Pembangunan infrastruktur menyelamatkan kinerja perbankan Sumsel

id pembangunan, infrastruktur, perbankan, ltr, light rail transit

Pembangunan infrastruktur menyelamatkan kinerja perbankan Sumsel

Ilustrasi (Foto Antarasumsel.com/Nova Wahyudi/15/den)

....Pada 2015 sebenarnya sudah terasa, karena ada pembayaran pembebasan lahan dan lainnya. Namun pada 2016 ini diperkirakan akan sangat terasa dampaknya karena akan ada uang triliunan rupiah dari APBN yang masuk ke Sumsel....
Palembang, (ANTARA Sumsel) - Dua pernyataan kontra muncul terkait perekonomian Indonesia pada 2016.

Ada yang menilai perekonomian Tanah Air akan berbalik arah (rebound) pada 2016 setelah 2015 berada di titik terendah, tapi ada juga yang menilai bahwa tren pelemahan ekonomi bakal berlanjut karena perekonomian global yang belum pulih.

Bagi kalangan perbankan di Sumatera Selatan, penting mempertimbangkan pengaruh ekonomi global karena daerah ini bertumpu pada komoditas ekspor karet, minyak sawit, dan batu bara.

Namun, setelah Sumsel ditunjuk menjadi tuan rumah Asian Games ke-18 pada 2018, muncul suatu anomali di daerah ini sejak 2015.

Ekonomi tetap tumbuh bahkan mampu di atas rata-rata nasional karena gencarnya sejumlah pembangunan infrastruktur.

Pada triwulan III/2015, Sumsel mencatat pertumbuhan ekonomi 4,8 persen atau naik sedikit dari angka rata-rata nasional 4,77 persen, dan triwulan IV/2015 Sumsel mencatat 5,2 persen sementara angka nasional 5,03 persen.

Kepala Kantor Wilayah BCA Sumbagsel (Sumsel, Bangka Belitung, Lampung dan Jambi) Darmawan Bank Central Asia menilai perekonomian Sumatera Selatan justru lebih bergairah pada 2016.

Hal ini karena pada 2016 ini terdapat sejumlah infrastruktur transfortasi yang akan dibangun di Palembang seperti tiga ruas jalan tol, jalur kereta api ringan Light Rail Transit (LRT), dan jembatan, fasilitas umum seperti rumah sakit, jaringan air bersih dan listrik, sehingga secara langsung akan meningkatkan belanja pemerintah.

"Akan ada dana triliunan rupiah masuk ke Sumsel, dan ini akan menggerakkan perekonomian di saat anjloknya harga komoditas," kata dia.

Ia pun mengamati geliat ekonomi di daerah pengekspor karet, sawit, dan batu bara ini sudah terasa sejak triwulan I/2016, atau berbeda dengan di tahun 2015 yang baru menggeliat di triwulan II.

Kondisi ini juga ditunjang oleh sisi psikologis pelaku usaha yang mulai berani mengambil sikap setelah pada tahun lalu lebih banyak memilih "wait and see".

"The Fed (Bank Sentral AS) sudah memutuskan menaikkan suku bunga, pemerintah juga sudah mengeluarkan 8 paket kebijakan pada tahun lalu. Artinya sudah ada beberapa kepastian," kata dia.

Lantaran itu, pada 2016 ini, BCA percaya diri dengan menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 12 persen, pengimpunan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 10-12 persen, dan dengan tetap meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran agar rasio Non Performing Loan (NPL) tetap terjaga di angka 1-2 persen (NPL 2015 1,01 persen).

Target ini, menurut Darmawan terbilang realistis karena pemerintah juga menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2---5,3 persen atau meningkat dari 2015 yang berada di angka 4,6-4,8 persen.

Direktur Bank Sumsel Babel M Adil mengatakan pembangunan infrastruktur di Sumatera Selatan dipercaya akan mendongkrak kinerja perbankan pada 2016 sehingga tetap tumbuh dikisaran 13---15 persen (sesuai proyeksi Otoritas Jasa Keuangan).

"Pada 2015 sebenarnya sudah terasa, karena ada pembayaran pembebasan lahan dan lainnya. Namun pada 2016 ini diperkirakan akan sangat terasa dampaknya karena akan ada uang triliunan rupiah dari APBN yang masuk ke Sumsel," kata dia.

Lantaran kondisi terkini tersebut, sektor pembiayaan infrastruktur menjadi bidikan industri perbankan Sumsel.

Kepala Cabang Bank Syariah Mandiri (BSM) Palembang Kemas Erwan mengatakan, sejak awal tahun 2015 telah menerima beberapa pengajuan pembiayaan infrastruktur dengan nilai di atas seratus miliyar rupiah.

Terkait dengan pembangunan infrastruktur itu, BSM telah menerima pengajuan pembiayaan dari sejumlah perusahaan transfortasi yang menjual jasa pengangkutan pasir dan tanah melalui sungai.

