Jakarta (Antarasumsel.com) - Ahli linguistik Rahayu Surtiati Hidayat yang menjadi ahli dalam lanjutan sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan terdapat enam klausa dalam pidato Ahok yang menyinggung Surat Al-Maidah Ayat 51.
"Dalam rangkaian kalimat itu punya arti tidak?" tanya Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto dalam sidang ke-15 Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa.
"Pasti punya karena ini kalimat yang terdiri dari beberapa klausa yang mempunyai hubungan satu sama lain," kata Rahayu, menjawab.
Kluasa pertama, kata dia, "jangan percaya sama orang", kedua "kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya, dan ketiga "karena dibohongin pakai Surat Al Maidah 51 macem-macem gitu lho".
Selanjutnya, keempat "itu hak bapak ibu, ya". Kelima "jadi kalau bapak ibu perasaan enggak bisa pilih nih, dan keenam "saya takut masuk neraka dibodohin gitu ya, enggak apa-apa, karena ini kan panggilan pribadi bapak ibu".
Lebih lanjut, Hakim Dwiarso menanyakan apakah kata "pakai" dalam pidato Ahok itu sama artinya dengan kata "menggunakan".
"Sama saja, jadi "dibohongi menggunakan Surat Al Maidah" sama dengan "dibohongi pakai Surat Al Maidah"," jawab Rahayu yang juga Guru besar Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia itu.
"Apakah arti dalam kalimat ini?" tanya Hakim Dwiarso.
"Al Maidah itu tidak berbohong hanya dijadikan alat untuk membohongi. Jadi, ada orang yang menggunakan Al Maidah 51 untuk membohongi orang lain," jawab Rahayu.
Dalam lanjutan sidang Ahok kali ini, terdapat tiga ahli yang rencananya akan hadirkan, yakni ahli agama Islam yang merupakan Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jakarta dan sebagai dosen Fakultas Syariah IAIN Raden Intan, Lampung Ahmad Ishomuddin.
Selanjutnya, ahli bahasa yang merupakan Guru besar linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Rahayu Surtiati Hidayat dan yang terakhir ahli hukum pidana yang merupakan dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung C. Djisman Samosir.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif, yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
Berita Terkait
Tim Mawardi-Harno ambil formulir pendaftaran Pilkada Sumsel 2024 di PAN
Senin, 22 April 2024 22:18 Wib
Polda: Oknum polisi pelaku asusila telah jadi tersangka dan ditahan
Senin, 22 April 2024 17:41 Wib
Kemenkumham Sumsel gelar monev administrasi lapas dan rutan
Senin, 22 April 2024 16:32 Wib
Polisi tangkap pelaku pembunuh wanita hamil
Senin, 22 April 2024 14:50 Wib
Tiga kapal nelayan tradisional Natuna ditangkap di Perairan Malaysia
Senin, 22 April 2024 14:48 Wib
Wings Air: Dugaan pesawat hilang kontak di Pulau Flores tidak benar
Senin, 22 April 2024 14:45 Wib