BI: Sumsel butuh pasar baru hilirisasi karet

id bank indonesia, bi sumsel, karet, komoditas sumsel, industri karet

BI: Sumsel butuh pasar baru hilirisasi karet

Pabrik pengolahan karet di kawasan industri terpadu (FOTO ANTARA)

....Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan harus segera mengupayakannya jika tidak ingin pertumbuhan ekonominya tergerus....
Palembang, (ANTARA Sumsel) - Sumatera Selatan membutuhkan negara tujuan ekspor baru dan hilirisasi untuk menyerap produksi karet rakyat yang saat ini harganya sedang terpuruk akibat pelemahan ekonomi global.

Deputi Kepala Kantor Bank Indonesia Wilayah VII Sumatera Selatan Juli Budi Winantya di Palembang, Jumat, mengatakan, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan harus segera mengupayakannya jika tidak ingin pertumbuhan ekonominya tergerus.

"Pemerintah harus bertindak karena tidak bisa menunggu perekonomian dunia membaik. Ini tidak tahu kapan akan berakhirnya. Jadi mulailah mencari pasar baru yakni tidak sebatas mengandalkan Tiongkok, dan tak kalah penting mulai membuat industri hilirisasi karet," kata Juli.

Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel, pertumbuhan ekonomi sektor ekspor mengalami minus pada kuartal III/2015, yakni -1,72 persen.

Kondisi pelemahan ekspor ini sejatinya sudah terjadi sejak triwulan I/2015 dan mulai minus di triwulan II/2015 dengan mencatat -1,11 persen.

Ia mengemukakan, Bank Indonesia telah merumuskan beberapa langkah yang harus ditempuh pemerintah dalam hilirasasi karet jangka pendek untuk mengurangi tekanan ekonomi petani.

"Langkah dapat diawali dengan mensinergikan dan menyebarluaskan hasil penelitian akademisi yang relevan terkait dengan pengembangkan produk karet bernilai, tapi dengan cara sederhana," kata dia.

Kemudian, mendorong penyerapan dalam negeri terhadap hasil industri menengah kecil skala rumahan berbahan baku karet alam, mengarahkan dan memfasilitasi petani untuk membentuk Gabungan Kelompok Tani dan Koperasi.

Lalu, mendorong terbentuknya klaster karet yang melibatkan masyarakat dan pemerintah daerah, industri hulu dan hilir, pasar lokal dan kopersi.

"Langkah-langkah cepat ini harus diambil karena daya beli masyarakat Sumsel yang hidupnya mengandalkan komoditas terus turun, akibatnya pertumbuhan ekonomi Sumsel yang tertahan kinerjanya karena pelesuan industri karet," kata dia.

Karet menjadi komponen ekspor terbesar Sumsel sejak puluhan tahun yakni mencapai 67,36 persen pada 2015, di susul batu bara dengan 11,95 persen, dan sawit dengan 10,19 persen.

Ia mengemukakan, petani karet harus didorong meningkatkan nilai tambah dari produk yang dihasilkan seperti yang dilakukan sejumlah kelompok tani di Jambi yakni mengolah getah karet berbentuk bongkahan menjadi lembaran.

"Dengan diolah sekitar dua pekan, bongkahan karet yang harganya hanya Rp4.000 hingga Rp5.000 per kg saat ini bisa menjadi Rp15.000 per kg jika sudah diolah berbentuk lembaran," kata dia.

Menurutnya, pola ini dapat dijadikan solusi dibandingkan berdiam diri menanti perekonomian dunia membaik seperti yang terjadi di tahun 2011.

Pada tahun itu, harga getah karet bongkahan mencapai Rp25 ribu hingga Rp30 ribu per kg karena tingginya permintaan luar negeri sebagai dampak pertumbuhan ekonomi di Tiongkok yang mencapai 9,2 persen.