BANI imbau pengusaha manfaatkan badan arbitrase

id bani, badan arbitrase nasional indonesia, arbitrase, peneyelesaian sengketa bisnis di luar pengadilan

...Arbitrase itu adalah jalan penengah dalam sebuah sengketa bisnis di luar pengadilan. Jadi pengusaha tidak harus ke pengadilan yang biasanya memakan waktu yang lama...
Jakarta (ANTARA Sumsel) - Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) mengimbau pengusaha memanfaatkan badan arbitrase untuk menyelesaikan sengketa bisnis yang terjadi diantara pelaku dan badan usaha.
        
"Arbitrase itu adalah jalan penengah dalam sebuah sengketa bisnis di luar pengadilan. Jadi pengusaha tidak harus ke pengadilan yang biasanya memakan waktu yang lama," kata Ketua BANI, M. Husseyn Umar di Jakarta, Rabu.
        
Selain prosesnya yang cepat, penyelesaian sengketa di badan arbitrase lebih murah dan kerahasiaannya terjamin.
        
"Hal seperti ini yang dipertimbangkan oleh para pelaku usaha. Karena pengadilannya bersifat tertutup, tidak terbuka untuk umum seperti di pengadilan negara," ujar Husseyn.
        
Menurutnya, meski dalam Arbitrase penyelesaian konflik berdasarkan suatu kesepakatan atau perjanjian, status hukum putusan arbitrase setara dengan pengadilan, mengikat dan final, beda dengan pengadilan yang bisa naik banding.
        
Sementara itu, Arbitrer Senior BANI, Agus G. Kartasasmita menerangkan proses arbitrase penyelesaian sengketa bisa sampai 180 hari lamanya atau 6 bulan, meskipun bisa diupayakan penyelesaiannya lebih cepat.
        
BANI, kata Agus, adalah lembaga yang membantu proses arbitrase secara adiministratif, menyediakan tata tertib, kode etik, sarana, prosedur, hingga menyediakan para arbitrer ahli hukum yang bebas dari kepentingan apa pun.
        
"BANI memberikan layanan kepada para pengusaha yang bersengketa, pendiriannya dibentuk tahun 1977 atas inisiatif Kadin Indonesia," ucapnya.
        
BANI merupakan anggota dari badan arbitrase-arbitrase internasional. Dalam kurun dua tahun terakhir (sejak 2014) BANI telah menangani sedikitnya 120 kasus sengketa di antara para pelaku usaha.
        
Sejak 2009 hingga 2013, BANI mencatat kasus sengketa sektor konstruksi mencapai 30,8 persen, leasing mencapai 20,8 persen, perdagangan mencapai 15 persen, pertambangan/energi 7,55 persen, sektor keuangan 6,7 persen, investasi 6,7 persen, agensi 3,8 persen, transportasi 2,5 persen, asuransi 1,7 persen dan lainnya 4,6 persen.
        
"Yang berkepentingan adalah pengusaha dan perjanjian dibuat secara equal tidak melihat yang mana yang lebih kuat. Sistem perjanjian dalam arbitrase itu landasannya harus equal. Melakukan arbitrase karena pengusaha itu ingin cepat, tanpa terbebani oleh persoalan hukum yang bisa menyita waktu bertahun-tahun," tutur Agus.