BPJS kesehatan kerahkan 65 kader tagih tunggakan peserta

id BPJS, tunggakan peserta, pembayaran angsuran, polis asuransi, berobat gratis, BPJS Kesehatan Divisi Regional (Divre) II

BPJS kesehatan kerahkan 65 kader tagih tunggakan peserta

Sejumlah pekerja tengah memasang palakat nama baru BPJS di gedung Askes Yang menjadi gedung BPJS regional III Palembang, Rabu (8/1). (Foto Antarasumsel.com/13/Feny Selly/Aw)

Pekanbaru (ANTARA Sumsel) - BPJS Kesehatan Divisi Regional (Divre) II kini menurunkan sebanyak 65 kader JKN KIS untuk menagih tunggakan premi asuransi kesehatan nonpolis itu dari rumah ke rumah peserta mandiri.

"Peserta mandiri selama ini, banyak menunggak premi. Saat berobat mereka taat dan setelah sembuh justru menunggak pembayaran," kata Kepala Departemen Hukum, Komunikasi Publik, Kepatuhan dan Keuangan BPJS Kesehatan Divre II, Idris Halomoan, di Pekanbaru, Selasa.

Wilayah kerja BPJS Kesehatan Divre II adalah Provinsi Sumbar, Jambi, Riau dan Kepulauan Riau.

Menurut Idris, perilaku rendahnya kesadaran tentang pentingnya JKN dan peserta mandiri yang cenderung menunggak premi tersebut justru menggangu keberlanjutan program JKN yang dikembangkan melalui sistim bergotong royong ini sehingga tunggakan harus terus diupayakan ditekan.

Ia mengatakan, kader JKN yang mulai dioperasionalkan sejak 1 Oktober itu, merupakan warga tempatan berusia 18-50 tahun, karena sebagai warga asal daerahnya tentu lebih menguasai lapangan dan mengenal warga sekitarnya.

"Oleh karena itu kader dibekali dengan ID card, seragam BPJS kesehatan, dan surat tugas mereka yang diterbitkan BPJS Kesehatan diketahui camat dan lurah, setempat. Syarat menjadi kader adalah memiliki sepeda motor sendiri," katanya.

Ia menyebutkan, Kader JKN bertanggungjawab merangkul  3.000-5.000 peserta itu, selain bertugas menagih tunggakan mereka juga dipersiapkan untuk mencari peserta baru.

Untuk mendukung sikap dan kelancaran tugas, maka kader tersebut juga dikuatkan dengan menandatangani pakta integritas serta memiliki nomor rekening bank dengan deposit awal sebesar Rp250 ribu.

"Mereka setiap bulan mendapatkan jasa sebesar Rp500.000 per bulan, selain itu fee PPOB yakni sebesar Rp2.500 per peserta, serta 1,5 persen dari tunggakan peserta," katanya.

Ia menjelaskan, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang dimulai 1 Januari 2014, bersifat gotong royong agar dapat membiayai pelayanan kesehatan bersama, sehingga ada kepastian biaya.

Dengan demikian, biaya kesehatan tidak lagi ditanggung sendiri oleh individu atau keluarga. Sifat gotong royong dimaksudkan subsidi antara yang sehat dan sakit, antara yang muda dan tua, serta antar daerah.

"Persyaratan implementasi jaminan kesehatan nasional berdasarkan pasal 19 UU SJSN. Disebutkan, JKN harus dapat memberikan perlindungan, manfaat dan akses pelayanan kesehatan yang sama untuk seluruh penduduk. JKN harus dapat memberikan pelayanan secara menyeluruh (perlindungan), komprehensif sesuai kebutuhan medis dasar yang layak, melalui penerapan sistem kendali biaya dan mutu (UU SJSN pasal 22) dan diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial dan equitas bagi seluruh penduduk di wilayah RI," katanya.

Sedangkan JKN ditandai dengan beroperasinya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, yang merupakan implementasi dari berlakunya UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS dan UU Nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN. Ada dua kelompok peserta yang dikelola BPJS kesehatan yaitu Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peserta Non PBI yang terdiri dari para pegawai negeri sipil (PNS), anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI, Polri, karyawan perusahaan swasta, juga pekerja mandiri.