Menjadi wartawan terinspirasi dari proklamator Bung Karno

id Direktur, direktur pemberitaan antara

Menjadi wartawan terinspirasi dari proklamator Bung Karno

Direktur Pemberitaan LKBN ANTARA, Aat Surya Safaat (Foto: antarasumsel.com/Parni)

....Bekerja sebagai wartawan di Antara adalah ibadah, dan jabatan selaku Direktur Pemberitaan adalah amanah. Maka, amanah itu harus dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya untuk kebaikan dan kemajuan Antara....
Ketika Bung Karno dipenjara penjajah Belanda di Boven Digul Papua (dulu Irian), beliau menulis buku yang sangat inspiratif, terutama bagi para pejuang kemerdekaan, dengan judul "Di bawah  bendera revolusi".

Sementara itu ketika Bung Hatta dipenjara di Sukamiskin Bandung, beliau menulis buku "Mendayung di antara dua karang" yang sampai sekarang menjadi acuan bagi pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif.

Para "Founding Fathers" itu menulis dalam keadaan serba keterbatasan, tetapi karyanya menginspirasi generasi muda untuk meraih dan mengisi kemerdekaan dengan karya nyata bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia tercinta.

Ketika Bung Karno dan Bung Hatta ditanya apa tujuannya menulis buku yang fenomenal itu, keduanya menjawab bahwa "Bangsa Indonesia harus merdeka dan ke depan harus menjadi lebih baik, sehingga menjadi bangsa yang terhormat dan bermartabat".

Inspirasi dari para Proklamator Kemerdekaan RI itulah yang mendorong saya menyenangi dunia tulis-menulis dan menjadikan saya wartawan hingga sekarang sampai menduduki jabatan sebagai Direktur Pemberitaan (Pemimpin Redaksi) Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara, satu-satunya kantor berita resmi milik negara.

Saya diterima di Antara tahun 1988, diawali dengan mengikuti Kursus Dasar Pewarta (Susdape) angkatan kelima di Lembaga Pendidikan Jurnalistik Antara. Kemudian pada 1989, mendapat penugasan pertama sebagai pewarta yang meliput isu kehutanan dan pertanian.

Semula saya protes mendapat penugasan untuk meliput isu-isu kehutanan dan pertanian, karena saya adalah lulusan Hubungan Internasional (FISIP Unair Surabaya), namun atasan saya menegaskan bahwa pewarta pemula tidak boleh menolak tugas yang diberikan.

Dengan berjalannya waktu, ternyata saya kemudian menyenangi liputan kehutanan dan pertanian, terutama karena saya sering diajak keliling berbagai daerah oleh Menteri Kehutanan Hasyrul Harahap dan Menteri Pertanian Wardoyo ketika itu, bahkan saya dapat mengunjungi hampir semua kabupaten di Tanah Air.

Kemudian pada 1990, saya mengikuti "short course" dalam bidang "Small scale business management" di Capilano College, Vancouver Kanada. Sekembali dari Kanada, saya ditugaskan meliput di Istana Presiden pada 1991 hingga 1992.

Tahun berikutnya saya ditempatkan di New York selaku Kepala Biro Antara di Amerika hingga 1998.

    
Tidak sia-sia
Dari sini saya mengambil kesimpulan bahwa ilmu yang telah dipelajari di bangku kuliah tidak ada yang sia-sia. Setelah sering meliput isu kehutanan dan pertanian, saya kemudian banyak meliput isu-isu internasional, langsung dari Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York.

Ketika kuliah di Program Studi Hubungan Internasional, saya banyak mempelajari dan membahas isu-isu internasional seperti diplomasi internasional, politik internasional, dan peran badan atau lembaga yang bernaung di bawah organisasi multilateral PBB.    

Sekembali dari New York saya mendapat kepercayaan di berbagai posisi, yakni sebagai Koordinator Kerjasama Antara dengan Kantor Berita Inggris Reuters, CEO di anak perusahaan Antara "Indonesia Market Quotes" (IMQ), dan Kepala Biro Antara Jawa Barat.

Selanjutnya saya mendapat amanah sebagai Direktur Utama Dana Pensiun Antara, Koordinator Staf Ahli, General Manager (GM) Pengembangan Bisnis, dan terakhir (sekarang) sebagai Direktur Pemberitaan Antara.

Khusus sebagai Direktur Pemberitaan, posisi ini adalah berdasarkan hasil "fit and proper test" yang dilakukan oleh sebuah lembaga independen atas permintaan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pesertanya adalah direksi petahana, para GM, dan beberapa Kepala Biro Antara Daerah.            

Pada era konvergensi media serta perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang pesat dewasa ini Antara juga harus menjadi semacam "clearing house" (rumah penjernihan) atau tempat untuk meluruskan isu-isu negatif yang kini banyak berseliweran, khususnya di media sosial.

Maka, dalam kaitan ini saya selalu menekankan bahwa berita-berita Antara harus bersifat mendidik, mencerahkan, dan memberdayakan masyarakat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Antara itu sendiri didirikan oleh para pemuda pejuang, jauh sebelum Indonesia merdeka, yakni pada 13 Desember 1937. Para pendiri kantor berita itu adalah Adam Malik, Pandu Kartawiguna, AM Sipahutar, dan Sumanang.

Khusus Adam Malik, setelah Indonesia merdeka dia menduduki berbagai jabatan penting dan strategis, antara lain sebagai Presiden Majlis Umum PBB, Menteri Luar Negeri, dan Wakil Presiden RI.

Jika sebelum kemerdekaan Antara "menjembatani" kepentingan rakyat dan pejuang kemerdekaan (dan begitu pula sebaliknya), pada era setelah proklamasi kemerdekaan hingga sekarang kantor berita ini harus selalu dapat menjembatani kepentingan rakyat dengan pemerintah atau kepentingan pemerintah dengan rakyat Indonesia.  

Bagi saya, bekerja sebagai wartawan di Antara adalah ibadah, dan jabatan selaku Direktur Pemberitaan adalah amanah. Maka, amanah itu harus dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya untuk kebaikan dan kemajuan Antara ke depan serta untuk kesejahteraan karyawan dan wartawannya.

Lebih dari itu, visi saya adalah menjadikan Antara sebagai kantor berita berkelas dunia serta menjadikan kantor berita tersebut sebagai "State Public Relations" yang handal dan terpercaya serta selalu mengedepankan kepentingan nasional, baik ke dalam maupun ke luar negeri.

"Last but not least", sebagai wartawan, saya tambah bersyukur dan bangga karena mendapat kepercayaan selaku  salah satu penguji dalam Uji Kompetisi Wartawan (UKW) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).  

*Penulis, Direktur Pemberitaan LKBN Antara