BNN tidak temukan barang bukti bupati narkoba

id bnn, badan narkotika nasional, barang bukti narkoba, bupati oi, Ahmad Wazir Nofiadi

BNN tidak temukan barang bukti bupati  narkoba

Tersangka dugaan penyalahgunaan narkoba jenis Sabu, Bupati Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Ahmad Wazir Nofiandi dihadirkan dalam konferensi pers di Gedung Badan Narkotika Nasional (BNN), Jakarta, Senin (14/3). (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)

Palembang (ANTARA Sumsel) - Tim Badan Narkotika Nasional tidak menemukan barang bukti terkait narkoba jenis sabu-sabu ketika menangkap bupati non aktif Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Ahmad Wazir Nofiadi, kata salah seorang anggota tim di persidangan.

Saksi AKP Sutikno, anggota BNN pusat yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum di persidangan Pengadilan Negeri Palembang, Selasa, mengatakan BNN menilai ada pembuangan barang bukti karena tim dihalangi sejumlah orang hingga empat jam untuk masuk ke kediaman terdakwa.

"Seperti diketahui, tim kesulitan untuk masuk ke kediaman terdakwa, membutuhkan waktu hingga empat jam dari pukul 18.00 WIB untuk bisa masuk rumah yang dikunci gembok pagarnya. Negosiasi juga alot, belum lagi dihalang-halangi Satpol PP, wakil bupati, orangtua terdakwa, dan karyawan lainnya," kata dia.

Kemudian, setelah tim masuk ke lokasi juga dilakukan penggeledahan tapi tidak dapat menyeluruh karena suasana tidak kondusif dan listrik padam.

"Malam itu sebanyak 18 orang digelandang ke kantor BNNP Sumsel untuk tes urine dan lima dinyatakan positif (Ofi termasuk). Barulah keesokan harinya dilakukan penggeledahan di kediaman terdakwa dan tidak ditemukan apa-apa," kata Sutikno.

Terkait pernyataan ini, majelis hakim yang diketuai Andrianda Patria mempertanyakan kepada saksi alasan BNN menunda penggeledahan sementara penangkapan itu dilakukan pada malam harinya.

"Mengapa menunggu siang, kenapa tidak langsung saja digeledah rumahnya cari barang bukti,?," kata ketua majelis.

Saksi menjawab bahwa saat itu kondisi tidak kondusif untuk keamanan nyawa petugas, selain itu aliran listrik juga padam.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum Ursula Dewi juga mempertanyakan mengapa tidak dipasang garis polisi ketika petugas BNN meninggalkan TKP. "Tidak, tidak dipasang saja," kata saksi singkat.

Sebelumnya, tim dari BNN pusat menggerebek kediaman orang tua Nofiadi, Mawardi Yahya yang mantan Bupati OI di Jalan Musyawarah, Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Gandus, Palembang, karena mencurigai adanya pesta sabu-sabu pada 13 Maret 2016.

Dalam penggerebekan tersebut, petugas menangkap 18 orang di kediaman Mawardi Yahya dan lima diantaranya positif mengandung zat terlarang berdasarkan tes urine.

Nofiadi merupakan salah satu dari lima orang yang dinyatakan positif.

Bupati termuda pada Pilkada serentak 2016 ini kemudian dimajukan ke pengadilan bersama dua rekannya juga ditangkap, yakni Murdani dan Faizal Roche dengan barang bukti berupa hasil tes urine yang positif, rambut, dan telepon seluler.

Penasihat Hukum AW Nofiadi Dhabi Gumaira membantah bahwa kliennya berkesempatan membuat barang bukti saat menjegal petugas BNN masuk ke kompleks kediaman mantan Bupati OI, Mawardi Yahya.

"Justru tidak memberikan masuk karena meminta surat penangkapan yang ada izin dari Mendagri. Sesuai dengan UU baru, penangkapan, pemeriksaan, dan lainnya terkait kepala daerah harus izin Mendagri," kata dia.

Majelis hakim juga menanyakan mengenai adanya surat penangkapan ini dan adanya perwakilan dari perangkat kampung seperti Ketua RT kepada saksi kedua yakni anggota BNN, Paskalis Rahawarin.

"Surat penangkapan itu ada pak Hakim. Yang jelas dalam penindakan kasus narkoba dibutuhkan kecepatan, dan koordinasi bisa belakangan. Dalam penangkapan Ofi ini juga disaksikan para tetangganya," kata dia.

Jaksa Penutut Umum Ursula Dewi menjerat terdakwa dengan pasal 112 ayat (1) dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara, dan dakwaan sekunder pasal 127 ayat (1) huruf a UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara.

Ofi saat ini berstatus bupati yang diberhentikan berdasarkan SK Mendagri Nomor 131 tanggal 21 Maret 2016, namun PTUN Jaktim belum lama ini membatalkan SK tersebut dan Kemendagri merespon dengan menyatakan banding.