Ketua DPRD Musi Banyuasin minta keringanan hukuman

id korupsi, musi banyuasin, suap, pledoi, riamon iskandar, islan hanura, aidil fitri, darwin ah

Ketua DPRD Musi Banyuasin minta keringanan hukuman

Terdakwa Riamon Iskandar menyeka air mata saat memberikan keterangan di Pengadilan Tipikor Palembang, Rabu (13/4). (Foto Antarasumsel.com/16/Nova Wahyudi)

Palembang (ANTARA Sumsel) - Terdakwa penerima suap Ketua DPRD Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, Riamon Iskandar meminta keringanan hukuman kepada majelis hakim dalam nota pembelaannya yang disampaikan pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Palembang, Senin.

Dalam nota pembelaannya yang dibacakan penasihat hukumnya, Riamon mengakui perbuatannya telah menerima uang suap dari Pemkab Muba senilai Rp99 juta (setoran pertama) dan Rp50 juta (setoran kedua).

Setelah terjadi operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi pada 19 Juni 2015, uang suap tersebut telah dikembalikan ke negara dengan cara menjual tanah warisan.

Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan dan keterangan sejumlah saksi, terdakwa menyampaikan keberatan atas tuntutan jaksa berupa hukuman pidana penjara selama 5,5 tahun denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan.

Terdakwa tidak sependapat dengan pasal yang dikenakan jaksa yakni Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 KUH Pidana.

"Pasal ini dinilai tidak relevan dengan fakta di persidangan. Berdasarkan Pasal 12 bahwa pemberian janji dimaksudkan untuk menggerakkan para penyelenggara menyalahi kewenangannya harus diiringi dengan suatu kerja sama secara intens dan jalinan yang kuat," kata dia.

Terkait kasus ini terdakwa sedari awal tidak tahu mengetahui berapa komitmen jumlah uang yang akan diserahkan ke DPRD.

Saat menerima uang Rp200 juta, terdakwa hanya menjalankan perintah Islan Hanura selaku Wakil Ketua DPRD (terdakwa ketiga).

Berdasarkan fakta di persidangan, terdakwa tidak hadir saat penyerahan uang dari Pemkab ke DPRD dikediaman Bambang Karyanto. Demikian juga saat rapat di kediaman Bupati Pahri Azhari untuk membahas komitmen berdasarkan keterangan saksi.

"Terdakwa juga tidak pernah menghubungi Pahri-Lucy (bupati-istri) untuk meminta uang," ucap penasihat hukum.

Atas dasar itu, terdakwa menilai lebih tepat dijerat dengan Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi. (Dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.00 dan paling banyak Rp250.000.000).

"Apabila tidak sependapat, meminta hakim mempertimbangkan fakta di persidangan untuk memutuskan seadil-adilnya," ujar terdakwa melalui penasihat hukumnya.

Kasus suap terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan di kediaman Bambang Karyanto pada 19 Juni 2015.

Pada saat ini, dilakukan penyerahan sisa kesepakatan suap yang menjadi angsuran ketiga yakni senilai Rp2,56 miliar, sementara ansuran pertama Rp2,65 miliar dan angsuran kedua Rp200 juta khusus untuk empat pimpinan DPRD sudah diserahkan lebih dahulu.

KPK kemudian menyeret empat pimpinan DPRD Muba, Riamond Iskandar (ketua), Darwin AH (wakil), Islan Hanura (wakil), dan Aidil Fitri (wakil) ke meja hijau, demikian juga Bupati Pahri Azhari dan istrinya Lucianty.