Menjadikan Masjid sahabat duafa

id masjid, sahabat duafa

Menjadikan Masjid sahabat duafa

Masjid sahabat duafa (Foto Antarasumsel.com/Evan Ervani/16/Parni)

....asjid menyelesaikan persoalan-persoalan jamaahnya. Bahkan di zaman Nabi Muhammad SAW, masjid tidak hanya sekadar tempat ibadah tetapi juga dijadikan "pusat pertolongan umat....
Jakarta (ANTARA Sumsel) - Di sebuah kampung di Kota Yogyakarta, membantu keluarga miskin berbasis masjid oleh warga, dari warga dan untuk warga tidak lagi sekadar imbauan apalagi slogan.

Upaya membantu kaum papa yang merupakan warga kampung yang berjarak kurang dari setengah jam dengan kendaraan dari ikon wisata ternama Malioboro itu sudah menjadi sebuah gerakan sejak lama di Masjid Jogokariyan.

Di masjid yang berdiri di tengah perkampungan berpenduduk 907 kepala keluarga atau 2.973 jiwa ini, siapa pun yang mampir di sana mudah menemukan sejumlah kotak infaq namun ada yang berbeda dari apa yang lazim ditemui banyak masjid lain di Tanah Air.

Di halaman berlantai tiga itu, jamaah tidak hanya menemukan kotak infaq pembangunan Islamic Center Masjid Jogokariyan, kotak infaq solidaritas Palestina/Suriah, kotak infaq parkir dan kotak infaq peduli korban banjir dan longsor Garut tetapi juga kotak sodaqoh (sedekah) beras.

Bagi pengunjung yang penasaran dengan isi kotak sodaqoh beras itu, tak ada larangan baginya untuk mengintip apa yang ada di dalamnya dari celah kotak kayu tersebut.

Keberadaan kotak tersebut terkait dengan apa yang disebut Ketua Dewan Suro Takmir Masjid Jogokariyan HM Jazir ASP sebagai "gerakan lumbung masjid" guna membantu 280 kepala keluarga miskin (duafa) dan 68 orang anak yatim yang ada di Kampung Jogokariyan.

Masjid menyelesaikan persoalan-persoalan jamaahnya. Bahkan di zaman Nabi Muhammad SAW, masjid tidak hanya sekadar tempat ibadah tetapi juga dijadikan "pusat pertolongan umat", katanya.

Pada mulanya, gerakan lumbung masjid itu didukung warga dengan menyisihkan beras miliknya dan memasukkannya ke kotak amal yang tersedia. Namun seiring berjalannya waktu, tidak sedikit pengunjung masjid dan warga setempat yang menyumbang uang di kotak tersebut.

Gerakan lumbung masjid tersebut hanya salah satu program aksi sosial dan pemberdayaan jamah di masjid yang terletak di Jalan Jogokariyan No.36, Mantrijeron, Kota Yogyakarta, ini.

Pengurus dari masjid yang berdiri sejak 1966 ini juga menyediakan pelayanan kesehatan gratis kepada warga melalui poliklinik yang diasuh oleh Ana Adina Patriani, SKM, MPH dengan dibantu Dina, Budi, Lola, dan Isti sebagai petugas jaga.

Poliklinik yang menempati sebuah ruangan dekat sekretariat pengurus masjid ini melayani warga yang membutuhkan pada setiap Senin, Rabu, dan Jumat dari pukul 18.30 hingga 20.00 WIB.

Menurut Jazir, poliklinik kesehatan tersebut melayani warga yang menderita beragam penyakit serta menerima mereka yang hendak melakukan tes narkoba.

Dalam perjalanan sejarah pelayanan kesehatan oleh masjid untuk jamaah, dia menceritakan di depan 104 anggota delegasi Pemerintah Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat, yang berkunjung ke masjidnya pada Jumat (14/10/2016) pagi bahwa bagaimana dulu pernah ada seorang jamaah masjid yang tiba-tiba terserang stroke.

