaskan dirinya tidak ingin membunuh Madrasah Diniyah dengan program "full day school" yang dia gulirkan.

"Saya tidak ingin bunuh diniyah dengan 'full day school', tapi sinergi sekolah dengan TPQ, saya minta perda diniyah," kata Mendikbud Muhadjir Effendy saat menghadiri Gebyar Prestasi Al Quran Yayasan Taman Pendidikan dan Sosial Nahdlatul Ulama (YTPSNU) Khadijah Surabaya, Sabtu.

Dengan adanya 'full day' yang disinergikan ini, menurutnya bisa memperkuat Islam. Bukannya meminggirkannya dengan berbagai anggapan dan opini yang negatif terkait budaya mengaji.

"Kalau ngaji bagus dianggap ekstrem, kalau moderat itu ngajinya gak fasih, saya ingin agama itu menjadi bagian dari karakter dan mental kita," katanya.
     
Ia menambahkan, Yayasan Khadijah merupakan contoh yang baik terkait bagaimana pelajaran agama dan umum diajarkan secara sinergi. Sehingga melahirkan siswa yang cinta agama dan cinta tanah air.

Ketua Yayasan Taman Pendidikan dan Sosial Nahdlatul Ulama (YTPSNU) Khadijah Khofifah Indar Parawansa mengatakan, gebyar ini merupakan acara puncak dari rangkaian ujian munaqosah tartil dan tahfid yang diikuti siswa.

Terdapat tiga ujian yang diikuti siswa mulai dan ujian tingkat unit pendidikan, tingkat yayasan, dan tingkat Pesantren ilmu Al Quran (PIQ) Malang di bawah asuhan KH Bashori Alwi.

Dirinya juga mengapresiasi sistem pendidikan yang masih diterapkan di yayasannya. Apalagi peserta di tahun ini meningkat 50 persen dari tahun lalu, menjadi 400 siswa.

"Alhamdulillah saya bangga kepada siswa siswi Khadijah, dan prestasi ini harus ditingkatkan agar Iulusan Khadijah memiliki kompetensi unggulan dalam membaca dan menghafal Al-Quran," kata Menteri Sosial (Mensos) ini.

Khofifah menceritakan, sekitar tahun 2006 dirinya meminta supaya ada forum dimana pihaknya bisa melihat, mengukur, dan mengetahui standar kompetensi anak di dalam memahami terutama membaca Al-Quran dengan baik.

"Saya meminta kepada wali murid, kalau anaknya lulus SD dan belum khatam, maka mereka harus rela untuk tidak menerima ijazah, Jadi itu ada di dalam perjanjian,"
Dari 2006 kita melakukan ini, dan merupakan bagian dari upaya untuk membangun karakter bangsa. Selain itu, bangsa juga mempunyai pekerjaan rumah (PR) membangun karakter mental.

"Kalau yang dibangun denga karakter Qurani maka PR tersebut akan selesai dengan sendirinya. Karena Islam sendiri dibangun dengan karakter damai bukan menakutkan," ujarnya.