Petani peringati hari Tani di Lampung

id petani, hari petani, hari tani, reformasi agraria, penilakan ekonomi pasar bebas, mewujudkan Reformasi Agraria sejati, Undang Undang Pokok Agraria

Petani peringati hari Tani di Lampung

Petani menanam bibit padi pada musim tanam di kompleks persawahan Plaju darat, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (16/6). (Foto Antarasumsel.com/Feny Selly/15/Den)

Bandarlampung (ANTARA Sumsel) - Para petani, nelayan, buruh,  aktivis dan mahasiswa di Provinsi Lampung memperingati Hari Tani Nasional 2016 dengan menggelar sejumlah kegiatan, termasuk melakukan aksi demo menuntut pemerintah mewujudkan reformasi agraria.

Sejumlah elemen masyarakat tergabung dalam Aliansi Pusat Perjuangan Rakyat Lampung (PPRL), di Bandarlampung, Senin,  menggelar aksi di sejumlah lokasi, seperti DPRD Lampung, kantor Pemprov Lampung, Kejaksaan Tinggi Lampung, dan Polda Lampung.

Salah satu aktivis elemen yang tergabung dalam memperingati Hari Tani Nasional itu, Y Joko Purwanto, didampingi aktivis lainnya Reynaldo Sitanggang dan Agung, menyampaikan pada peringatan Hari Tani Nasional 2016 ini, bersepakat untuk menuntut penilakan ekonomi pasar bebas untuk mewujudkan Reformasi Agraria sejati.

Sejumlah elemen yang berpartisipasi dalam aksi dan peringatan Hari Tani Nasional 2016 di Lampung, antara lain Eksekutif Wilayah LMND Lampung, LBH Bandarlampung, KBH Lampung, Walhi Lampung, SMI, FMN, SPI, FSBKU-KSN, PPI, AMPP, SP, Sertani Lampung, Agra, FPBI, dan sejumlah elemen aktivis mahasiswa dan organisasi berbasis di kampus lainnya.

"Persoalan agraria di Indonesia kembali ditata ulang setelah kemerdekaan dengan dikeluarkan Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 dan UUPBH (Undang Undang Pokok Bagi Hasil) Nomor 2 Tahun 1960. Penataan ulang panguasaan sumber-sumber agraria pada masa Orde Lama tidaklah berlebihan dikatakan sebagai awalan dalam mengembalikan hak-hak rakyat atas sumber-sumber agraria yang sejak lama dikuasai kolonial," kata Joko yang juga aktivis SSBKU-KSN Lampung itu pula.

Dia menyatakan adalah perebutan hak atas alat produksi oleh petani, seperti tertuang dalam UUPA, di antaranya membatasi jumlah luas kepemilikan tanah individu, melarang kepemilikan WNA atas agraria Indonesia, dan mengambil alih aset-aset perkebunan dan pertambangan milik asing.

Namun di era pasar bebas saat ini, UUPA hanya menjadi kitab peninggalan sejarah bahwa negeri ini pernah mempunyai undang-undang yang pro terhadap rakyat, katanya pula.

"Semua itu memberi gambaran kenyataan ironis yang tanpa henti menggeser posisi massa rakyat hanya menjadi objek program pembaruan agraria menyesatkan yang tidak memiliki arti apa-apa bagi kesejahteraan rakyat, kecuali mereka yang memagang hak monopoli atas sumber agraria," ujarnya lagi.

Ia mengingatkan pula, tidaklah juga berbeda dengan politik agraria pascareformasi sampai sekarang, bahkan semakin memperkuat, memperlancar kapitalis-imperialisme melalui program-program liberalisasi di sektor agraria, seperti pembaruan agraria titipan lembaga donor (IMF, World Bank) melalui BPPN (bagi-bagi tanah berbarengan dengan sertifikasi tanah) dengan konsep pasar-tanah untuk kebutuhan pasar (supply and demand).

"Sungguh sangat menyesatkan, tidak memberikan dampak bagi kesejahteraan rakyat sebaliknya memiskinkan dan menyengsarakan massa rakyat," katanya lagi.

Karena itu, Aliansi Pusat Perjuangan Rakyat Lampung (PPRL) mengajak seluruh masyarakat untuk menyuarakan Reforma Agraria Sejati, sehingga dapat menciptkan petani, nelayan, buruh dan masyarakat yang tangguh dan sejahtera.

Rangkaian kegiatan peringatan Hari Tani Nasional 2016 di Lampung, antara lain nonton bareng dan bedah Film Munir pada Jumat (23/9) di kantor LBH Bandarlampung, aksi kampanye peringatan Hari Tani Nasional pada Sabtu (24/9) di Tugu Adipura Bandarlampung, panen raya Serikat Petani Indonesia (SPI) pada Minggu (25/9) di Kabupaten Pringsewu, dan aksi massa Hari Tani Nasional pada Senin ini.

Sejumlah tuntutan yang disuarakan itu antara lain tegakkan UUPA, laksanakan Reforma Agraria sejati dan
berkeadilan gender, cabut izin dan adili perusahaan perusak lingkungan dan perampas tanah rakyat, tolak impor kebutuhan pangan, standarisasi harga komoditas pertanian dan bangun sub-terminal agrobisnis.

Tuntutan lainnya adalah desakan hentikan kriminalisasi terhadap petani, perbaiki sistem irigasi teknis di Provinsi Lampung, keluar dari jeratan korporasi asing di bidang pertanian (WTO, World Bank, IMF, OECD), laksanakan kedaulatan pangan di Provinsi Lampung, dan perkuat Bulog sebagai penyerap hasil produksi pertanian Indonesia.

Mereka juga menuntut mewujudkan regenerasi pertanian, tolak Trans Pasific Partnership (TPP), tolak Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), dan menuntut menjadikan petani sebagai soko guru pembangunan bangsa dan negara, serta tolak reklamasi pantai Teluk Lampung.