"Umumnya meminta pembiayaan untuk pembelian tongkang karena harganya yang relatif mahal, untuk tongkang dengan panjang 100 fit saja harganya berkisar Rp2 miliar," ujar dia.



Tetap hati-hati

Namun, di tengah kondisi ini, perbankan juga meningkatkan kehati-hatian untuk tetap menjaga kelancaran arus uang perusahaan agar bisa mencapai target tahun ini.

Kepala BCA Sumbagsel Darmawan mengatakan hal ini dilakukan untuk merespon belum membaiknya harga komoditas.

"Seperti diketahui bahwa karet dan sawit masih anjlok, BCA tidak berani jor-joran karena ini rentan terjadi kredit macet. Jadi setiap pengajuan kredit akan dianalisa secara mendalam," kata Darmawan.

Menurutnya, kehati-hatian dalam penyaluran kredit ini sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun lalu yang dapat tergambar dari rendahnya rasio kredit macet (NPL) BCA yakni hanya 1,01 persen (batas ambang BI yakni 5 persen).

Meski mengetatkan penyaluran kredit, di sisi lain, BCA tetap optimistis bakal tumbuh 12 persen untuk kredit, 10-12 persen untuk dana pihak ketiga. Sementara pada 2015 membukukan DPK dan Kredit bertumbuh 10 persen.

Senada, Kepala Cabang BSM Palembang juga mengetatkan penyaluran kredit di tahun ini karena sejak tahun lalu telah terjadi sejumlah restrukturisasi kredit.

Penjadwalan ulang masa pengembalian kredit ini menjadi pilihan terbaik untuk menjaga likuiditas keuangan perusahaan.

"Bank tentunya harus mempertimbangkan juga kondisi saat ini. Saat meminjam untuk pembiayaan pembelian bibit dan pupuk tersebut, petani berasumsi harga karet Rp14 ribu per kg, tapi kini sudah anjlok di kisaran Rp5 ribu per kg. Jadi ke depan, BSM akan lebih hati-hati," kata dia.

Begitu pula dengan Bank Mandiri yang memilih selektif dalam mengucurkan kredit di sektor minyak bumi untuk merespon jatuhnya harga di pasar internasional sehingga hanya berkisar 30 dolar/barrel.

Pimpinan Kantor Wilayah Bank Mandiri Sumatera Bagian Selatan Kuki Kadarisman mengatakan, kehati-hatian ini untuk menjaga kualitas kredit perusahaan mengingat kucuran dana yang diberikan relatif besar yakni diatas Rp50 miliar.

"Melihat perkembangan yang ada saat ini, Bank Mandiri harus lebih selektif ke depan. Harga minyak dunia terus turun dan membuat rentan terjadi gagal bayar," kata Kuki.

Ia melanjutkan meski hingga kini belum ada peminjam yang menunggak tapi kemungkinan dapat saja terjadi, apalagi para ekonom dunia memperkirakan bahwa harga minyak bumi bisa lebih anjlok lagi.

Untuk itu, Bank Mandiri telah membuat sejumlah langkah antisipasi, salah satunya dengan menawarkan restrukturisasi kredit ke perusahaan migas.

"Jika cicilan lebih dikecilkan dengan cara menambah masa pengembalian kredit akan membuat kredit lebih sehat, kemungkinan ini yang akan ditawarkan," kata dia.

Meski dihadapkan tantangan gagal bayar, tapi Bank Mandiri pada 2016 tetap memberikan plafon sebesar empat persen untuk kredit migas. Begitu pula untuk sektor sawit dan karet yang memberikan alokasi sebesar 42 persen dari total kredit.

Hal ini menjadi pilihan mengingat Sumatera Bagian Selatan (Sumsel, Lampung, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, dan Sumatera Barat) merupakan daerah perkebunan dan mineral.

Menurut Kuki, perusahaan tetap berani menggarap dua sektor tersebut karena optimistis dengan pertumbuhan kredit komersial.

"Sektor komersial ini bisa tumbuh sesuai proyeksi dengan tetap menjaga rasio kredit macet (NPL) pada 2015 di tengah pelemahan ekonomi. Catatan positif lainnya yakni NPL-nya bisa tercatat nol persen," kata dia.

Lantaran itu pula, bank plat merah ini tetap optimistis dengan kinerjanya pada kwartal I/2016 dengan menargetkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga 15 persen, kredit 16-17 persen.

Presiden Joko Widodo optimistis dengan perekonomian tahun 2016 karena menilai pemerintah sudah meletakkan pondasi yang kuat sepanjang 2015, dengan munculnya delapan paket kebijakan ekonomi.

Pada awal Februari 2016, Badan Pusat Statistik resmi merilis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 sudah menembus angka 5,04 persen atau naik dari triwulan III yang hanya 4,74 persen, triwulan II 4,66 persen, dan triwulan I 4,71 persen.

Berdasarkan data BPS itu, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla semakin optimistis bahwa awan kelabu yang menggelayuti perekonomian Tanah Air perlahan telah memudar, dan semakin yakin bakal menembus pertumbuhan 5,3 persen pada 2016.