Tarif taksi "online" tidak selamanya murah

id taksi online, tarif, harga, taksi berbasis aplikasi, pengamat

Tarif taksi "online" tidak selamanya murah

Ilustrasi (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Jakarta (Antarasumsel.com) - Pakar Kebijakan Publik Universitas Indonesia Harryadin Mahardika mengatakan subsidi tarif murah yang diberikan perusahaan taksi berbasis aplikasi (online) tidak akan selamanya bertahan murah karena perusahaan akan dituntut meningkatkan pendapatan pengemudi.

"Ada dua yang akan bergeser, pertama perusahaan akan keluar dari jalur rugi kemudian mencari keuntungan. Kedua, ada tekanan dari 'driver'. Pengemudi melihat perlu ada pendapatan yang naik, jangan sampai pengemudi dieksploitasi," kata Harryadin dalam diskusi di Jakarta, Sabtu.

Ia mencontohkan Amerika Serikat yang lebih dahulu menerapkan taksi dalam jaringan (daring) atau "online" tersebut sudah mulai diprotes dari pengemudi internal mereka agar pendapatan ditingkatkan.

Namun, ia menilai Indonesia akan lebih lama terjadi penghentian subsidi tarif murah karena pasar yang sangat besar bagi perusahaan taksi daring untuk menyasar daerah perbatasan dan berpendapatan kecil-menengah.

"Dilihat dari penetrasi industri, perusahaan taksi 'online' baru memulai 'market' di kota kecil dan sedang, namun ketika sampai pada titik di mana cakupannya memenuhi 30 persen pasar keseluruhan, baru lah pemilik melihat jalurnya akan berubah," kata Harryadin.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua DPP Organda Korwil 2 Untuk Wilayah DKI, Jabar dan Banten Safhruhan Sinungan mengkhawatirkan pemberian subsidi tarif oleh taksi "online" hingga perusahaan rela merugi.

Ia menyebutkan salah satu perusahaan taksi "online", Uber, memberikan subsidi tarif yang luar biasa hingga menggelontorkan dana Rp1 triliun.

"Uber hampir menggelontorkan dana Rp1 triliun hanya untuk rugi. Apa motivasinya memberikan subsidi, bahkan Go-jek juga rugi. Kalau masyarakat diuntungkan ya bagus, tetapi negara punya aturan dan aplikasi ini tidak bisa dicegah," kata Safhruhan.

Ia juga menyebutkan kendaraan perusahan taksi konvensional di Jabodetabek tinggal 30 persen karena tidak mampu bersaing dengan pengemudi taksi "online" yang tidak terlihat serta jumlahnya yang sangat masif.

Ada pun Kementerian Perhubungan tengah mengatur tarif taksi daring "online" dalam revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

Regulasi ini akan diberlakukan mulai 1 April mendatang.

Dalam peraturan tersebut, ada 11 butir regulasi baru yang mengatur taksi "online" sebagai angkutan sewa khusus, namun tiga di antaranya masih menjadi keberatan dari perusahaan taksi aplikasi, yakni kuota dan batas tarif angkutan sewa khusus serta kewajiban STNK berbadan hukum.