DPRD: Pemkab tak tanggap terkait pemangkasan anggaran

id dprd oku, pemkab oku, pemangkasan anggaran, defisit anggaran, apbd oku

DPRD: Pemkab tak tanggap terkait pemangkasan anggaran

Gedung DPRD Ogan Komering Ulu (OKU) (Foto:antarasumsel.com/15/Edo Permana)

Baturaja (ANTARA Sumsel) - DPRD Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan menilai Pemerintah Kabupaten setempaf tidak cepat tanggap merespon akan adanya pemangkasan anggaran oleh pemerintah pusat yang mengakibatkan defisit keuangan daerah sekarang ini.

Hal tersebut ditegaskan Anggota DPRD Ogan Komering Ulu (OKU) dari Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Erlan Abidin, saat ditemui di sela-sela rapat anggaran di gedung DPRD di Baturaja, Rabu.

Semestinya kata Erlan, Pemerintah kabupaten menyikapi itu dengan mencarikan solusinya sejak awal tahun lalu, salah satunya dengan upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak mengandalkan dana bagi hasil (DBH) yang memang tiap tahun justru berkurang.

"Dari tahun ke tahun (PAD) jumlahnya tidak ada peningkatan," kata politisi yang tergabung di komisi II DPRD OKU itu.

Ia menjelaskan, kronologi bagaimana kondisi keuangan daerah sehingga menjadi morat marit sekarang ini.

Menurutnya, pada 21 November 2015, APBD 2016 disahkan dengan asumsi kala itu, pendapatan dana bagi hasil sebesar Rp250 miliar dan defisit sebesar Rp40 miliar.

Namun, pada 27 Desember 2015, keluarlah PP No 137 tahun 2015 yang menyatakan bahwa dana bagi hasil turun Rp96 miliar. Kemudian keluar lagi PP No 66 tahun 2016 menyatakan dana bagi hasil turun Rp166 miliar, sehingga total defisit sebesar Rp171 miliar, dikurangi SILPA Rp56 miliar menjadi Rp118 miliar.

Itu tadi kata Erlan, pemotongan dana bagi hasil Rp166 miliar ini semestinya jadi Warning bagi Pemda, artinya jauh hari sudah ada upaya menggenjot peningkatan PAD.

"Harusnya saat adanya pemotongan yang akan datang, Pemda sudah ada ancang-ancang," katanya.

Ia mengatakan, kondisi ini mesti menjadi pelajaran dan pemicu bagi pemerintah setempat agar kedepan jangan mengandalkan dan bergantung dengan DBH saja.

Menurut dia, pemasukan untuk kas daerah dari sektor PAD yang selama ini dipandang sebelah mata mesti digenjot lagi, karena potensinya cukup besar.

Ia mencontohkan, dari sektor PAD pajak tambang batu gamping untuk bahan pembuatan semen saat ini pajaknya hanya Rp16 ribu per ton, padahal di daerah lain di atas Rp75 ribu perton.

"Harusnya ada upaya serius dalam peningkatan PAD ini, karena potensinya banyak dan angkanya bisa sampai Rp300 miliar. Tapi sayang selama ini total PAD yang bisa dicapai hanya Rp80 miliar, atau tidak mencapai target yang ditetapkan sebesar Rp100 miliar," katanya.