Telaah - Mewaspadai kekuatan dan fungsi media sosial

id medsos, media sosial, uu ite, facebook, twitter, instaggram

Telaah - Mewaspadai kekuatan dan fungsi media sosial

Ilustrasi (Antarasumsel.com/Grafis/Aw)

....Pertanyaannya, bagaimana sebenarnya menghadapi penggunaan media sosial yang akhir-akhir banyak untuk saling menghujat, saling mengecam bahkan saling menyerang....
Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sudah mulai berlaku per 28 November 2016.

Di satu sisi, banyak kalangan yang mengapresiasi revisi dari UU tersebut. Namun, di sisi lain, banyak pula yang mengkritik, bahkan mengecamnya karena mereka beranggapan bahwa konten dalam undang-undang itu menunjukkan kembalinya rezim tirani atau matinya kebebasan berekspresi.

Pendapat yang mengapresiasi serta mengkritiknya tersebut sah-sah saja karena pada era kebebasan saat ini semua orang berhak menyampaikan aspirasinya.

Pertanyaannya, bagaimana sebenarnya menghadapi penggunaan media sosial yang akhir-akhir banyak untuk saling menghujat, saling mengecam bahkan saling menyerang dengan dengan berbagai informasi serta pernyataan yang kasar, tidak pantas, dan tidak disertai data yang akurat? Apa sebaiknya yang disikapi baik oleh pengguna serta masyarakat pada umumnya sebagai penerima "content" (sajian) media sosial tersebut?
Sebagai bagian dari media massa, internet yang dalam applikasinya, baik Instagram, Facebook, Twiter, Path, Whatsapp, maupun BBM, yang popular disebut sebagai media sosial (medsos) karena kekuatan dan fungsinya sering untuk berbagai kepentingan, baik kepentingan bisnis "online" (dalam jaringan) maupun kepentingan-kepentingan lainnya, termasuk kepentingan politik yang terkesan sesaat.

Berdasarkan pengamatan, penggunaan medsos sebagai media bisnis, khususnya dalam publikasi hingga transaksi bisnis adalah cukup positif meski antarpebisnis serta konsumen perlu mencermatinya sehingga tidak saling merugikan. Sebaliknya, saling menguntungkan.

Kemampuannya untuk digunakan sebagai media bisnis ini telah lama sangat populer, termasuk yang digunakan dalam bidang transportasi "online". Sebaliknya, penyalahgunaan medsos untuk kepentingan saling menjelekkan, mengecam, mengancam, bahkan saling menjatuhkan dengan menggunakan berbagai isu, baik SARA maupun fitnah, kondisinya juga sangat memprihatinkan.

Mungkin bagi penyalahguna tersebut tidak mengerti kekuatan yang dimiliki oleh medsos sebagai bagian dari media massa, atau mungkin justru pengetahuannya tersebut mereka manfaatkan untuk kepentingan sesaatnya, tanpa mempedulikan dampak negatif dari perbuatan mereka. Dampaknya, terjadilah penyesatan informasi serta opini yang sering sangat merugikan, bahkan meresahkan. Hal ini bila dibiarkan, tidak menutup kemungkinan terjadinya disintegrasi bangsa.

Sebagai bagian dari media massa, medsos juga memiliki kekuatan, antara lain, pelipatgandaan pengetahuan (multiplier of knowledge), menghilangkan jarak ruang dan waktu, pengaruh yang sangat mendalam (deep impact), serta interaksi dan komunikasi pararasional. Melihat kekuatan media massa, medsos menjadi salah satu bagiannya, maka pengguna medsos tentulah perlu memanfaatkan secara arif dan bijaksana.

Selain itu, dilihat dari fungsinya, sebagai bagian dari media massa, medsos juga memiliki fungsi, antara lain, menyampaikan informasi (to inform), mendidik (to educate), konntrol sosial( social control), dan memberikan hiburan (to intertaint) yang sehat.

Bagi para pengguna medsos, sebelum memutuskan untuk menyajikan sesuatu, mereka perlu memahami kekuatan serta fungsinya tersebut sehingga apa yang mereka sajikan serta tampilkan tidak akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat luas yang mengaksesnya.
   
                                                         Ketidakpastian dan Sikap
Dari pandangan Ilmu Komunikasi, kita pernah mengetahui sebuah teori yang disebut sebagai "uncertainty theory" yang pengertiannya adalah orang akan cenderung mempercayai informasi yang tidak pasti/tidak jelas. Oleh karena itu, informasi yang tidak disertai data serta fakta yang akurat yang kita terima dari mana saja, termasuk dari medsos cenderung akan kita percayai manakala kita tidak memiliki pembandingnya.

Menghadapi kondisi yang sering terjadi saat ini, termasuk melalui medsos, maka yang perlu kita lakukan adalah mencari informasi pembanding, baik melalui media yang kredibel (media mainstream) ataupun kepada orang-orang yang memiliki pengetahuan serta pengalaman terkait dengan informasi yang tidak jelas serta membingungkan tersebut sehingga kita tidak akan tersesat. Tekait dengan ini teori enthropi (enthropy theory) menyebutkan bahwa informasi itu akan informatif (jelas dan bermanfaat) manakala informasi tersebut mampu menghilangkan ketedakpastian atau kebingungan.

Bila kita sulit atau tidak mampu mencari informasi pembanding dalam waktu singkat, masyarakat sebagai "audience" lakukan adalah tetap mengaksesnya tanpa memasukkannya dalam hati, tanpa memikirkannya lebih lanjut, atau sebaliknya kita abaikan atau kita buang saja tanpa harus mengaksesnya hingga tuntas dengan tujuan agar kita tidak tersesat.

Pada era keterbukaan saat ini, hampir tidak mungkin kita menghindarkan diri dari berbagai informasi melalui media massa, termasuk lewat medsos. Yang perlu kita lakukan adalah menyeleksi apa yang kita terima tersebut dengan menggunakan kemampuan, pengalaman, serta mencari informasi pembanding, baik melalui media mainstream ataupun kepada mereka yang lebih tahu.

Bagi para pengguna, revisi UU ITE yang sudah mulai diterapkan sebaiknya tidak dianggap sebagai upaya pemerintah dan DPR untuk membatasi, apalagi memberangus kebebasan. Menggunakan media massa, termasuk medsos dengan kekuatan serta fungsinya, harus menganut prinsip kebebasan yang bertanggung jawab (social responsibility media). Apa yang mereka sajikan menjadi tanggung jawab penyaji. Kebebasan bukanlah ketelanjangan. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi pun terdapat hal-hal yang dikecualikan, atau tidak semua informasi boleh disampaikan secara terbuka.

Terkait dengan hal itu, kita tentu ingat apa yang disampaikan Ki Hadjar Dewantara bahwa profesionalitas seseorang atas hasil karyanya itu, antara lain, ditentukan oleh kadar tanggung jawabnya terhadap hasil karyanya tersebut.

Oleh karena itu, ke depan kita tidak boleh lagi suuzan dengan direvisinya UU ITE. Yang yang telah dilakukan Pemerintah dan DPR RI adalah berupaya menyadarkan masyarakat untuk saling berkomunikasi secara apik, bijaksana, dan bermanfaat melalui media massa, termasuk internet. Muaranya tentu pada terwujudnya informasi yang informatif melalui media sehingga tujuan yang kita cita-citakan melalui UUD 1945 dapat segera kita wujudkan bersama.
   
*) Penulis adalah Dosen dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKom) Semarang.
(T.A041/B/D. Kliwantoro/D. Kliwantoro)