Keluarga jadi tonggak awal pembentukan anak sains

id olimpiade sains nasional, sains, keluarga, anak, peneliti, menteri pendidikan anies baswedan

Keluarga jadi tonggak awal pembentukan anak sains

Pemenang Olimpiade Sains Nasional Aiken Jethro (14) bersama ibunya Nora Delfianis. (Foto Antarasumsel.com/16/Dolly Rosana)

....Sains itu bukan mencari-cari masalah tapi mencari suatu pembuktian....
Palembang (ANTARA Sumsel) - Saat putra kecilnya bertanya, jika biji durian ditanam, mana yang duluan tumbuh, akar atau batang ?. Arif Haryana tidak langsung menjawab.

Ia merespon pertanyaan putra keempatnya Adli Azayaka (17) dengan mengatakan, "coba tanam saja sendiri, nanti akan terlihat mana yang tumbuh lebih dulu".

Ucapan Arif itu ternyata menjadi stimulus pertama bagi Adli untuk menyukai sains yakni ilmu pengetahuan yang mempelajari berbagai fenomena alam sehingga rahasia yang terkandung dapat diungkap dan dipahami.

Adli, siswa kelas XI SMA Negeri 61 Jakarta ini kemudian tumbuh menjadi anak yang memiliki sifat ingin tahu yang tinggi mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan alam. 

Rupanya, kegemaran itu pula yang membawa Adli menjadi juara III Olimpiade Sains Nasional bidang Fisika di Palembang.

"Sebenarnya Adli, kecilnya anak yang biasa-biasa saja, malahan saat SD kelas satu, dia belum bisa membaca. Tapi sebagai orangtua saya tidak tidak pernah mempersoalkannya," kata Arif yang didampingi istrinya Nurdiah saat dijumpai di acara penutupan OSN 2016 di Palembang, Sabtu (21/5).

Arif dan istrinya datang ke Palembang untuk memotivasi anak kesayangannya yang bersaing dengan anak-anak sains dari seluruh Indonesia.

Ia melanjutkan, namun, lambat laun dengan pola asuh yang baik dan terarah dalam keluarga, Adli akhirnya tumbuh menjadi anak yang cerdas dan memiliki banyak teman. 

Kondisi ini sungguh berbeda jika dibandingkan dengan anak-anak sains yang kerap dicap kutu buku dan sulit bergaul.

Menurut Arif, karakter baik yang dimiliki Adli ini tak lain berkat komitmen yang kuat antara dirinya dan istri dalam mendidik anak.

Arif yang berprofesi sebagai PNS dan Nurdiah sebagai seorang guru SD sejak awal pernikahan sudah bertekad mencetak generasi bangsa yang bukan hanya cerdas tapi juga berkarakter kuat.

Sang istri yang berprofesi sebagai guru diharapkan bukan hanya mampu menjadi tenaga pendidik di sekolah tapi juga mendidik anak sendiri dengan baik.

"Ini satu lagi, kami menekankan anak untuk jujur. Buat apa nilai bagus tapi dengan menyontek. Dengan begitu, anak jadi tahu bahwa jika ingin nilai bagus maka mereka harus belajar, dan ini yang kami terapkan secara konsisten, termasuk ke kakak-kakaknya Adli," kata dia.

Selain itu, sejak dini, anak-anak ditekankan untuk taat beribadah sehingga memiliki kontrol diri dalam berperilaku dalam kehidupan.

"Sedapat mungkin, saya dan istri konsisten dalam mendidik anak sehingga muncul suatu kebiasaan. Jika sudah terbiasa maka akan mudah menjadi karakter. Contohnya, sebagai orangtua, kami membiasakan untuk shalat berjamaah setiap Magrib, karena sudah terbiasa maka jika tidak dilaksanakan dirasakan ada yang kurang dari anak-anak," kata dia.

Dan terpenting, menurut Arif yakni pemahaman mengenai pentingnya memiliki banyak teman karena dunia pada saat ini dan masa datang sangat membutuhkan orang-orang yang bisa berkerja sama untuk mencapai tujuan.

Oleh karena itu, meski anak-anak yang menggemari sains tapi tetap harus luwes dalam bergaul.

"Saya katakan, jangan pelit dengan ilmu. Bagikan saja. Dan hal ini diterapkan Adli, setiap hari ada saja yang datang ke rumah ingin belajar bersama. Adli juga tumbuh menjadi anak yang aktif dengan sangat tertarik berkegiatan ekstrakurikuler di sekolah," kata dia.

Kisah Adli yang mendapatkan stimulus sains sejak usia dini ini juga dialami Aiken Jethro (14), siswa SMP Islam Raudatul Jannah, Payakumbuh, Sumatera Barat.

Aiken yang meraih medali perunggu bidang IPA OSN 2016 mengatakan ketertarikannya pada sains ini lantaran melihat sang ayah yang berprofesi sebagai guru matematika.

Ayahnya kerap mengemas pelajaran matematika dalam suatu permainan, seperti teka teki dan cerita.

"Awalnya saya suka matematika, tapi makin ke sini jadi lebih suka IPA karena bisa langsung melihat aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari," kata Aiken yang diwawancarai sesuai menerima medali.

