Eksistensi tagana saat bencana

id tagana, Banjir bandang, mengungsi, pengungsi, air bah, puluhan jiwa melayang, konsumsi bagi para pengungsi, kebutuhan logistik

Eksistensi tagana saat bencana

Anggota tagana sedang latihan (ilustrasi Foto ANTARA)

....Dapur umum tersebut dioperasikan oleh Taruna Siaga Bencana (Tagana) yang merupakan relawan dari Kementerian Sosial. Mereka memasak di kendaraan dapur umum lapangan (dumlap)....
Jakarta (ANTARA Sumsel) - Banjir bandang yang melanda Kabupaten Garut, Jawa Barat,  pada 20 September, akibat meluapnya Sungai Cimanuk menyisakan luka mendalam bagi warga Jabar umumnya karena kerusakan masif yang disebabkan si air bah.

Bencana yang terjadi pada Selasa (20/9) malam menyebabkan puluhan jiwa melayang dan ribuan orang mengungsi baik ke tempat pengungsian maupun menumpang di rumah saudara masing-masing.

Di beberapa titik didirikan dapur umum untuk mendukung pemenuhan konsumsi bagi para pengungsi termasuk relawan.

Bagaimanapun dalam kondisi darurat, terutama bagi pengungsi sulit untuk memikirkan makanan. Begitu juga bagi relawan, mereka yang bekerja keras mengevakuasi korban juga butuh makan.

Tidak kurang 2.000 nasi bungkus disiapkan untuk sekali makan setiap hari di dapur umum yang dibangun di Kantor Dinsosnakertrans Kabupaten Garut dengan beragam lauk seperti telur dan mi goreng.

Dapur umum tersebut dioperasikan oleh Taruna Siaga Bencana (Tagana) yang merupakan relawan dari Kementerian Sosial.  Mereka memasak di kendaraan dapur umum lapangan (dumlap).

Dumlap berupa kendaraan roda empat dilengkapi berbagai peralatan masak dengan ukuran jumbo sehingga dapat memasak makanan dalam jumlah besar.

Untuk kebutuhan logistik, pemerintah memastikan tetap terpenuhi dengan menyediakan Cadangan Beras Pemerintah (CBD) yang dapat dikeluarkan sebanyak 100 ton apabila bupati mengeluarkan SK darurat.

Jika beras tersebut sudah terpakai  habis, maka gubernur dapat mengeluarkan sebanyak 200 ton CBP dengan SK darurat. Apabila juga tidak mencukupi, di atas 200 ton dapat dikeluarkan oleh Kementerian Sosial.

"Yang penting proses pengirimannya terpenuhi karena ada sebagian pengungsi yang sementara menumpang di rumah saudaranya, tapi logistik mereka tetap harus terpenuhi," ujar Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa beberapa waktu lalu saat meninjau lokasi bencana.

            
    Satu Jam Setelah Bencana

Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas atau kemarau dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim.

Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan  topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur.

Namun kondisi itu juga dapat menimbulkan beberapa akibat buruk seperti terjadinya bencana hidrometeorologi berupa banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan kekeringan.

Seiring dengan berjalannya waktu dan meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan lingkungan hidup terus cenderung semakin parah dan memicu meningkatnya jumlah kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi  yang terjadi secara silih berganti di banyak daerah di Indonesia.

Data Badan Nasional Penanganan Bencana (BNPB) mencatat ada 323 kabupaten/kota yang berpotensi tinggi atau rawan bencana alam.

Tercatat  sepanjang 2015 setidaknya ada 162 kejadian bencana di Indonesia dan berdasarkan data serta informasi bencana Indonesia disebutkan jumlah korban meninggal mencapai 9.333 jiwa, 22.855 jiwa luka-luka. 1.418.947 mengungsi dan 108.994 unit rumah rusak ringan dan 96.317 unit rusak berat.

Sebagai unsur yang terdekat dengan lokasi bencana, Tagana diwajibkan untuk siap hadir di lokasi dalam satu jam sejak bencana terjadi, harus tanggap dan sigap dalam perlindungan sosial terhadap korban bencana, dan memiliki pemahaman tentang penanggulangan bencana.

Tagana harus siap selama 24 jam melayani masyarakat yang terkena dampak bencana. Sebab jika bencana alam kalau tidak segera ditangani akan menjadi bencana kemanusiaan.

Tagana pertama kali dibentuk pada 24 Maret  2004. Tagana merupakan wadah relawan terlatih dalam penanggulangan bencana berbasis masyarakat.

Jumlah Tagana pada 2016 sebanyak 29.734 personel tersebar di seluruh Indonesia. Eksistensinya sampai saat ini terus melesat menjadi tenaga yang sangat dibutuhkan dalam setiap kegiatan penanggulangan bencana baik pada masa kesiapsiagaan, tanggap darurat maupun pascabencana
Para relawan tersebut berperan dalam setiap tahap penanggulangan bencana, mulai dari pascabencana dengan tugas melakukan pencatatan tentang jumlah rumah rusak, jumlah korban baik sakit maupun meninggal dunia.

Juga membantu Pemerintah Daerah, melakukan kajian dampak bencana, melakukan rujukan, evaluasi serta menyusun laporan.

Sementara pada saat bencana, Tagana juga ikut melakukan evakuasi korban selamat serta mendirikan shelter dan dapur umum lapangan.

Sedangkan pada pra bencana, Tagana melakukan latihan secara terus menerus dalam penanggulangan bencana, merencanakan dan menyiapkan jumlah barang bantuan dalam penanggulangan bencana serta bersinergi dengan berbagai pihak dalam penanggulangan bencana.

    
    Tagana Psikososial
Dalam upaya pengembangan kapasitas pelaku tanggap darurat di lapangan dan sebagai bagian dari kesiapsiagaan, pemerintah melalui Kementerian Sosial secara berkala mengadakan pelatihan bagi Tagana.

Baru-baru ini Kementerian Sosial (Kemensos) membentuk Tagana Psikososial yang khusus akan memberikan terapi psikososial kepada korban bencana.

Mensos Khofifah mengatakan Tagana harus terus memberikan kontribusinya dalam penanganan bencana termasuk memberikan penanganan dan terapi psikososial kepada korban.

Karena Tagana yang ada di lapangan dan lokasi pengungsian dan berinteraksi langsung dengan para korban.

Tagana Psikososial merupakan relawan yang berlatar belakang sebagai konselor tapi tergabung dalam Tagana.

Mensos mengatakan secara bertahap jumlah Tagana akan berkembang menjadi 150.000 orang relawan dari saat ini yang berjumlah 29.000-an.  
Mensos juga meminta ketrampilan Tagana terus ditingkatkan sebab Tagana adalah relawan yang terlatih. Meski hanya mendapatkan tali asih sebesar Rp150.000 per bulan, Mensos meminta agar semangat Tagana tidak surut.

"Tagana itu relawan jadi bekerja berdasarkan kerelawanan, jangan dilihat dari besar kecilnya tali asih yang diberikan," kata Mensos.

Namun, ada sejumlah daerah yang sudah menganggarkan dana untuk Tagana dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah. Hal itu menunjukkan kepedulian daerah terhadap para relawan yang melakukan tugas sosial tanpa pamrih.