Dari kejadian tersebut, pengurus masjid kemudian bersepakat merintis dana kesehatan guna membantu mereka yang tergolong miskin atau yang masuk kelompok "sadikin" alias "sedikit sakit langsung jatuh miskin" dengan memberi mereka asuransi kesehatan sebelum pemerintah memberlakukan BPJS Kesehatan.

Bagi para pemuda Kampung Jogokariyan yang putus sekolah dan ingin menjadi sopir, pengurus masjid memfasilitasi mereka pelatihan mengemudi gratis hingga mereka terampil dan mendapat surat izin mengemudi, kata Jazir.

Setelah mereka terampil mengemudikan mobil dan mengantongi SIM, pengurus masjid mencoba menjembatani mereka dengan pihak-pihak yang membutuhkan tenaga supir. Kini, banyak dari para pemuda ini yang sudah bekerja sebagai supir di hotel-hotel sekitar Yogyakarta.

"Bagaimana masjid ini melayani masyarakat. Program pemberdayaan masyarakat kami ini sudah dijadikan model pemberantasan kemiskinan Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta. Kita bersama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) membuat program pengentasan kemiskinan berbasis masjid," katanya.

Gerakan sosial dan pemberdayaan kaum papa yang manfaatnya telah dirasakan secara langsung oleh masyarakat sekitar Masjid Jogokariyan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan merupakan buah dari sebuah proses panjang yang bermula dari perbaikan atas penataan manajemen masjid.

Ketua Dewan Suro Takmir Masjid Jogokariyan HM Jazir ASP menceritakan bahwa penataan masjid yang kini dijadikan model pemberantasan kemiskinan oleh Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ini dimulai pada 1999.

Sebagai ketua umum takmir masjid yang dipilih langsung warga masyarakat ketika itu, dia bersama pengurus lainnya mulai menata manajemen dengan melakukan pendataan profil jamaah masjid guna mengetahui persis siapa mereka dan bagaimana kondisi kehidupan mereka.

Setelah proses pendataan warga Kampung Jogokariyan melalui sensus masjid tersebut rampung, dibuatlah peta dakwah dan ditetapkan pula visi, misi, dan rencana skenario lima tahun ke depan.

Berdasarkan data kependudukan dari hasil sensus masjid tersebut, pengurus mengetahui persis rumah-rumah warga yang belum dan sudah shalat serta kondisi ekonomi, sosial, dan pendidikan mereka.

Melalui peta dakwah itu pula, basis data kependudukan Kampung Jogokariyan yang dimiliki pengurus masjid kini jauh lebih lengkap dari data yang dimiliki kelurahan karena pengurus Masjid Jogokariyan melakukan sensus masjid dua kali dalam setahun supaya mereka mengetahui persis kondisi jamaahnya.

Dari hasil studi pengurus tentang semua hal yang terkait dengan kondisi kehidupan masyarakat Muslim di sekitar masjid, lalu ditetapkanlah visi "Menuju Jogokariyan Kampung Islami" serta dibuat rencana strategis dan program-program kerja yang membumi.

Para pengurus masjid harus menyusun rencana strategisnya terlebih dahulu karena visi dan misi sudah ditetapkan sebelum melangkah pada program-program kerja yang dijabarkan dalam rencana aksi.

"Jadi ada tahapan-tahapan untuk mencapai visi kita itu. Dan, bagaimana membuat kehadiran masjid sangat dibutuhkan masyarakat. Ini dimulai dengan mengubah 'mindset' (cara berfikir) pengurus bahwa masjid bukan sekadar tempat shalat," katanya.

Selain itu, yang tak kalah pentingnya adalah juga bagaimana menjaga kepercayaan jamaah. Karena itu, pengurus menerbitkan majalah berkualitas baik dan dikirim ke setiap rumah warga dimana mereka bisa membaca laporan keuangan takmir masjid sehingga mereka bisa mengetahui persis pemasukan dan pengeluaran keuangan masjid.

"Orang baru bisa percaya kalau kita (pengurus masjid-red.) bisa mempertanggungjawabkan amanah mereka," kata tokoh masjid yang suka mengenakan penutup kepala bermotif batik buatan pengrajin Yogyakarta ini.