Sejak kecil Aiken sangat suka membaca seperti yang disampaikan ibunya, Nora Delfianis.

Nora yang datang ke Palembang khusus untuk memotivasi Aiken yang sedang bertanding mengatakan anaknya itu sangat suka membaca buku-buku tentang sains sejak bersekolah di Taman Kanak-Kanak.

"Kadang buku yang mau dibeli komik, tapi setelah saya baca-baca ternyata isinya soal sains," kata dia.

Dalam berkeluarga, Nora dan suaminya juga fokus pada pembentukan karakter anak. Karakter disiplin, bekerja keras, dan rajin selalu ditanamkan ke anak-anak.

"Anak-anak dilatih tepat waktu dalam beraktifitas, baik dalam beribadah, berkegiatan di sekolah hingga di rumah. Saya yakin jika hal ini diterapkan secara konsisten maka akan menjadi modal dalam kehidupan mereka," kata guru MAN 2 Payakumbuh ini.

Usep Kasman, guru SMA Negeri 6 Bandung, Jawa Barat, mengatakan bahwa anak-anak yang menyukai sains pada umumnya merupakan siswa yang berkarakter kuat sehingga tidak mudah terpengaruh negatif oleh lingkungan.

Ia mengamati mereka bukan hanya cerdas tapi kerap menjadi panutan bagi teman-temannya karena ketertarikan yang tinggi pada ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan fenomena alam.

"Saya sering mengambil istilah bahwa anak-anak sains ini yakni anak-anak yang tahu jalan pulang. Namanya, anak remaja, wajar saja jika agak 'nakal' sedikit tapi bagi anak sains biasanya mereka itu masih dalam koridor," kata dia.

Menurutnya, karakter baik yang tumbuh dari anak-anak penyinta sains ini tidak serta merta terjadi tanpa campur tangan dari orangtua.

Pada umumnya, anak-anak ini tumbuh dalam lingkungan keluarga yang kondusif, hangat dan saling mendukung satu sama lain.

Orangtua selalu mampu menjadi pendengar yang baik dan tempat yang nyaman bagi anak untuk berkeluh kesah.

"Sangat jarang saya temui, anak-anak ini berasal dari keluarga 'broken home'," kata Usep.


Perilaku Sains
 
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengatakan perilaku sains yang mempunyai keinginan kuat mengenai suatu hal harus disebarluaskan ke seluruh pelajar dalam rangka pembentukan karakter baik.

"Semangat sains, semangat untuk menyelidiki dan mencari tahu mengenai suatu hal dengan cara membuktikan, ini sangat baik. Sains itu bukan mencari-cari masalah tapi mencari suatu pembuktian," kata Anies dalam telekonferensi pada penutupan Olimpiade Sains Nasional 2016 di Palembang, Jumat.

Ia mengemukakan OSN ini sebenar-benarnya model pendidikan pembentukan karakter berintegritas bagi para generasi muda.

Dalam OSN ini sejatinya juga terdapat kurikulum tersembunyi yakni membangun perasaan sainstefik yakni mengenal, memahami  berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah.

Pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. 

Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru sangat diperlukan, namun bantuan itu harus berkurang seiring denga bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa.

Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang tercipta diharapkan dapat mendorong peserta didik untuk mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.

"Bilamana Indonesia dapat melakukannya dan menyebarluaskan perilaku sains ini maka negeri ini akan lebih baik pada masa mendatang," kata Mendikbud.

Pada kesempatan ini, Anies mengharapkan para peserta dapat menularkan semangat sains ini ke lingkungannya, mulai dari keluarga, sekolah, dan kehidupan bermasyarakat.

Karakter sains ini dapat menjadi modal bagi bangsa ini tumbuh menjadi bangsa yang kuat dan berdaya saing.

"Saya yakin banyak keseruan yang tercipta di sini, ada yang menang dan ada pula yang kalah. Namun dengarlah, di antara kalian ada anak yang paling beruntung, yakni bukan mereka yang menang tapi mereka yang mampu mengambil pelajaran atas pengalamannya ini," kata dia.

OSN di Palembang ini diikuti 1.579 pelajar dari seluruh Indonesia untuk memperebutkan juara untuk berbagai bidang studi, di antaranya, biologi, fisika, matematika, dan geografi.

Kehadiran anak-anak sains ini di Palembang memunculkan harapan bahwa Indonesia akan menjadi bangsa yang lebih baik di masa datang, yakni bangsa yang sesuai dengan harapan dan cita-cita para pendirinya.

Namun, Anies menegaskan bahwa sesungguhnya pendidikan anak bukan semata-mata menjadi tanggung jawab guru di sekolah karena sejatinya orangtua yang menjadi kunci utamanya. 

"Anak adalah anugerah, yang merupakan harapan masa depan. Anak juga sebuah amanah dan tanggung jawab, yang sekaligus potret keberhasilan orangtua," tutup Anies.
    
Mendidik anak adalah investasi masa depan, bukan hanya berguna bagi seseorang sebagai pribadi tapi juga untuk kemajuan dan kemaslahatan bangsa ini. 

Ayo selamatkan generasi bangsa dengan pengasuhan, pendidikan dan pendampingan sejak usia dini.