Kawasan TNKS wilayah Kota Lubuklinggau terancam punah

id taman nasional kerinci seblat, tnks, kota lubuklinggau,

Kawasan TNKS wilayah Kota Lubuklinggau terancam punah

Pengunjung berada di kawasan wisata Danau Gunung Tujuh di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Kerinci, Jambi. (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

Lubuklinggau, (ANTARA Sumsel) - Kawasan hutan Taman Nasional Kerinci Seblat di wilayah Kota Lubuklinggau terancam punah karena kondisinya makin berkurang akibat digarap masyarakat secara tradisional untuk membuka lahan perkebunan dan pertanian.

Kepala Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) wilayah V Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musirawas Miskun, Rabu menjelaskan luas kawasan hutan TNKS wilayah itu tercatat 660 hektare, saat ini sudah berkurang atau mengalami kerusakan sekitar 100 Ha.

Ia mengatakan kawasan hutan yang ada sekarang secara bertahap masih dibuka warga, khususnya desa yang berada dalam kawasan TNKS tersebut, mereka menanam kopi dan coklat serta membuka areal persawahan.

Dalam TNKS itu ada tiga zona yaitu zona rimba, rehabilitasi dan zona tradisional, padahal zone itu tidak beloh dibuka.

Sedangkan zona tradisonal bisa ditoleransi karena keberadaan warga desa dalam kawasan itu sudah ada sebelum penetapan TNKS.

Namun sangat disayangkan warga di desa dalam kawasan itu justru merambah zona rimba dan rehabilitasi hingga saat ini luasnya mencapai ratusan hektare.

"Kami mengajak masyarakat dan Pemerintah Kota Lubuklinggau untuk mempertahankan kawasan TNKS tersebut, apalagi terdapat kawasan obyek wisata andalan Bukit Sulap," ujarnya.

Pihaknya sulit menertibkan perambahan TNKS karena warga sangat ketergantungan dengan lahan tersebut.

Hal itu berkaitan erat dengan kebutuhan perut atau ekonomi warga, namun demikian pihaknya tetap melakukan pendekatan terhadap perambah tersebut dan operasi patroli rutin.

Ia mengakui jumlah perambah sekarang cenderung meningkat karena sebagian pengerajin batu pepe mengalihkan pekerjaannya membuka lahan setelah sebelumnya distop pemerintah daerah sejak tahun lalu.

Akibat banyaknya masyarakat membandel dan tetap membuka kawasan hutan TNKS dalam wilayah Kota Lubuklinggau, hingga saat ini jumlah kerusakan hutan TNKS terus bertambah.

Para perambah itu sebagian besar menanam kopi karena harganya cukup tinggi dipasaran yaitu bertahan di atas Rp20 ribu per kilogram, sedangkan komoditas perkebunan lainnya seperti karet dan kelapa sawit harganya anjlok, ujarnya.