Memburu pembakar lahan dan hutan

id kebakaran hutan, kebakaran lahan

Memburu pembakar lahan dan hutan

Dua orang petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel berusaha memadamkan api yang membakar lahan memakai alat seadanya di Jakabaring, Palembang, Sumsel. (Foto Antarasumsel.com/Nova Wahyudi/15/den)

...Tidak ada cara lain selain secara total seperti 'total football'...
Palembang (ANTARA Sumsel) - Kebakaran hutan dan lahan tahun ini masih menjadi momok menakutkan setelah terjadi bencana kabut asap hebat pada 2015 di lima provinsi. Bencana tersebut disebabkan terbakarnya 2.089.911 hektare hutan dan lahan yang setara empat kali luas Pulau Bali.

Kini, kewaspadaan dini dikedepankan agar bencana yang menurut Bank Dunia telah menggerus pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 0,2 persen atau setara dengan Rp221 triliun itu tidak terulang lagi.

Salah satunya dengan memburu para pembakar lahan dan hutan karena berdasarkan data diketahui bahwa 99 persen penyebab kebakaran hutan dan lahan (karhutla) karena ulah manusia dan hanya 1,0 persen disebabkan oleh alam.

Terkait hal ini, anggota TNI yang bertugas di Kabupaten Ogan Ilir telah menangkap beberapa orang warga yang diduga kuat membakar lahan sejak digencarkan operasi pencegahan karhutla ketika Sumsel ditetapkan berstatus darurat bencana asap pada Maret 2016.

Komandan Kodim Ogan Ilir dan Ogan Komering Ilir Letkol Kav Dwi Irbaya di Palembang, mengatakan, timnya telah menangkap dua orang pada Juli lalu yang kedapatan sedang membakar lahan.

"Barang bukti didapatkan berupa korek api, pengakuan saksi, dan pengakuan dari pelaku sendiri. Saat ini keduanya sudah diserahkan ke kepolisian untuk menjalani proses hukum," kata Dwi.

Ia mengatakan penangkapan dua orang pembakar lahan tidak lepas dari laporan masyarakat yang mendukung program pemerintah dalam "zero asap 2016".

Beberapa kampung yang rawan terbakar kini memiliki posko karhutla, baik bentukan pemerintah hingga swadaya masyarakat.

"Ada warga melihat asap dan lapor ke petugas. Secepatnya, anggota langsung ke lokasi dan benar mendapati ada pelaku," kata dia.

Kasus lain terjadi pada 4 Agustus 2016 di Teluk Gelam, Ogan Komering Ilir yakni mendapatkan seorang warga membakar daun kering untuk membersihkan lahan yang akan ditanami saat musim tanam mendatang.

Saat didatangi, warga tersebut tidak berusaha melarikan diri dan tidak membantah bahwa dirinya telah membakar lahan untuk keperluan penanaman kembali.

"Pelaku mengakui perbuatannya. Saat ini berkas sudah di kepolisian untuk dilanjutkan proses hukumnya," kata dia.

Dari dua kasus ini, Dwi mengatakan bahwa pembakaran lahan bertujuan untuk membuka lahan baru untuk siap ditanami kembali pada saat musim tanam.

Tapi, ada juga kasus lain yang ditemui, ia melanjutkan, seorang warga membakar lahan hanya untuk membersihkan bagian atas saja karena bagian bawah masih terlihat hijau.

"Ini ada kemungkinan mau dimanfaatkan lagi, jadi dibakar bagian yang atas saja. Terlepas mau sebagian atau seluruhnya, tapi pada prinsipnya, apapun jika membakar maka dilarang. Kini, sekecil apapun akan ditindak. Bahkan ada yang membakar sampah dekat lahan pun didatangi oleh petugas," kata dia.

Namun, dalam upaya pencegahan karhutla ini, menurut Dwi tidak semuanya lancar karena pada saat patroli di Kecamatan Sungai Menang, Kabupaten Ogan Komering Ilir pada pertengahan Juli lalu justru mendapatkan perlawanan dari oknum pembakar lahan.

Pelaku menembakkan senjata api rakitan ke udara bermaksud menakuti petugas, sementara delapan anggota TNI yang berpatroli tidak semua bersenjata.

Petugas ke lokasi untuk menindaklanjuti laporan warga karena pelaku enggan mendengarkan nasihat dan mengancam warga yang melarangnya dengan senjata api rakitan.

