Kisah pilu seorang ibu ditulari HIV oleh suaminya

id hiv, aids

Kisah pilu seorang ibu ditulari HIV oleh suaminya

Ilustrasi HIV/AIDS (Antarasumsel.com/Grafis/Aw)

...hingga akhirnya salah satu dari suami yang menikahinya memberikan sesuatu yang melekat pada dia...
Jakarta (ANTARA Sumsel) - Seorang perempuan bernama Hartini, kaget bukan main ketika anak ketiganya meninggal dunia pada usia sembilan bulan dan dokter mendiagnosis sang bayi Hartini mengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV).

Sejak usia 19 tahun, ia memberanikan diri menjadi tenaga kerja di Arab Saudi dan berkali-kali merasakan kawin cerai, hingga akhirnya salah satu dari suami yang menikahinya memberikan sesuatu yang melekat pada dia, yaitu HIV.

Saat itu suaminya meyakinkan Hartini bahwa diagnosisi terhadap anak mereka adalah salah dan tidak mungkin ada virus tersebut pada tubuh anak, istri dan dia. Saat itu, Hartini memercayai sang suami.

Sampai kemudian daya tahan tubuh Hartini menurun drastis hingga kadar sel CD4-nya hanya tertera pada angka 7 padahal dalam kondisi daya tahan tubuh normal angka itu harusnya mencapai 1.500.

Hal tersebut membuat berat badan perempuan berhijab itu turun hingga 36 kilogram, namun untuk menopang berat badannya saat itu, kaki-kaki Hartini lemah dan nafasnya tersengal.

Bingung dengan kondisinya, ia lalu memeriksakan diri ke dokter dan akhirnya dinyatakan teridentifikasi HIV positif.

Hartini tak mau semakin jatuh. Dia memilih bangkit dan membuka diri terhadap statusnya kepada khalayak umum, dengan harapan mengedukasi masyarakat soal HIV dan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).

Perjuangannya menjalani hidup di tengah diskriminasi dan kekerasan hingga akhirnya turut menyosialisasikan tentang HIV/AIDS ini dituangkan dalam buku yang ditulis Anang YB berjudul "Hartini Memoar Seorang Perempuan dengan HIV".

"Saya berharap perjuangan Hartini mampu menginspirasi, meskipun hanya satu atau dua orang pembaca dari ratusan buku yang dicetak," kata Anang di Jakarta, Sabtu.

Menurut Anang, apa yang dialami Hartini bisa saja dialami oleh orang lain, yang mungkin belum berani membuka diri sebagai ODHA.