Tegas menindak pengemplang pajak

id pajak, pengemplang pajak, Kepala Ditjen Pajak Sumsel, samon jaya,

Tegas menindak pengemplang pajak

Bangga Bayar Pajak (Antarasumsel.com/Grafis)

Palembang, (ANTARA Sumsel) - Pajak diputuskan menjadi sektor andalan pemerintah untuk menopang kebutuhan dana infrastruktur yang mencapai Rp5.000 triliun (2015-2019) .

Lantaran itu, pemerintah menaikkan target pajak hingga 40 persen yakni menjadi Rp1.489,3 triliun pada 2015 karena meyakini bahwa penerimaan yang diperoleh selama ini belum optimal.

Terkait target yang tinggi ini, Ditjen Pajak dituntut bekerja keras, mulai dari menyelami sektor-sektor yang selama ini belum tergali hingga penindakan tegas dengan memberlakukan hukuman badan (sandera) untuk memberikan efek jera dan pengaruh positif di masyarakat.

Kepala Ditjen Pajak Sumsel dan Babel Samon Jaya mengatakan selama ini hukuman badan sudah diterapkan tapi diakui tidak setegas pada tahun ini.

"Sandera itu menjadi pilihan terakhir, setelah beribu cara untuk membujuk WP agar membayar tidak juga berhasil. Tapi kini, caranya beda, jika beberapa kali pertemuan tetap tidak mau bayar, maka langsung disandera," kata Samon.

Lantaran itu, per September 2015, Ditjen Pajak telah menyandera sebanyak 24 penunggak pajak di seluruh Indonesia.

Salah satunya terjadi lingkup di Ditjen Pajak Sumsel Babel yakni dengan menyandera seorang wajib pajak berisial Dj sejak 4 Februari 2015 karena tidak mau memenuhi kewajiban pembayaran pajak senilai Rp1,9 miliar.

Penunggak pajak dengan profesi sebagai pengusaha itu telah dititipkan di Rumah Tahanan Pakjo, menghuni kamar khusus yang disiapkan pihak Lembaga Permasyarakatan tersebut.

"Upaya persuasif sudah lakukan sejak lama tapi tetap saja tidak mau bekerja sama, digijzeling (sandera, red) ini sebagai langkah terakhir agar si wajib pajak membayar kewajibannya. JIka dibayar maka akan langsung dilepaskan," kata dia. 

Selang beberapa pekan, Ditjen Pajak Sumsel Babel kembali memperkarakan wajib pajak "nakal" dengan melimpahkan berkas penyidikan ke kejaksaan atas nama TE terkait kasus pembuatan faktur pajak fiktif senilai Rp33 miliar.

Kasus pajak bisa berakhir di pengadilan pidana jika ditemukan indikasi pelanggaran KUHP seperti pemalsuan bukti-bukti kwitansi dan data-data harta kekayaan dengan unsur kesengajaan untuk merugikan negara.

Meski hukuman pidana sudah dijalani tapi hutang tersebut tetap menjadi kewajiban atau tidak ada istilah pemutihan.

"Hutang tetap hutang, harus tetap dibayar. Jangan dikira setelah menjalani vonis pengadilan jadi dihapuskan. Tetap akan ditagih dengan cara penyitaan aset," kata Samon.

Kepala Bidang Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah Ditjen Pajak Sumatera Selatan dan Bangka Belitung Fadjar Julianto menambahkan kasus pajak bisa berujung menjadi penyanderaan jika wajib pajak tetap enggan melunasi kewajibannya meski sudah ada surat hutang pajak.

Ia menerangkan, hukuman paksa badan berupa penyanderaan menjadi proses berikutnya untuk menumbuhkan kesadaran dari penunggak pajak tersebut.

"Jika sudah dikeluarkan surat hutang pajak maka wajib pajak yang bandel boleh disandera dalam masa enam bulan dan bisa ditambah enam bulan lagi. Di sandera ini, hanya hukuman badan, jika membayar langsung dilepas," kata dia. 

Selain mulai tegas dalam penindakan hukum, Ditjen Pajak juga dituntut kreatif untuk melawan pengemplang pajak dalam menjaga hak negara atas warganya seperti yang diatur dalam Undang-Undang.

Maklum saja, WP nakal (pengemplang) selalu mencari cara agar sumbangsih yang diberikan kepada negara sekecil mungkin. 

Di tengah, agresivitas Ditjen Pajak dalam menggenjot penerimaan pada era pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, ide kreatif pun muncul, salah satunya menggunakan pesawat tanpa awak (drone) untuk mengukur luas lahan garapan pengusaha perkebunan dan pertambangan.

Penggunaan alat ini untuk menggali potensi pajak yang tersembunyi dan mengungkap laporan wajib pajak perusahaan perkebunan dan pertambangan yang tidak sesuai.