"Anggota yang bertugas tidak mundur, dan akhirnya pelaku kabur," kata Dwi.

Menurut Dwi, Kabupaten Ogan Komering Ilir ini merupakan salah satu provinsi paling rawan dari lima kabupaten yang sudah ditandai oleh Satgas Karhutla Sumsel.

Kabupaten ini menjadi penyumbang terbanyak untuk lahan yang terbakar pada tahun lalu yakni mencapai lebih dari 300.000 hektare.

Luasnya areal perkebunan yang berada di lahan gambut menjadi salah satu penyebab utama kawasan ini sangat rawan terbakar.

Menurut Dwi, kondisi ini juga diperparah dengan kuatnya budaya masyarakat yang terbiasa membakar lahan untuk membuka lahan baru, dan maraknya peredaran senjata api rakitan.

"Anggota saya harus masuk dan keluar kampung untuk mencegah karhutla, mulai dari berseragam hingga berpakaian preman," kata Dwi.



Pelaku dipublikasikan

Komandan Korem 044 Garuda Dempo Kolonel Inf Kunto Arief mengatakan dibutuhkan langkah berbeda pada penegakan hukum kasus karhutla tahun ini dibandingkan tahun lalu.

Pada tahun ini, pelaku pembakaran lahan akan dipublikasikan di media massa untuk memberikan efek jera dan mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya pencegahan kebakaran hutan dan lahan.

"Jika ada pelaku yang tertangkap tangan akan langsung dipublikasikan ke media, tujuannya memberikan shock ke masyarakat yang terbiasa bakar lahan," kata Kunto di sela-sela rapat koordinasi pencegahan karhutla di Gedung BPBD Sumsel.

Ia mengemukakan langkah tegas juga sudah dilakukan TNI ke seorang pembakar lahan di Desa Riding, Ogan Komering Ilir dengan menyegel kediamannya.

Rumah pelaki disegel dengan ditempel tulisan `dicari` dan tulisan itu baru dilepas jika pelaku menyerahkan diri.

Ia mengemukakan bahwa tindakan tegas bakal menjadi pilihan dalam penanganan kasus karhutla di Sumsel.

Jika ada warga sampai menghalang-halangi tugas aparat seperti yang terjadi di perbatasan Jambi dan Sumsel beberapa waktu lalu maka personel TNI tidak akan segan-segan menggunakan senjata.

"Saat personel patroli di OKI ada yang menghalangi dengan menggunakan senjata rakitan, pada saat itu anggota sedang tidak bersenjata. Jelas ini bukan main-main lagi, masak dalam keadaan seperti itu personel masih persuasif," kata Putra Wakil Presiden RI (1993-1998) Try Sutrisno.

Menurut Kunto, penanganan kasus pembakaran lahan ini tidak boleh setengah-setengah atau harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

Perusahaan atau pemilik lahan harus diminta komitmennya untuk tidak memperdaya masyarakat dalam upaya pembukaan lahan baru.

"Sekarang saya tanya, jika personel mendapatkan pelaku dan menyatakan bahwa dia disuruh pihak perusahaan. Apa siap menanggung sanksi hukumnya? Jika tidak mau, maka jangan bakar hutan!" kata Kunto menanyakan ke audiens yang juga para pemilik perkebunan.



Sulit dibuktikan

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sumsel AKBP Zulkarnaen mengakui bahwa penyelesaian kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terbilang lambat karena dari tujuh yang masuk ke penyidikan pada 2015 tercatat hanya satu berkas ke tahap penuntutan.

"Mengapa ini menjadi lambat, karena apa yang dilakukan polisi sangat tergantung dengan instansi penegak hukum lain yakni kejaksaan," kata Zulkarnaen.

Kondisi ini berkaitan erat dengan pengumpulan bukti-bukti seperti yang dimintakan jaksa.

Polisi terkendala dana karena untuk mengumpulkan bukti tersebut harus datang beberapa kali ke tempat kejadian perkara.

"Untuk memeriksa tidak cukup sekali, padahal lokasinya jauh. Belum lagi harus mendatangkan saksi ahli yang biayanya juga cukup mahal," kata mantan Kapolres Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir ini.

Untuk itu, Polda Sumsel sudah mengomunikasikannya dengan Kejaksaan terkait persoalan ini, namun persoalan lain pun muncul yakni jika barang bukti tidak cukup kuat maka pelaku bisa diputus bebas oleh hakim.

