KPK tahan lima tersangka suap PN Kepahiang

id kpk, komisi pemberantasan korupsi, suap pn kepahiang, plh kabiro humas kpk, yuyuk andriati

KPK tahan lima tersangka suap PN Kepahiang

Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - KPK menahan lima tersangka suap kasus dugaan penerimaan suap untuk mempengaruhi putusan terkait kasus tindak pidana korupsi penyalahgunaan honor Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daerah Bengkulu yang sedang disidang di Pengadilan Negeri Bengkulu.

"Untuk kepentingan penyidikan, KPK sudah melakukan penahanan selama 20 hari ke depan kepada lima orang tersangka," kata Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di Jakarta, Rabu.

Kelima orang tersebut adalah ketua pengadilan negeri Kepahiang Bengkulu Janner Purba yang ditahan di rumah tahanan (rutan) kelas I Jakarta Timur cabang KPK yang berlokasi di gedung KPK, hakim adhoc Pengadilan Tipikor Bengkulu Toton ditahan di rutan Polres Jakarta Pusat, panitera pengadilan Tipikor Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin ditahan di rutan Cipinang, mantan wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD M Yunus Bengkulu Edi Santroni ditahan di rutan Polres Jakarta Selatan dan mantan kepala bagian keuangan RSUD Bengkulu Syafri Syafii di rutan Salemba.

Kelimanya sudah dibawa ke lokasi penahanan pada Rabu dini hari.

KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap lima orang tersebut pada Senin (23/5) di beberapa lokasi di Kepahiang Bengkulu. Dalam OTT tersebut KPK menyita uang sebesar Rp150 juta yang diberikan oleh Syafri kepada Janner.

Janner pada 17 Mei 2016 juga sudah menerima uang Rp500 juta dari Edi, sehingga total uang yang Janner terima adalah Rp650 juta.

Uang tersebut diberikan agar majelis hakim yang dipimpin oleh Janner Purba dengan anggota majelis Toton dan Siti Ansyiria membebaskan Edi dan Syafri selaku terdakwa yang masing-masing dituntut 3,5 tahun penjara dalam kasus penyalahgunaan honor Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daerah Bengkulu Muhammad Yunus. Vonis kasus itu rencananya akan dibacakan pada Selasa (24/5).

Kasus tersebut berawal dari Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor Z. 17 XXXVIII Tahun 2011 Tentang Tim Pembina Manajemen RSMY mengenai honor tim pembina RSUD M Yunus termasuk honor gubernur Bengkulu saat itu Junaidi Hamsyah.

Padahal SK itu bertentangan dengan Permendagri No 61 Tahun 2007 mengenai Dewan Pengawas yang menyebutkan bahwa Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tidak mengenal tim pembina.

KPK juga masih mengembangkan kasus ini termasuk sumber uang dan kemungkinan penerima lainnya.

"Baru menangkap dua (hakim), kami akan melakukan pengembangan," tambah Yuyuk.