Pahit manis dimata masa muda "Rudy Habibie"

id Rudy Habibie, Reza Rahadian, Chelsea Islan, Ernest Prakasa, panji, Habibie & Ainun 2, BJ Habibie

Pahit manis dimata masa muda "Rudy Habibie"

Poster film "Rudy Habibie" (2016) garapan sutradara Hanung Bramantyo. (MD Pictures)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Di mata generasi 90-an, BJ Habibie dikenal sebagai sosok jenius pembuat pesawat, namanya bahkan muncul dalam lagu "Kapal Terbang" yang dibawakan penyanyi cilik terkemuka saat itu, Joshua Suherman.

Cita-citaku/ Ingin jadi profesor/ Bikin pesawat terbang/ Seperti Pak Habibie.

Lantas, seperti apa perjalanan Habibie hingga menjadi sosok inspiratif yang dikenal orang-orang masa kini?

"Rudy Habibie" (Habibie & Ainun 2) merangkum kehidupan Habibie muda yang bersemangat menggebu dan bermimpi membesarkan industri dirgantara Indonesia.
 
Film berdurasi 142 menit garapan sutradara Hanung Bramantyo itu mengajak penonton melihat bagaimana masa kecil Habibie.

Rudy, panggilan kecil Habibie, menghabiskan masa kanak-kanak di Pare Pare. Ketika pesawat tempur Perang Dunia II meluluhlantakkan desa, ia sempat merasa anti dan takut pada pesawat terbang.

Berkat sang ayah, Rudy paham bahwa tak semua kapal terbang "sejahat" pesawat tempur. Ia pun bertekad menciptakan pesawat yang bisa mengantar keluarganya mengunjungi sanak saudara yang rumahnya berjauhan. Maklum, Rudy adalah anak dari keluarga Jawa-Sulawesi.

Setelah sang ayah meninggal, ibu dan saudara-saudara Habibie pindah ke Bandung agar dia bisa melanjutkan pendidikan di Universitas Indonesia Bandung.

Melihat potensi Rudy, ibunya memutuskan untuk mengirimnya bersekolah ke RWTH (Universitas Teknologi Rhein Westfalen Aachen) Jerman.

Saat itu kemampuannya menggunakan Bahasa Jerman secara fasih selalu dipertanyakan orang sampai Rudy bosan mendengarnya dan dia punya jawaban nyeleneh untuk mereka yang penasaran.

"Ayah saya kanibal, dia makan orang Jerman, sejak itu kami pandai berbahasa Jerman," kata Rudy acap kali ditanya hal yang sama.

Para mahasiswa Indonesia di Jerman saat itu diberi amanat untuk membuat Persatuan Pelajar Indonesia. Rudy, yang didapuk menjadi ketua, punya ambisi dan mimpi besar menciptakan industri dirgantara.

Mimpi itu dicemooh oleh teman-temannya. Hanya segelintir orang yang percaya pada Rudy, termasuk gadis Jerman bernama Ilona yang mewarnai kisah cinta di masa muda Habibie.


       Menyentil generasi muda


Sutradara Hanung ingin menyentil semangat generasi muda lewat "Rudy Habibie". Menurut dia, usaha dan rintangan yang dihadapi Rudy demi mewujudkan mimpi adalah cermin dari anak-anak muda Indonesia saat ini.

"Musuh kita saat mewujudkan mimpi adalah orang-orang di sekeliling. Tidak cuma dalam politik, dirgantara, tapi juga film," kata Hanung, yang berharap film ini bisa memberi dampak positif pada penonton.

Gina S.Noer, yang juga membuat skenario "Habibie & Ainun", memulai riset sejak film pertama dengan mengobrol langsung dengan Habibie. Dari percakapan mereka selama ini, Habibie punya banyak cerita menarik.

"Ibarat menggali tanah untuk menanam kangkung ternyata dapat minyak," kata Gina.