"Pesawat drone ini digunakan untuk mengintai dan mengetahui kondisi sebenarnya suatu perkebunan sawit dan karet, serta pertambangan (batu bara dan timah) yang terkadang secara luas mencapai ratusan hektare," kata dia.



Upaya Ekstra



Pemerintah dalam RAPBN-P 2015 menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp1.294,3 triliun, yang sebagian besar disumbangkan oleh PPh nonmigas sebesar Rp629,8 triliun dan PPN serta PPnBM sebanyak Rp576,4 triliun. 

Ditjen akan melakukan berbagai upaya ekstra dan upaya luar biasa untuk mencapai target tersebut antara lain melalui tindakan pemeriksaan dengan optimalisasi Rp73,5 triliun serta ekstensifikasi dan intensifikasi WP Orang Pribadi Rp40 triliun.

Selain itu, optimalisasi lainnya berasal dari upaya ekstensifikasi dan intensifikasi WP Badan yang diharapkan bisa meraih Rp254,2 triliun dan upaya penegakan hukum yang diperkirakan mampu mencapai Rp22,5 triliun.

Ditjen Pajak untuk mengamankan penerimaan mendapatkan tambahan pagu guna kegiatan operasional pada RAPBN-P 2015 sebesar Rp4 triliun, dan remunerasi Rp4,1 triliun serta belanja pegawai baru Rp669,1 miliar yang berasal dari alokasi BA 999.08 (Belanja BUN). 

Berdasakan catatan Ditjen Pajak, realisasi setoran pajak dari awal tahun hingga 28 Maret 2015 sebesar Rp170 triliun atau hanya 13,65 persen dari target sebesar Rp1.296 triliun.

Penerimaan pada triwulan I ini jauh di bawah periode sama pada 2014, yang mencapai Rp264,4 triliun atau 19,2 persen dari target Rp1.280 triliun. 

Ini merupakan catatan prestasi terburuk dalam lima tahun terakhir, setelah terburuk kedua dalam pencapaian penerimaan pajak adalah triwulan I 2011 yang hanya 15,9 persen dari target Rp 878,7 triliun. 

Sementara, di luar tahun 2011 dan 2015, penerimaan pajak relatif stabil pada kisaran 18-19 persen.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Sigit Priadi Pramudito mengatakan ada empat hambatan secara umum yang dihadapi Direktorat Jenderal Pajak dalam meraih optimalisasi target penerimaan negara dari sektor pajak. 

Sigit dalam rapat dengar pendapat antara Ditjen Pajak dengan Komisi XI DPR menyampaikan empat hambatan tersebut terkait sumber daya manusia, data, kerja sama dengan penegak hukum dan regulasi. 

Ia menjelaskan dalam hal sumber daya manusia, organisasi dan anggaran, Ditjen menghadapi kendala seperti keterbatasan kuantitas dan kualitas pegawai, serta keterbatasan dalam struktur organisasi dan unit kerja. 

"Selain itu, juga keterbatasan anggaran. Ini semuanya sudah terbatas dan kita tidak fleksibel di situ," kata Sigit yang terpilih sebagai pimpinan tertinggi di otoritas pajak setelah mengakui proses seleksi terbuka sejak November 2014.

Sigit mengatakan terkait kendala data dan informasi, ada keterbatasan data maupun informasi yang didapat Ditjen Pajak dari pihak eksternal, akibat belum optimalnya pelaksanaan pasal 35A Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan.

Untuk kerja sama dengan penegak hukum, Sigit menambahkan Ditjen menghadapi masalah belum optimalnya dukungan dan kerja sama dari berbagai instansi hukum lainnya serta perlindungan hukum bagi petugas pajak di lapangan. 

Sedangkan dalam hal regulasi, ia melanjutkan, Ditjen menghadapi masalah masih adanya aturan yang perlu disempurnakan dalam mendukung pengamanan penerimaan pajak dam penegakan hukum dalam bidang perpajakan.

"Ini semua hambatan dan kami harapkan bisa selesaikan sebelum Juni, sehingga semua (rencana penerimaan) bisa berjalan lancar," kata Sigit.

Kekhawatiran jatuhnya realisasi pajak pada tahun ini akhirnya terbukti. 

Hingga akhir November realisasi penerimaan pajak baru tercapai sekitar Rp865 triliun atau kurang Rp430 triliun dari target Rp1.294 triliun di 2015. 

Hal ini membuat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Sigit Priadi Pramudito mengundurkan diri per 1 Desember 2015 sebagai bentuk pertanggungjawaban.

Sigit yang mengajukan diri dalam seleksi pemilihan Kepala Ditjen Pajak dari kalangan profesional resmi dilantik 6 Februari 2015. 

Mundurnya pria lulusan Master of Arts in Economics ini menandai bahwa bukan perkara mudah mengejar target pajak yang naik hingga 40 persen dari sebelumnya.

Lantaran itu pula, pemerintah berencana menurunkan target pajak pada 2016 dengan hanya naik 32 persen.