Membaca kearifan dalam permainan tradisional

id permainaan, trADISIONAL, nilai budaya, edukasi, Mahyeldi Ansharullah, penggunaan gawai, pertunjukan teater

Membaca kearifan dalam permainan tradisional

Ilustrasi Permainan tradisional tepak cadang dalam Festival Permainan Anak Tradisional .(Antarasumsel.com/Nova Wahyudi/den)

....Bermain adalah dunia gembira, sebuah ajang kebersamaan untuk berbagi ruang bahagia....
Di sudut pelataran sebuah rumah bergaya Jawa sekelompok anak perempuan tampak bergembira bermain "cublak-cublak suweng", salah satu jenis permainan anak yang sangat populer di wilayah Jawa (masyarakat kultur Jawa: Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur).

Sementara itu, di sudut pelataran lainnya sejumlah anak laki-laki terlihat girang sedang bermain enggrang, bambu yang diberi sandara kaki untuk berjalan.

Kedua pemandangan anak-anak yang sedang bermain-main dengan permainan tradisional itu bukan berada di perkampungan di Jawa pada masa lalu, melainkan di halaman Bentara Budaya Jakarta, bilangan Jakarta Barat yang dikelilingi gedung-gedung tinggi.

Melalui pameran dan gelar permainan tradisional, mulai 22 hingga 28 Februari 2017, masyarakat perkotaan, seperti di Jakarta, diajak menyelami kegairahan masa kecil yang penuh dengan kegembiraan dalam bermain-main.

Masyarakat perkotaan yang hidup dengan permainan modern dan elektronik dikenalkan dengan permainan tradisional yang lebih manusiawi.

Bermain adalah dunia gembira, sebuah ajang kebersamaan untuk berbagi ruang bahagia. Bentara Budaya dan Gudang Dolanan Indonesia mengajak masyarakat menengok atau menyelami kembali ruang gembira tersebut lewat pameran bertajuk "Menyelami Kegairahan Masa Kecil".

Perubahan zaman telah meminggirkan permainan anak tradisional dari ruang kehidupan hari ini. Permainan anak tradisional sebagai kekayaan budaya nyaris punah, padahal Indonesia memiliki ratusan jumlahnya yang tersebar di negeri ini.

Permainan anak yang digelar dalam pameran ini pernah menemani kehidupan generasi demi generasi di negeri ini. Lewat permainan, mereka belajar tentang nilai-nilai kebersamaan, tentang bergandeng tangan, dalam semangat solidaritas dan kerja sama. Di sana ada aktivitas fisik, keterampilan, dan kearifan.

Indonesia memiliki 2.500 jenis permainan tradisional. Banyak permainan yang sangat luas persebarannya dan memiliki banyak persamaan dari satu daerah dengan daerah lain. Hal yang sangat menonjol ditemui dalam permainan tradisional adalah sifat kejujuran atau sportivitas sikap memegang teguh aturan atau kebiasaan yang berlaku.

Dalam pelaksanaan permainan tradisional, hampir tidak pernah ditemukan sikap protes, melanggar aturan yang disepakati, atau hal yang dapat menimbulkan sakit hati dari pihak-pihak yang bermain.

Pegiat permainan tradisional dari Gudang Dolanan Indonesia Endi Aras mengatakan bahwa setiap alat permainan yang pernah dimainkan selalu punya nilai, kejujuran, sportivitas, kebersamaan, kesederhanaan, dan taat aturan.

"Ia mengajarkan kejujuran, tidak boleh curang. Ia mengajarkan sportivitas. Kalau kalah, ya, sudah. Akui saja kalah, ini hanya permainan," ujar kolektor gasing dari seluruh Indonesia itu.

Selain pengisi waktu, permainan tradisional juga bersifat memberikan kesenangan, kepuasan, atau hiburan. Unsur prestasi pribadi agak kurang.

Masyarakat di seluruh pelosok Indonesia sangat kreatif memanfaatkan pemberian lingkungan, seperti biji-bijian, pohon kelapa, bambu, rotan, daun kelapa, hingga pelepah pisang yang bisa dijadikan alat permainan.

Di Yogyakarta, misalnya, biji kemiri untuk permainan jirak dan biji benguk untuk perminan dhuk ter. Di Aceh, biji kemiri atau buah pinang untuk permainan meu een aceue dan biji melinjo atau biji asam untuk permainan meueun geuti.