Dua tahun silam ia mendapatkan ide untuk membuat cerita masa muda Habibie sebelum menjadi salah satu tokoh terkemuka di Indonesia yang kisahnya dibukukan dalam buku berjudul sama dengan film. Ia juga menggarap skenario dari penuturan Habibie pada waktu yang sama.

"Paling susah utak-atik angle yang benar-benar menarik untuk film," kata Gina, menambahkan sekuel ini memancarkan kesan berbeda dibandingkan film pertama yang fokus pada kisah cinta Habibie-Ainun.

Tidak semua adegan dan tokoh dalam "Rudy Habibie" berdasarkan kisah nyata. Ada adegan yang diubah demi menjaga plot cerita, seperti adegan wafatnya sang ayah, ada tokoh rekaan, ada juga karakter yang dibuat berdasarkan gabungan kepribadian orang-orang sekitar Habibie saat itu.

Reza Rahadian kembali berperan sebagai Habibie setelah empat tahun berlalu memerankan sosok itu di film "Habibie & Ainun".

Di film pertama, ia harus belajar menampilkan gerak-gerik, logat bicara Habibie yang khas, hingga bahasa Jerman mulai dari nol.

"Sekarang hanya memanggil ingatan saat itu," kata Reza.

Kemampuan bahasa Jerman dia semakin terasah karena ia mendapat banyak bagian dialog berbahasa Jerman.

Reza merasa bangga dan bersyukur masih bisa berjumpa dan mengobrol langsung pria yang dipanggilnya "Eyang" itu.

Menurut Reza, Habibie kerap mampir ke lokasi syuting untuk mengamati proses pembuatan film.

"Buat saya itu momen langka. Tidak semua aktor bisa berinteraksi dengan tokoh asli yang diperankan," tutur Reza yang kerap berbincang dengan Habibie untuk mendalami karakter.

Seiring berjalannya waktu, tampaknya Habibie makin puas dengan penggambaran kehidupannya di layar lebar. Menurut Reza, pada film pertama Habibie masih melontarkan beberapa kritik.

"Sekarang saya terharu lihat Eyang menangis karena kisahnya dipotret dengan sempurna. Sampai eyang bilang exactly the same (sama persis)," ungkap Reza.

Dalam sekuel, Reza beradegan mesra dengan Chelsea Islan yang berperan sebagai Ilona, gadis Jerman yang punya keterikatan dengan Indonesia karena pernah dirawat oleh perawat asal Ambon.

Kisah cinta gadis yang selalu mendukung Rudy dan cita-citanya itu kandas karena masalah prinsip. Chelsea mengorek kisah Ilona langsung dari mulut Habibie.

"Ilona itu salah satu cinta pertamanya Eyang," kata Chelsea yang belajar bahasa Jerman untuk peran ini.

Komika Ernest Prakasa yang berperan sebagai Lim Keng Kie, sahabat Rudy, menganggap "Rudy Habibie" sebagai kesempatan langka untuk bermain dalam film drama.

Pria yang biasa berperan di film komedi ini mendapat kebebasan untuk menginterpretasikan karakter mendiang Lim Keng Kie akibat kurangnya referensi. Ia hanya mendapatkan latar belakang Keng Kie sebagai seorang ilmuwan, namun tak ada dokumentasi video untuk mempelajari gestur dan gaya bicara mendiang.

"Jadi coba ngebayangin dari latar belakang dia, gayanya akan seperti apa. Interpretatif, enggak berusaha meniru," kata Ernest.

Di mata Ernest, Liem Keng Kie bagaikan malaikat penjaga Rudy yang melindungi sahabatnya dari konflik-konflik di sekitar. Ia adalah teman yang paling paham dan percaya pada visi besar Rudy untuk membangun bangsa.

Produser MD Manoj Punjabi mengemukakan rencananya mengeksplorasi kisah hidup Habibie dan orang-orang sekitarnya yang inspiratif dalam film-film berikutnya di bawah brand "Habibie & Ainun".

"Dalam lima tahun harus komplet 10 film (dalam brand Habibie & Ainun)," katanya optimistis.