"Ini beda, yang akan dihadapi ini pengacara-pengacara dari perusahaan perkebunan yang tentunya tidak mudah. Jika bukti tidak kuat, maka bisa kalah dan ini yang jaksa tidak mau," kata dia.

Ia mengemukakan bahwa penanganan kasus karhutla ini sempat berjalan baik pada 2013 saat Polda Sumsel dibantu dana dan infrastruktur berupa pinjaman helikopter.

Saat itu, polisi bisa dengan cepat ke lokasi kejadian untuk mengumpulkan barang bukti sehingga semua kasus sudah bisa masuk ke pengadilan sebelum memasuki periode kebakaran hutan pada tahun berikutnya.

"Persoalannya, anggaran sudah diajukan tapi tidak disetujui," kata dia.

Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan Sigit Wibowo mengatakan tindakan tegas dari aparat penegak hukum merupakan salah satu langkah jitu untuk menekan tindakan pembakaran lahan oleh masyarakat.

"Tegas supaya tidak ada lagi yang membakar lahan. Tegas ini mulai dari saat patroli di lapangan hingga membawa pelaku ke pengadilan," kata dia.

Ia tidak membantah bahwa dana negara untuk penegakan hukum ini terbilang terbatas tapi jika semua pihak mau bahu- membahu dan memandang pencegahan karhutla ini merupakan tanggung jawab bersama maka persoalan ini dapat teratasi.

Kepala Badan Nasional Penananggulangan Bencana Willem Rampangilei mengatakan penanganan kebakaran hutan dan lahan (kahutla) harus efektif dan cepat dengan menerapkan metode pendeteksian dini.

 "Api jika sudah menyala di lahan gambut, sangat sulit dipadamkan. Bahkan berbagai upaya yang dilakukan tidak membuahkan hasil sehingga hanya berserah dengan alam atau menunggu hujan. Ini bukan hanya terjadi di Indonesia tapi juga di Australia dan Amerika," kata Willem di sela-sela apel siaga api yang digelar Sinar Mas Grup yang turut dihadiri Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, di Ogan Komering Ilir, Sumsel.

Lantaran konsepnya pendeteksian dini maka semua pihak bersepakat untuk bekerjasama dengan masyarakat desa yang berada di sekitar kawasan perkebunan.

Untuk itu para mitra pemerintah yakni kalangan swasta dari perusahaan perkebunan harus memberdayakan masyarakat desa ini sebagai ujung tombak pencegahan kahutla.

Hal ini terkait dengan pengalaman pada tahun-tahun sebelumnya yakni banyak ditemukan kasus pembukaan lahan perkebunan dengan cara membakar oleh warga.

"Intinya upaya pencegahan kahutla tahun ini tidak boleh gagal, semua dituntut fokus dengan tugas, meningkatkan kewaspadaan, penuh semangat, dan jangan lengah," kata dia.

Menurutnya tekat untuk mencegah ini sangat penting karena kejadian kebakaran hutan dan lahan ini telah berulang-ulang hingga 18 tahun yang menunjukkan seolah-olah Indonesia tidak mampu mencegah sehingga menjadi isu nasional yang berdimensi internasional.

 Kebakaran ini sudah mengganggu kehidupan sosial masyarakat, bahkan Bank Dunia mencatat telah menggerus pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 0,2 persen atau jika dikalkulasikan mencapai Rp221 triliun dan ini belum termasuk biaya pemadaman.

"Tidak ada cara lain selain secara total seperti 'total football'," kata dia.

Sumsel fokus pada upaya pencegahan setelah sempat menarik perhatian dunia atas terbakarnya 736.563 hektare lahan pada 2015 yang 74 persennya berada di dalam area konsesi perkebunan Hutan Taman Industri.

Sementara itu, dalam program zero asap tersebut, kebakaran lahan terjadi di jalan lintas Palembang-Inderalaya Km 19, Rabu, sekitar pukul 13.00 WIB yang menghanguskan lahan seluas 20 hektare.

Indonesia memiliki luas hutan nomor tiga di dunia dan rawa gambut terluas di dunia sekitar 20,6 juta hektare. Jika karunia ini dijaga dengan baik maka sejatinya menjadi gudang penyimpanan karbon tapi sebaliknya jika rusak maka menjadi bencana.