Ada suatu benda yang awalnya sudah terbuang oleh alam atau manusia kemudian terdaur ulang menjadi sarana untuk kesenanangan. benda semacam itu, antara lain, kulit kerang dan pecahan genting atau tembikar (kreweng). Jenis permainan yang menggunakan bahan semacam itu, antara lain, di Sumatera Selatan permainan cak ingking geprak, gaman, dan engkek-engkek; di Yogyakarta dhoktri; di Jawa Tengah gaprek; di Sulawesi Tenggara pakibo dengan kerang; di Maluku permainan menga.

Benda-benda yang tidak berharga dapat untuk membuat kesenangan dalam bentuk permainan, seperti tempurung kelapa untuk permainan gole-gole dan ero tampurung di Maluku; di Sulawesi Tenggara untuk permianan Pebaji, lengko-lengko.

Di Kulon Progo, Yogyakarta, daun padi segar untuk gethekan; di Jakarta, serat pisang untuk dododio; di Kalimantan, gelindingan menggunakan batang pepaya sementara rumput atau jerami; di Sulawesi Utara untuk lirau dan ratukang.

Budayawan Al Sastraw mengatakan bahwa permainan tradisional diciptakan berangkat dari nilai-nilai moral yang tumbuh di tengah masyarakat, seperti cinta lingkungan, sehingga tidak heran kalau anak-anak sekarang yang begitu "menggilai" permainan gawai tidak memiliki kepekaan terhadap lingkungannya.

"Anak-anak sekarang hidup dalam peradaban milik orang lain. Imajinasi mereka tercerai dengan lingkungannya," ujar lelaki yang selalu memakai belangkon itu.

        
Cukup Kreatif
Orang dahulu cukup banyak memiliki kreativitas. Mereka menggunakan apa saja yang ditemui setiap hari pada dirinya atau lingkungannya untuk yang menyenangkan. Jenis barang yang ditemui setiap hari, misalnya kain sarung, kain bekas, sapu tangan, gelang karet, karung goni, eceng gondok, pasir, dan sesajen dimanfaatkannya untuk bermain.

Barang-barang bekas, seperti kaleng dan uang logam, juga bisa dimanfaatkan menjadi mainan yang membuat senang dan cukup unik. Kelapa masih berkulit, bola karet, dan bola yang terbuat dari janur atau daun kelapa muda tidak terbuang percuma.

Mobil-mobilan dari sabut kelapa ataupun bambu, baling-baling bambu, gerobak sapi dari pelepah kelapa yang terpajang di pameran tersebut menunjukkan betapa tingginya kreativitas masyarakat, terutama anak-anak dari pelosok tanah dari dari Aceh hingga Papua.

Namun, kehidupan dan zaman telah berubah dan kini semua memakai teknologi. Dalam satu genggaman, semua informasi dan permainan dapat dinikmati. Berbagai ragam permainan tradisional perlahan-lahan mulai ditinggalkan anak-anak. Mereka lebih memilih permainan dari negeri seberang.

Opie Andaresta, seorang ibu sekaligus artis, menyampaikan kegelisahannya terhadap anak-anak sekarang yang jauh dari permainan tradisional yang dinilianya penuh dengan kearifan serta kebijaksanaan lokal.

"Permainan dan mainan tradisional saat ini justru menjadi sesuatu yang 'mewah' bagi anak-anak sekarang, terutama di perkotaan," ujar perempuan berdarah minang yang dikenal banyak membawakan lagu-lagu bernuansa kritik sosial itu.

Selain pameran alat-alat mainan tradisional dan gelaran permainan tradisional, dalam ajang tersebut juga dilakukan pelatihan membuat permainan tradisional, seperti mobil dari bambu, alat permainan dari kaleng bekas, dan melukis wayang kardus.

Masihkah kebanggaan yang dahulu ada dalam diri anak-anak ketika memiliki permainan gambar umbul atau punya karet gelang dan gasing buatan sendiri bisa ditumbuhkan kembali?
Ketika anak-anak sekarang tidak bisa main petak umpet karena lahan untuk berlari-larian sudah menjadi apartemen, ruko, atau perkantoran, dan anak-anak di desa sekarang permainnya sudah lain, main motor atau bahkan gadget, akankah permainan tradisional yang sarat kearifan dan nilai moral itu dapat ikut terkubur begitu saja, tidak bisa dibangkitkan kembali?
Sosialisasi atau pengenalan permainan tradisional kepada masyarakat luas sepertinya menjadi salah satu upaya yang wajib dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun masyarakat, pegiat permainan tradisional maupun mereka yang peduli terhadap permainan asli Nusantara.